Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
- Menkes: Kesehatan Salah Satu Modal Utama Capai Target Indonesia Emas 2045
- Jangan Sampai Kehabisan, Tiket Proliga Bisa Dibeli di PLN Mobile
- Temui Cak Imin, Prabowo Ingin Terus Bekerjasama Dengan PKB
- Jaga Rupiah, BI Naikkan Suku Bunga 25 Bps Jadi 6,25 Persen
- Buntut Pungli Rutan, KPK Pecat 66 Pegawainya
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
Bukan Ke Komoditas, Subsidi BBM Lebih Tepat Diberikan Ke Individu
Selasa, 19 April 2022 03:28 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Pemberian subsidi energi khususnya Bahan Bakar Minyak (BBM) lebih baik langsung diberikan ke individu dibandingkan pemberian subsidi pada komoditas.
Apalagi data rumah tangga miskin saat ini seharusnya sudah lebih baik. Dengan diberikan secara tunai, masyarakat bisa mengalokasikan uangnya lebih fleksibel.
Pakar ekonomi energi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Ardiyanto Fitrady, mengatakan jika subsidi diberikan ke komoditas, kemungkinan kebocoran sangat besar dan sulit dikendalikan.
“Kalaupun terpaksa karena sudah teranjur ke komoditas, subsidi harus ada batasnya juga. Dengan begitu sisi keuangan pemerintah bisa menjaga alokasi budget-nya. Kalau ada yang bocor, harga berubah misalnya tidak akan sebesar dampaknya,” ujar Ardiyanto saat diskusi dengan media secara virtual, Senin (18/4/2022).
Baca juga : Bank DKI, Satu satunya Bank Daerah Terbaik Di Indonesia
Menurut Ardiyanto, menaikan harga komoditi isunya sangat besar. Apalagi kaitannya dengan komoditi yang digunakan banyak orang, seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) maupun LPG.
Untuk itu, dia menyarankan, lebih baik pemerintah memberikan subsidi langsung ke rumah tangga miskin. Apalagi tujuan awal subsidi adalah mengurangi beban masyarakat miskin, sedangkan masyarakat menengah keatas tidak perlu dibantu.
Dia menyebutkan, BBM bukan energi terbarukan sehingga jika disubsidi pasti akan ada kebocoran. Masyarakat akan lebih banyak membeli (BBM) daripada seharusnya.
“Ini yang dimaksud level efisien. Harusnya harga itu disesuaikan, karena kalau mahal berkurang belinya. Harga itu mencerminkan kelangkaan. Kalau langka, individu akan mengurangi konsumsi,” kata dia.
Baca juga : BNPT Kebut Peresmian KTN Di 4 Provinsi
Menurut Ardiyanto, tidak adanya kenaikan harga BBM sejak awal harga minyak terus meroket dari level 90 dolar AS melewati 100 dolar AS per barel merupakan bentuk itikad baik Pemerintah di masa sulit akibat dampak pandemi Covid-19.
Seharusnya, lanjut dia, badan usaha mengikuti naik turunnya harga minyak dengan melakukan penyesuaian harga BBM. Apalagi subsidi kompensasi juga tidak gratis, namun berasal dari realokasi APBN.
“Itu sebenarnya bisa dikeluarkan buat yang lain, mungkin juga lebih bermanfaat untuk kesehatan dan pendidikan. Sebenarnya kita kehilangan kesempatan mendanai program lain,” ungkapnya.
Ardiyanto menilai subsidi seharunya itu tidak langsung dilepas ketika ada masalah seperti saat ini, yaitu tingginya harga minyak mentah sehingga mempengaruhi harga BBM di dalam negeri.
Baca juga : Tumbuhkan Semangat Kreativitas, Ini Yang Dilakukan Teman Sandi Di Sumut
Karena ketika keuangan tidak kuat lalu subsidi dilepas atau dikurangi drastis yang terjadi adalah shock perekonomian akan besar.
“Orang akan sulit menyesuaikan diri. Inti masalahnya adalah perilaku masyarakat. Seberapa besar konsumsi BBM itu bisa ditata perilakunya. Ketika harga dinaikan sedikit demi sedikit orang bisa mengurangi konsumsi. Tapi kalau diminta mengurangi konsumsi drastis itu sulit,” kata dia.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya