Dark/Light Mode

Optimalisasi Lahan Kuburan dari Perspektif Ekologis

Minggu, 22 Desember 2024 14:41 WIB
Ilustrasi: Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Ilustrasi: Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

Siang itu, dalam perjalanan menggunakan transportasi umum, saya melintasi sebuah kawasan kuburan yang cukup luas. Di sebelahnya tampak deretan pohon-pohon tinggi, sementara di sisi lainnya terdapat permukiman dengan berbagai tipe dan ukuran rumah. 

Pemandangan ini menggelitik pikiran saya: “betapa lahan kuburan yang begitu luas sering kali terlihat tandus dan minim vegetasi hijau, padahal potensinya sangat besar untuk berkontribusi terhadap lingkungan”.

Secara umum, kawasan kuburan di banyak wilayah Indonesia sering kali kurang diberdayakan dari perspektif ekologis. Lahan ini, yang biasanya hanya digunakan untuk keperluan pemakaman, sering kali menjadi area terbuka yang tidak optimal. Apalagi kalau sedang panas terik, maka kawasan kuburan itu terlihat “mengerikan”.  

Di sisi lain, kota-kota besar di Indonesia mengalami defisit ruang terbuka hijau (RTH). Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), cakupan RTH di kota-kota besar seperti Jakarta hanya sekitar 9,8% dari total luas wilayah, jauh dari target ideal 30% yang diamanatkan undang-undang.

Lantas, bagaimana jika kawasan kuburan diubah fungsinya tidak hanya sebagai tempat pemakaman, tetapi juga sebagai ruang terbuka hijau berbasis ekologi? 

Dengan demikian, kuburan bisa memiliki manfaat ganda: sebagai tempat peristirahatan terakhir, sekaligus penyumbang oksigen dan habitat ekosistem lokal.

Realitas dan Tantangan

Baca juga : OJK Kembali Raih Predikat Badan Publik Dengan kategori Informatif 2024

Kuburan sering kali diidentikkan dengan kawasan panas dan gersang, terutama di perkotaan. Padahal, jika ditanami pepohonan rindang, kuburan dapat berubah menjadi kawasan teduh yang nyaman bagi para peziarah. Sebuah studi menunjukkan bahwa kehadiran pohon di kawasan pemukiman dapat menurunkan suhu udara hingga 2-4 derajat Celsius. Efek serupa tentu bisa dicapai di kawasan kuburan.

Namun, ada beberapa tantangan yang harus diatasi. Pertama, pemilihan jenis pohon yang tepat. Pohon yang ditanam di kuburan harus memiliki karakteristik khusus, seperti akar yang menjulur ke bawah (akar tunggang), agar tidak merusak struktur makam. Beberapa pohon yang memenuhi kriteria ini adalah pohon trembesi dan ketapang kencana, yang dikenal memiliki kanopi rindang dan akar yang stabil.

Kedua, kekhawatiran masyarakat terhadap perubahan fungsi kuburan. Banyak orang menganggap kuburan sebagai tempat sakral yang tidak boleh diganggu. Oleh karena itu, edukasi publik menjadi kunci agar masyarakat memahami bahwa penghijauan di kawasan kuburan justru dapat meningkatkan kenyamanan dan nilai spiritual area tersebut.

 Pendekatan Ekologis

Pendekatan ekologis memungkinkan kita untuk melihat kawasan kuburan sebagai bagian dari ekosistem kota yang lebih luas. Dengan menanam pohon di kawasan kuburan, beberapa manfaat ekologis yang bisa dicapai, antara lain:

Pertama, Meningkatkan Kualitas Udara. Di mana Pohon-pohon rindang di kawasan kuburan dapat menyerap karbon dioksida dan menghasilkan oksigen. Sebagai gambaran, satu pohon dewasa dapat menyerap sekitar 22 bahkan 28 kg karbon dioksida per tahun.

Kedua, Mengurangi Polusi. Hal ini bisa terjadi karena vegetasi hijau mampu menyerap polutan seperti debu dan asap kendaraan, sehingga membantu menciptakan lingkungan yang lebih sehat.

Baca juga : Optimalkan Sumur Migas, ESDM Pakai Jurus Sepak Bola

Ketiga, Meningkatkan Keanekaragaman Hayati. Seperti kita tahu, bahwa penanaman pohon dapat menarik burung, serangga, dan hewan lainnya, yang secara alami akan menciptakan habitat baru di tengah kota.

 Solusi Praktis dan Kebijakan

Untuk merealisasikan ide ini, beberapa ide berikut bisa menjadi langkah yang dapat diambil. 

Pertama, Identifikasi dan Pemetaan Lahan. Dalam hal ini pemerintah daerah perlu melakukan inventarisasi lahan kuburan yang berpotensi untuk penghijauan. Data ini dapat menjadi dasar untuk merancang program penghijauan berbasis kuburan.

Kedua, Pemilihan Jenis Pohon. Di mana memilih jenis pohon yang sesuai dengan kondisi tanah dan iklim lokal. Misalnya, pohon mahoni, trembesi, atau ketapang kencana yang sudah terbukti tahan terhadap berbagai kondisi lingkungan.

Ketiga, Edukasi dan Kolaborasi. Proses ini tentu harus melibatkan masyarakat dan pemuka agama untuk memberikan pemahaman bahwa penghijauan kuburan bukan bentuk pelecehan, melainkan upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan kenyamanan.

Keempat, Peraturan dan Insentif. Hal ini dilakukan dengan cara pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan untuk mendorong penghijauan kuburan, misalnya dengan menyediakan insentif bagi pengelola kuburan yang menerapkan program penghijauan.

Baca juga : Riset TRI: Hilirisasi Dongkrak Lapangan Kerja dan Genjot Perekonomian

Kelima, Pengelolaan Berkelanjutan. Hal ini dilakukan dengan memaastikan bahwa pohon-pohon yang ditanam mendapatkan perawatan yang memadai agar tidak hanya ditanam tetapi juga tumbuh dan berfungsi optimal.

 Manfaat Besar Jangka Panjang

Jika upaya penghijauan kuburan ini dijalankan secara konsisten selama 10 hingga 20 tahun ke depan, beberapa manfaat yang bisa dirasakan seperti kuburan menjadi kawasan yang teduh. Di mana kuburan yang rindang dan sejuk akan memberikan kenyamanan bagi para peziarah dan pengunjung.

Selain itu, kuburan juga akan memberikan kontribusi secara lingkungan. Di mana kawasan akan menambah jumlah ruang terbuka hijau yang ramah lingkungan di tengah kota.

Hal lain yang juga positif adalah terjadinya peningkatan estetika dan fungsi sosial, karena visualisasi kuburan yang hijau dan terawat dapat menjadi tempat refleksi dan bahkan rekreasi pasif bagi masyarakat sekitar.

Dengan perspektif ekologis, kita dapat mengubah kawasan kuburan menjadi ruang hidup yang tidak hanya memberikan manfaat bagi lingkungan, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Optimalisasi lahan kuburan bukan hanya soal menanam pohon, tetapi juga menciptakan hubungan harmonis antara manusia, alam, dan tempat peristirahatan terakhir. Sebuah langkah kecil yang bisa membawa dampak besar bagi keberlanjutan lingkungan.[*]

 

Dr. Tantan Hermansah
Dr. Tantan Hermansah
Pengajar Sosiologi Perkotaan, Ketua Prodi Magister Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), Univesitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.