BREAKING NEWS
 

Bulan Depan, Indonesia Terima 56 Juta Dolar dari Pembayaran Berbasis Hasil Deforestasi

Reporter & Editor :
UJANG SUNDA
Minggu, 24 Mei 2020 23:00 WIB
Menteri LHK Siti Nurbaya dan Duta Besar RI untuk Roma, Esti Andayani, pada Diskusi Panel State of the Worlds Forests 2020 (SOFO 2020) virtual launch yang dipusatkan di Kantor Pusat FAO Roma, Italia, Jumat (22/5). (Foto: Dok. KBRI Roma)

RM.id  Rakyat Merdeka - Indonesia berkomitmen untuk terus menurunkan laju deforestasi alias penggundulan hutan. Sebab, menurunkan laju deporestasi berarti melindungi keanekaragaman hayati.

“Konservasi keanekaragaman hayati merupakan upaya penurunan laju deforestasi,” ucap Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya, pada Diskusi Panel State of the World’s Forests 2020 (SOFO 2020) virtual launch yang dipusatkan di Kantor Pusat FAO Roma, Italia, Jumat (22/5).  Bersama-sama dengan Direktur Jenderal Food and Agriculture Organization  (FAO) Qu Dongyu, Direktur Eksekutif United Nations Environment Programme (UNEP) Inger Andersen dan beberapa undangan penting lainnya, Menteri Siti mendiskusikan kemajuan pemenuhan target dan sasaran global yang berkaitan dengan keanekaragaman hayati hutan. 

Pertemuan virtual ini dihadiri 492 peserta dari negara-negara anggota FAO. Menteri LHK didampingi Penasihat Senior Menteri LHK Efransyah, Direktur Jenderal KSDAE Wiratno, Tenaga Ahli Menteri LHK Sri Murniningtyas, Kepala Biro KLN Teguh Rahardja dan Direktur KKH KSDAE Indra Exploitasia. Acara juga dihadiri Duta Besar RI untuk Roma, Esti Andayani. Acara ini sekaligus memperingati Hari Keanekaragaman Hayati Internasional (International Day for Biological Diversity) dengan tema “Solution are in Nature”. 

Acara diawali pernyataan Direktur Jenderal FAO Qu Dongyu bahwa tema yang diangkat relevan dengan situasi ketika kesehatan manusia sangat tergantung dengan kesehatan hutan. Selain itu, juga disampaikan bahwa peran hutan tetap harus dapat menjawab isu kemiskinan dengan menyediakan jasa lingkungan, dan hasil hutan yang dapat bermanfaat untuk masyarakat. 

Baca juga : Indonesia Terima Dana Rp 840 Miliar Dari Norwegia Saat Pandemi

Direktur Eksekutif UNEP Inger Andersen, yang berbicara setelahnya, menyatakan bahwa hubungan antara hutan dan pertanian sangat penting dalam sebuah lanskap. Pelajaran dari Afrika menunjukkan bahwa lahan pertanian yang berdekatan dengan hutan yang masih bagus memperoleh unsur hara dan jasa polinasi dari hutan. Dalam UN Decade of Ecosystem Restoration, hutan memegang peranan penting untuk menyelamatkan ekosistem yang ada di dunia.

Selanjutnya, Menteri Siti menyampaikan bahwa SOFO FAO telah mengilhami Indonesia untuk menyiapkan dan menerbitkan SOFO Indonesia, yang lebih dikenal sebagai SOIFO. Indonesia telah meluncurkan SOIFO 2018 di Kantor Pusat FAO, dan saat ini sedang menyelesaikan SOIFO 2020. Dalam hal ini, FAO telah mengakui bahwa SOIFO telah menginspirasi negara-negara Pan Afrika dan Amerika Latin. 

Terkait tema besar SOFO 2020 yaitu Forests, Biodiversity, and People, Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat terkait dan memberikan prioritas pembangunan lingkungannya pada isu tersebut.  Pengelolaan keanekaragaman hayati yang sangat besar di Indonesia menerapkan tiga pilar konservasi, yaitu: perlindungan sistem pendukung kehidupan, pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya, serta pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan. 

Adsense

“Pada tingkat ekosistem, kami memiliki 51 juta hektar kawasan lindung, atau lebih dari 28 persen dari tanah kami. Ini termasuk 1,4 juta hektar hutan bernilai konservasi tinggi (HCVF), dimana sebagian besar terletak di dalam konsesi baik di sektor kehutanan maupun perkebunan kelapa sawit. Pengembangan HCVF dalam kebijakan Kawasan Lindung merupakan upaya melakukan konektivitas habitat satwa yang terfragmentasi," jelas Menteri Siti.

Baca juga : Riyadh Group Indonesia Kembangkan Wisata Halal Di Indonesia

Pada tingkat spesies, Indonesia telah telah menyusun peta jalan untuk memulihkan populasi 25 spesies target yang terancam punah. “Melalui lebih dari 270 lokasi pemantauan, dapat kami laporkan bahwa beberapa populasi spesies meningkat dalam lokasi pemantauan tersebut, seperti Jalak Bali, Harimau Sumatra, Badak Jawa, Gajah Sumatra, dan Elang Jawa,” tegas Menteri Siti. 

Pada tingkat genetik, Indonesia telah mempromosikan bioprospeksi (bioprospecting) untuk keamanan dan kesehatan pangan, seperti Candidaspongia untuk anti-kanker, dan gaharu untuk disinfektan, yang diproduksinya telah ditingkatkan selama pandemi Covid-19 ini.

Selain masalah keanekaragaman hayati, SOFO 2020 juga membahas secara mendalam upaya penurunan laju deforestasi global. “Saya gembira mengetahui bahwa deforestasi global baru-baru ini menurun hampir 40 persen, dan bangga atas peran penting yang dimainkan oleh Indonesia dalam berkontribusi pada penurunan tersebut,” ujar Menteri Siti.  

Faktanya, deforestasi tahunan Indonesia yang mencapai lebih dari 3,5 juta hektar dalam periode dari 1996 hingga 2000. Kini telah turun tajam menjadi 0,44 juta ini dan akan semakin turun di masa mendatang.

Baca juga : Meski Defisit, Neraca Pembayaran Masih Surplus 2,25 Miliar Dolar AS

Tercapainya penurunan laju deforestasi yang signifikan di Indonesia ini merupakan hasil dari serangkaian tindakan korektif. Pertama, pengelolaan kebakaran hutan dan lahan melalui perbaikan peringatan dini dan antisipasi, dan mitigasi kebakaran hutan dan lahan. Kedua, pengelolaan lahan gambut melalui moratorium izin baru dan pemanfaatan secara tepat lahan gambut serta pengaturan muka air tanah dengan teknik hidrologi. Ketiga, penegakan hokum terhadap kegiatan ilegal termasuk penerapan efektif Sistem Jaminan Legalitas Hutan Indonesia yang dikenal sebagai SVLK.

Keempat, moratorium Izin Baru Pengusahaan Perkebunan Kelapa Sawit dan pengembangan koridor satwa di areal konsesi yang merupakan habitat satwa. Kelima, rehabilitasi hutan dan lahan yang mentargetkan 4 juta hektar selama 5 tahun ini. Keenam, Percepatan Program Perhutanan Sosial seluas 12,7 ha lahan hutan melalui dukungan dalam pembiayaan, benih atau benih, peralatan, pemasaran dan pengaturan kelembagaan. Ketujuh, pengelolaan program perubahan iklim, yang secara langsung berkaitan dengan pengurangan deforestasi dan juga adaptasi perubahan iklim. 

“Saya dengan senang hati berbagi dengan Anda semua bahwa penurunan deforestasi baru-baru ini telah diakui secara internasional. Bahkan, bulan depan, Pembayaran Berbasis Hasil pertama di bawah kerja sama bilateral kami dengan Norwegia akan dilakukan dengan nilai 56 juta dolar AS,” jelas Menteri Siti dalam forum FAO.

Menteri Siti juga mengimbau negara-negara baik secara individu maupun bersama-sama untuk memprioritaskan perlindungan dan pemanfaatan secara lestari keanekaragaman hayati, sejajar dengan pentingnya isu perubahan iklim. Menteri LHK juga menyatakan bahwa langkah-langkah korektif yang telah dilaksanakan beberapa tahun lalu itu tetap konsisten dilaksanakan dan bahkan diperkuat dalam masa pemerintahan Presiden Jokowi yang kedua ini. [USU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense