BREAKING NEWS
 

Kota dan Budaya Kudeta

Reporter & Editor :
MUHAMMAD RUSMADI
Kamis, 18 Maret 2021 18:02 WIB
Dr Tantan Hermansah, pengampu MK Sosiologi Perkotaan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Anggota Komisi Infokom MUI Pusat.

 Sebelumnya 
Dalam bahasa lebih populer, untuk proses ini diperkenalkan dengan istilah “destruksi kreatif” (creative destruction). Destruksi kreatif merupakan metode untuk melakukan pembaharuan terus menerus, tanpa henti, untuk mencapai kesempurnaan, dengan cara menghancurkan yang ada tanpa henti, dan terus menciptakan yang baru. Teori yang diperkenalkan oleh “Nabi Inovasi” Joseph Schumpeter (1883 -1950) ini merupakan satu tawaran bahwa inovasi harus menjadi dasar dinamika suatu entitas.

Mengapa kota-kota perlu dikudeta, direvolusi, dan didestruksi, bukan hanya sekadar direhabilitasi. Ada beberapa alasan penting mengapa hal ini perlu dilakukan. Pertama, agensi pembangunan kota banyak sudah “mati ide”, karena mengelola kota lebih dipandang sebagai urusan politik ketimbang urusan publik atau lingkungan. Akibatnya, visi pembangunan kota diletakkan pada kepentingan politik tersebut, tanpa memedulikan kebutuhan riil dari kota itu sendiri.

Baca juga : Kakek Makan Batu Selama 32 Tahun

Kedua, pelanggaran atas struktur utama kota sudah dianggap biasa. Sehingga segala perencanaan kota, banyak indah di atas kertas, namun hampa pada tataran eksekusi. Perencanaan dan aturan adalah pilar yang bisa memastikan arah dari pembangunan kota. Tanpa keduanya, kota bisa berjalan tanpa arah dan tujuan. Jika sudah demikian, masih layakkah sebuah kota dipertahankan?

Ketiga, hiruk pikuk kota sering direspons menyesuaikan dengan dengungan massa, atau dengan kata lain, kehendak pasar. Akibatnya, banyak hal-hal mendasar dari kota terabaikan demi meredam suara-suara bising tersebut. Sehingga, karena faktor dasar yang tidak diperhatikan itu, kota yang sedang membangun pun, tersela dengan agenda atau aktivitas di luar yang direncanakan.

Baca juga : Doa Awal Bulan

Oleh karena itu, maka kota-kota harus akrab dengan kudeta, revolusi, dan destruksi. Karena tanpa itu, kota-kota bisa terjebak pada kebasian sosial yang ujung-ujungnya akan menghasilkan kegabutan permanen dan tidak produktif. [*]

[Penulis adalah Doktor Sosiologi dari Universitas Indonesia (UI), Pengampu MK Sosiologi Perkotaan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Anggota Komisi Infokom MUI Pusat]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense