Dark/Light Mode

Optimalisasi Lahan Sawit Jadi Solusi Kemandirian Pangan

Selasa, 8 Oktober 2024 14:13 WIB
Ketua Umum Rumah Sawit Indonesia (RSI), Kacuk Sumarto. (Foto: Ist)
Ketua Umum Rumah Sawit Indonesia (RSI), Kacuk Sumarto. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Indonesia saat ini menghadapi tantangan besar dalam mencapai kemandirian pangan dan energi. Menurut Ketua Umum Rumah Sawit Indonesia (RSI), Kacuk Sumarto, perkebunan kelapa sawit dapat menjadi solusi untuk menjawab tantangan tersebut tanpa harus membuka lahan baru.

Hal itu disampaikan Kacuk saat berbincang dengan media di Jakarta, Selasa (8/10/2024).

Kacuk menjelaskan, perkebunan kelapa sawit memiliki dua kontribusi utama. Pertama, dari komoditas utamanya, yaitu minyak sawit. Kedua, dari sumber daya lahan yang bisa dimanfaatkan untuk menanam tanaman non-sawit, baik untuk pangan maupun energi terbarukan.

Baca juga : Revitalisasi BLK dan Vokasi, Airin-Ade Siap Reformasi Bidang Ketenagakerjaan

Setiap tahun, ada potensi lahan sekitar 1 juta hektare (ha) yang bisa digunakan untuk tanaman non-sawit melalui proses peremajaan (replanting) kelapa sawit. Potensi lahan ini berasal dari siklus peremajaan yang berlangsung setiap 25 tahun. Dengan total luas kebun sawit di Indonesia mencapai 16,2 juta ha, maka setiap tahunnya sekitar 648.000 ha lahan diremajakan.

Kacuk memperkirakan, potensi lahan untuk tanaman sela mencapai 140 persen atau sekitar 1 juta ha jika tidak dibiarkan, dan 240 persen atau sekitar 1,5 juta ha jika dibiarkan. Perhitungan ini didasarkan pada siklus replanting di mana pada tahun pertama ada 70 persen lahan yang bisa ditanami tanaman sela, tahun kedua 50 persen, dan tahun ketiga 20 persen.

Jika lahan ini ditanami tanaman pangan seperti sorgum, potensi produksinya bisa mencapai 8 juta ton per tahun (tidak dibiarkan) atau 12 juta ton per tahun (dibiarkan). Sementara, untuk tanaman singkong, potensi hasilnya mencapai 45 juta ton (tidak dibiarkan) atau 70 juta ton (dibiarkan). Tanaman kedelai varietas Grobogan berpotensi menghasilkan 2,9 juta ton (tidak dibiarkan) atau 4,5 juta ton (dibiarkan), dan tanaman jagung bisa mencapai 8 juta ton (tidak dibiarkan) atau 12,4 juta ton (dibiarkan).

Baca juga : Kampung Siep Kosi Binaan Program TEKAD Jadi Sentra Buah Naga di Papua Pegunungan

“Tanaman sela seperti sorgum, jagung, singkong, dan kedelai ini sudah saya coba tanam di lahan perkebunan sawit milik PT Paya Pinang Group di Sumatera Utara dengan metode budidaya sederhana. Hasilnya sangat menjanjikan, dan jika budidayanya lebih optimal, hasilnya bisa jauh lebih tinggi,” ungkap Kacuk.

Namun, Kacuk menyoroti masalah utama dalam optimalisasi lahan sawit ini, yakni kurangnya off taker atau pihak yang bersedia membeli hasil panen tanaman sela. Menurutnya, peran pemerintah diperlukan untuk menugaskan Perum Bulog sebagai penyerap hasil panen tanaman sela dari perkebunan sawit.

Jika tidak ada pihak yang menjadi off taker, Kacuk menyarankan agar hasil panen dikonsumsi oleh masyarakat sekitar perkebunan. Hal ini akan membantu ketahanan pangan lokal serta menekan biaya logistik yang tinggi jika distribusi dilakukan ke wilayah yang jauh.

Baca juga : Industri Halal Jadi Solusi RI Keluar Dari Jebakan Middle Income Trap

“Dengan konsep ini, masyarakat sekitar kebun akan mendapatkan pangan dengan harga terjangkau dan aktivitas ekonomi mereka pun akan meningkat,” tambah Kacuk.

Kacuk juga menjelaskan bahwa konsep ini memiliki dampak ganda (multiplier effect) yang besar, terutama di pedesaan, sehingga dapat menciptakan ketahanan ekonomi lokal. “Dengan mengoptimalkan sumber daya lahan perkebunan sawit, kita bisa mencapai kemandirian pangan tanpa perlu membuka lahan baru,” tutupnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.