Dark/Light Mode

Penanganan Simultan Melalui 3T

Muhadjir Serukan Perang Lawan Covid-19 Dan TBC

Jumat, 26 Maret 2021 06:52 WIB
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy (Foto: Net)
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy (Foto: Net)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pandemi Covid-19 berpengaruh signifikan terhadap upaya menumpas penyakit tuberculosis (TBC). Padahal, penanganan kedua masalah itu bisa disinergikan.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, seluruh fokus penanganan Covid-19 juga bisa dimanfaatkan simultan dalam memerangi TBC.

“Soalnya, sama seperti Covid-19, TBC juga perlu tracing, testing dan treatment. Begitu juga dengan peralatan yang diperlukan juga tidak jauh berbeda,” ujar Muhadjir dalam pidato puncak peringatan Hari Tuberculosis Sedunia Tahun 2021 dengan tema Setiap Detik Berharga Selamatkan Bangsa dari Tuberculosis di Jakarta, kemarin.

Menurut mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini TBC merupakan masalah kesehatan yang sampai sekarang menjadi penyakit paling menular dan sangat mematikan di dunia.

Mengacu pada World Health Organization (WHO) Global TB Report tahun 2020, 10 juta orang di dunia menderita TB dan menyebabkan 1,2 juta orang meninggal setiap tahunnya.

Indonesia merupakan salah satu dari tiga negara dengan beban TBC terbesar di dunia bersama India dan China.

Baca juga : Pustaka Indonesia: Jangan Termakan Hoaks, Vaksin Covid-19 Halal Dan Aman

Berdasarkan WHO Global TB Report tahun 2020, Indonesia memiliki beban TBC dengan perkiraan jumlah orang yang jatuh sakit mencapai 845 ribu dengan angka kematian sebanyak 98 ribu, atau setara dengan 11 kematian per jam.

Muhadjir juga mengingatkan, TBC bukan sekadar masalah kesehatan, tapi juga berdampak signifikan terhadap masalah produktivitas sumber daya manusia Indonesia.

Dia mengungkapkan, 75 persen kasus TBC terjadi pada usia produktif (15-54 tahun), dan 8,2 persen kasus TBC menjangkit anak usia kurang dari 15 tahun.

Jika seseorang menderita TBC resisten obat atau Multi Drug Resistant Tuberculosis (MDRTB), dia berpotensi kehilangan pendapatan sebesar 38 persen hingga 70 persen.

Dampak total kerugian ekonomi akibat TBC adalah sekitar Rp 136,7 miliar per tahun. “Ini menunjukkan bahwa TBC punya pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas penduduk Indonesia,” tegasnya.

Untuk memerangi permasalahan TBC, Indonesia sudah menandatangani kesepakatan bersama dengan semua pemimpin dunia untuk mencapai eliminasi TBC pada tahun 2030.

Baca juga : Presiden Palestina Mahmoud Abbas Menerima Suntikan Pertama Vaksin Corona

Hal itu sejalan dengan target pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development GoalsSDG’s) pada Sidang Umum PBB.

Pada peringatan Hari Tuberculosis Sedunia Tahun 2021 ini, dia mengingatkan untuk mengevaluasi upaya-upaya yang telah dilakukan pada tahun sebelumnya.

“Kita harus kembali menyatukan langkah, bahu membahu bergandeng tangan untuk bersinergi dan semakin menguatkan upaya kita memerangi TBC ke depan,” imbau Muhadjir.

Pendekatan kesehatan saja tidaklah cukup untuk menangani TBC. Karena itu, pemerintah juga tengah menyiapkan Perpres Penanggulangan TBC di Indonesia dengan menekankan keterlibatan lintas sektoral.

Perpres tersebut akan menekankan pentingnya jajaran multi sektoral untuk terlibat dalam intervensi pengendalian faktor risiko TB dalam peningkatan derajat kesehatan perseorangan, intervensi perubahan perilaku masyarakat, peningkatan kualitas rumah tinggal pasien, perumahan dan pemukiman.

Kemudian juga pencegahan dan pengendalian infeksi TBC di fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Ruang Publik.

Baca juga : Demokrat Ajak Daerah Lawan Pembegal Politik

“Dilakukan secara bersamasama, semua pemangku kepentingan, baik pusat maupun daerah,” imbuh mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) ini.

Terpisah, dokter yang juga Influencer Tirta Mandira Hudhi mengungkapkan, pandemi Covid-19 membuat penyakit TBC dianggap tidak bahaya. Penyakit yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosi ini mestinya tetap menjadi perhatian untuk dicegah.

“Saya paham TBC ini ternyata selama pandemi dilupakan. Kenapa dilupakan? Ya kita tahu sama tahu ya Indonesia itu selalu heboh (seperti adanya Covid-19),” ujar Tirta dalam diskusi yang disiarkan virtual, kemarin.

TBC semakin eksis karena sebagian pasien enggan berkonsultasi selama pandemi Covid-19. Mestinya yang sudah kronis harus melakukan kontrol secara rutin ke rumah sakit. Namun, menjadi takut lantaran khawatir terpapar oleh Covid-19.

Sebab itu, dia mengajak semua tenaga kesehatan mengedukasi masyarakat untuk tidak takut mengatasi TBC. Dan jangan takut ke Puskesmas, karena obat yang diterima gratis.  [DIR/JAR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.