Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Soal Penanganan Uighur, China Kecam Campur Tangan Australia Cs

Selasa, 16 Juli 2019 10:21 WIB
Pagar dibangun di sekitar pusat pendidikan keterampilan kejuruan di Dabancheng di Xinjiang di wilayah barat jauh China.[REUTERS]
Pagar dibangun di sekitar pusat pendidikan keterampilan kejuruan di Dabancheng di Xinjiang di wilayah barat jauh China.[REUTERS]

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemerintah China mengecam Australia dan 21 negara lainnya, yang mengkritik cara Beijing mengurusi kelompok minoritas Uighur di Xinjiang.

Selain Australia,  21 negara lainnya - termasuk Jepang, Selandia Baru, Kanada dan sejumlah negara di Eropa lainnya telah menandatangani surat keluhan ke Dewan HAM PBB, mengenai cara Beijing memperlakukan warga dari etnis Uighur.

Dalam surat tersebut, mereka meminta pemerintah China untuk menghentikan detensi massal dan segala kekerasan yang dilakukan kepada etnis Muslim Uighur.

Terkait hal ini, Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne mengaku khawatir dengan perlakuan otoritas Negeri Tirai Bambu kepada warga Uighur, terutama mereka yang dibawa ke pusat detensi.

"Kekhawatiran tersebut sudah disampaikan ke pemerintah China secara rutin, terutama saya saat berkunjung ke sana tahun lalu," terang Payne kepada ABC Radio.

Baca juga : Trump Tuding China Curang...

"Surat keluhan ini ditandatangani dan ditujukan keapada Presiden Dewan HAM PBB pekan lalu. Kami salah satu dari 22 negara yang menandatangani surat itu. Ini adalah bentuk kekhawatiran kami dan internasional, terhadap kondisi terkini di Uighur," lanjut Payne.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang menimpali kritikan tersebut. Dia menyebut surat dari 22 negara tersebut sebagai cara yang lucu mengkritisi dan menyalahkan China, tanpa mempedulikan kenyataan yang ada.

"Mereka dengan terang-terangan mempolitisir masalah ini menjadi masalah HAM. Mereka padahal sudah seenaknya mencampuri urusan dalam negeri China," kritik Geng.

Kritikan tajam China juga disuarakan harian milik pemerintah, Global Times, yang menyebut ke-22 negara penandatangan sebagai negara yang tak pikir panjang menyerang Beijing soal Xinjiang, dan menolak keberagaman yang ada di China.

"Negara Barat harus introspeksi karena sudah bersikap sok hebat dan mengurusi masalah yang ada di negara berkembang. Negara-negara ini tidak akan pernah diterima di sini jika mereka bertingkah seperti guru untuk China dan memaksa China melakukan hal yang mereka inginkan," tulis editorial Global Times.

Baca juga : Tiga Program Kota Tangerang Masuk Nominator Top 99

Harian tersebut juga menuliskan bagaimana harmonisnya kehidupan bermasyarakat di kawasan Xinjiang. Dalam artikel berjudul "Exploring A Real Xinjiang" atau "Menjelajahi Xinjiang Yang Sesungguhnya", menceritakan bagaimana maju dan stabilnya kawasan tersebut pasca kericuhan Urumqi 2009.

Sejumlah foto warga menari di alun-alun dan menjalankan kegiatan keseharian mereka dipasang sebagai pemanis artikel. Artikel ini seolah membantah keras laporan negeri Barat bahwa China sengaja membangun pusat detensi untuk Uighur.

China menyebut laporan tersebut sebagai berita bohong, dan menuduh Barat telah menerapkan standar ganda. China bahkan membuka kesempatan bagi media Barat yang ingin melihat ke pusat detensi dan melongok apa yang dilakukan di dalamnya.

Pemerintah China memberi kesempatan bagi media untuk merekam dan mewawancarai siapa saja yang ada di pusat detensi. Bulan lalu, BBC diberi kesempatan merekam di dalam pusat detensi. Grup BBC diajak melihat kelas yang diisi pelajar yang nampak girang bernyanyi dan menari. Ada kelas melukis, membaca dan kaligrafi. Di lapangan, nampak pelajar yang asyik bermain tenis.

Namun, sejumlah hal mengganjal muncul. Citra satelit menunjukkan bahwa pusat detensi hanya bangunan beton yang cukup luas. Namun, belakangan pusat detensi berubah menjadi area ruang terbuka saat media dipersilakan masuk. Gambar tangkapan satelit juga menunjukkan bahwa pusat detensi dipagari tinggi dengan kawat berduri dan menara pengawas.

Baca juga : Setelah Eropa dan AS, RI Kirim Balik Sampah ke Australia

Pengawasan dan pagar berduri ini tidak tampak saat media diperbolehkan berkunjung. Otoritas China terus dengan tegas membantah telah mendisiplinkan etnis Muslim di kawasan Xinjiang.

Mei lalu, Duta Besar China di Kazakhstan Zhang Xjao menolak ada tindakan kriminal yang dilakukan China. Dia menegaskan semua berita penyiksaan hanya berita hoaks. "Di sana sangat tenang dan stabil. Tindakan penertiban di Xinjiang sebatas memberantas ekstrimisme dan radikal. Tidak ada tindakan menyalahi aturan," tegas Zhang. [DAY]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.