Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
![BRICS. (Foto: Ist) BRICS. (Foto: Ist)](https://rm.id/images/img_bg/img-750x390.jpg)
RM.id Rakyat Merdeka - Dengan bergabung ke dalam geng ekonomi yang diiniasi Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan atau BRICS, Indonesia akan mendapat banyak keuntungan.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet merinci beragam keuntungan tersebut. Pertama, akses pasar yang lebih luas, yakni 3,5 miliar jiwa atau 42 persen populasi dunia. Kedua, memperkuat kerja sama Selatan-Selatan, dan mengurangi ketergantungan terhadap ekonomi barat. Ketiga, BRICS juga menawarkan alternatif pendanaan melalui New Development Bank (NDB) yang bisa mendukung proyek infrastruktur Indonesia. Keempat, BRICS memberi Indonesia posisi tawar yang lebih kuat dalam tata kelola ekonomi global.
Yusuf menambahkan, BRICS bisa memberi akses teknologi, investasi, dan pasar baru. “Brazil dalam bidang pertanian, Rusia dalam energi, India dalam teknologi digital, China dalam infrastruktur, dan Afrika Selatan dalam pertambangan," jelas Yusuf saat dihubungi Rakyat Merdeka, Kamis (9/1/2025).
Hanya saja, Yusuf mengingatkan, BRICS turut membawa tantangan. Risiko utamanya adalah ketegangan geopolitik dari persaingan AS-China yang semakin intensif. Selain juga perbedaan kepentingan ekonomi antar anggota BRICS.
Senada dikatakan Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda. Kata dia, pertumbuhan ekonomi anggota BRICS meningkat signifikan. Pada 1990, proporsi ekonomi mereka hanya 15,66 persen, dan meningkat jadi 32 persen pada 2022.
Baca juga : Mayoritas Kebakaran Akibat Korsleting Listrik
Selain itu, BRICS juga bisa membuat Indonesia beralih dari pasar AS dan Eropa. "Eropa pun sebenarnya sudah mulai rese dengan kebijakan ekspor Indonesia, sering terlibat perselisihan dalam hal perdagangan global," kata Nailul.
Menariknya, BRICS tidak hanya diisi Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, ada juga negara asal Timur Tengah (Timteng). Kondisi ini sejalan dengan Pemerintah untuk masuk ke pasar Timteng.
"Jadi, sebenarnya keuntungan masuk BRICS cukup besar. Namun, koalisi BRICS juga memunculkan risiko bentrokan kepentingan dengan negara adidaya lainnya, Amerika Serikat," beber Nailul.
Sementara, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana mengingatkan, Pemerintah untuk mewaspadai kebijakan Donald Trump yang akan dilantik 20 Januari mendatang. Pasalnya, Trump sangat anti BRICS, terutama jika memunculkan mata uang yang menjadi pesaing dolar AS.
"Bukannya tidak mungkin, Indonesia terkena sanksi Trump bila Indonesia bergabung dengan BRICS," ulasnya. Karena itu, Hikmahanto menyarankan, Pemerintah melakukan kajian terhadap skenario terburuk bergabung dengan BRICS.
Baca juga : Laga Lanjutan NBA, Cavaliers Hentikan Thunder
Sedangkan Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah meminta Presiden Prabowo Subianto segera meyakinkan dunia bahwa keanggotaannya dalam BRICS sesuai kepentingan nasional: prinsip nonblok.
Lalu, apa kata Pemerintah? Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan meyakini, bergabungnya Indonesia ke BRICS tidak akan mengurangi independensinya. Menurutnya, Indonesia terlalu besar untuk berpihak kepada China atau AS.
"Apalagi sekarang ini dengan Presiden seperti Pak Prabowo Subianto. Kita perlu merdeka, perlu independen, ya sedikit nakal-nakalah," cetusnya, saat jumpa pers di Kantor DEN, Jakarta, Kamis (9/1/2025).
Luhut optimis, Indonesia akan untung besar, karena pasarnya lebih luas. Namun, ia mengingatkan, Pemerintah berhati-hati persoalan pasar yang terjadi di China dan Rusia.
Saat ini, Negeri Panda tengah oversupply, dan gencar mengekspor barang-barangnya ke negara lain, termasuk Indonesia. Sedangkan Negeri Beruang Merah kehilangan pasar di Eropa setelah Ukraina menolak memperpanjang kontrak transit gas melalui wilayahnya.
Baca juga : Makan Bergizi Gratis Hidupkan Ekonomi Rakyat
Di Amerika, ketidakpastian ekonomi masih terjadi karena belum ada kejelasan nilai tarif yang akan dipatok oleh Trump. Apalagi, Trump dikabarkan akan kembali melindungi pasar dalam negerinya dengan bea masuk tinggi.
“Kombinasi masalah ini memang betul-betul kami cermati dengan baik. Salah satu tugas DEN memberikan masukan kepada Presiden dalam proses pengambilan keputusan," pungkas Luhut.
Untuk diketahui, BRICS bertujuan mengoordinasikan dan memuluskan kerja sama ekonomi negara-negara berkembang untuk meningkatkan produktivitas ekonomi mereka agar berada sejajar dengan negara-negara maju.
Berdasarkan data International Monetary Fund (IMF), BRICS menyumbang 37,3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) global pada 2024. Sedangkan G7 menyumbang 30 persen terhadap PDB global. IMP memproyeksi negara-negara BRICS akan berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi global di masa depan.
Prakiraan terbarunya menunjukkan bahwa China sendiri akan menyumbang 22 persen dari pertumbuhan global selama lima tahun ke depan. Jumlah tersebut melampaui kontribusi gabungan semua negara G7.
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya