Dark/Light Mode

Program “Sekolah Damai”

Ratusan Guru dan Pelajar di Banyuwangi Jadi Peace Ambassador BNPT

Kamis, 16 Mei 2024 01:09 WIB
Direktur Pencegahan BNPT Prof Irfan Idris (Foto: BNPT)
Direktur Pencegahan BNPT Prof Irfan Idris (Foto: BNPT)

RM.id  Rakyat Merdeka - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terus memperkuat sinergi dan kolaborasi dalam pencegahan paham radikal terorisme. Salah satunya melalui program “Sekolah Damai” yang menjadi salah satu program prioritas yang digagas Kepala BNPT Komjen Pol Pro Mohammed Rycko Amelza Dahniel di tahun 2024.

Setelah “Sekolah Damai’ digelar di Palu Sulawesi Tengah, kemudian di Serang Banten. Kini giliran Kabupaten Banyuwangi menjadi tempat pelaksanaan “Sekolah Damai” yang digelar di Pondok Pesantren Darussalam, Blokagung, Banyuwangi, Rabu-Kamis (15-16/2024).

Pada hari pertama “Sekolah Damai” di Blokagung, digelar “Pelatihan Guru dalam Rangka Menumbuhkan Ketahanan Satuan Pendidikan Dalam Menolak Paham Intoleransi, Kekerasan, dan Bullying”. Kegiatan ini diikuti 100 guru dari Madrasah Aliyah (MA) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di kawasan Banyuwangi Selatan.

Direktur Pencegahan BNPT Prof Irfan Idris mengatakan, para peserta “Sekolah Damai”, baik guru maupun siswa, akan menjadi peace ambassador untuk menyebarkan paham-paham perdamaian di sekolah masing-masing, sekolah-sekolah lain di sekitarnya, dan masyarakat serta lingkungan wilayah Banyuwangi dan Jawa Timur.

“Tujuan kami di sini adalah agar bapak ibu menjadi peace ambassador untuk menyebarkan perdamaian di sekolah-sekolah bapak dan ibu. Pasalnya, terorisme tidak ada sangkut pautnya dengan agama, karena di negara manapun ada terorisme yang mengatasnamakan agama,” kata Irfan, dalam keterangan yang diterima redaksi, Kamis (16/5).

Baca juga : Ecovacs Robotics Gandeng Jun Ji-hyun Jadi Brand Ambassador

Dia menegaskan, teroris tidak berkaitan dengan agama. "Tidak ada agama apa pun yang mempromosikan terorisme. Yang ada adalah oknum-oknum di agama tersebut,” ucapnya.

Guru Besar UIN Alauddin Makassar ini melanjutkan, saat ini terjadi pergeseran. Di masa lalu, laki-laki adalah aktor utama terorisme. Tapi, kini kaum perempuan dan anak-anak justru yang dimanfaatkan. Contohnya kasus bom keluarga di Surabaya, kemudian di Gereja di Makassar, dan di Sibolga.

Menurutnya, anak-anak yang terpapar tidak bisa disalahkan 100 persen. Sebab, mereka berada di dunia baru yang luas dan bebas secara informasi. Maka, guru harus mampu mendukung dan mengawasi para siswa untuk memfilter informasi yang masuk ke dalam pengetahuan anak.

“Teroris ada karena adanya radikalisme. Maka itu, pendidikan kita utamakan. Karena hanya pendidikan dan agama yang mampu mencegah seseorang untuk memiliki paham radikal, namun demikian ada juga faktor kekecewaan lalu ekonomi dan lain sebagainya,” paparnya.

Terkait pelaksanaan kegiatan di Ponpes Darussalam, Irfan mengungkapkan, pihaknya bukan curiga, tapi justru yakin peserta dari sekolah-sekolah di sekitar Ponpes Darussalam sudah clear dari intoleransi serta radikal terorisme.

Baca juga : Pengamat Minta Anies Dan Ganjar Belajar Kepada Prabowo

“Justru kami ingin memperkuat mereka dengan informasi terbaru terkait pola pergerakan radikal terorisme global dan di Indonesia yang berubah menjadi lebih soft melalui media sosial (medsos),” ungkapnya.

Dengan perubahan pola melalui medsos ini, lanjutnya, para perempuan, pemuda/remaja, serta anak-anak menjadi rentan dipapar. Apalagi mereka (kelompok radikal terorisme) tahu masyarakat Indonesia tidak takut lagi kepada aksi teroris sehingga kini mereka melalui pendekatan tafsir atau dogma agama yang sebenarnya disalahgunakan.

Ke depan, lanjut Irfan, BNPT akan menyiapkan indikator sekolah damai, misalnya tidak ada bullying, aksi kekerasan, intoleransi di sekolah tersebut. “Kemudian kami akan meminta kementerian terkait seperti Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama agar kegiatan seperti ini digelar secara berjenjang dari bawah sampai pendidikan tinggi.

“Diharapkan nanti Sekolah Damai ini akan berkembang sendiri, bukan melalui BNPT RI. Program ini harus terus diviralkan dan diperluas sehingga bisa meminimalisasi aksi intoleransi di sekolah yang bisa menyebabkan lahirnya aksi teror yang disenangi kelompok radikal terorisme,” pungkasnya.

“Sekolah Damai” di Ponpes Darussalam ini dibuka Kasubdit WNI dan Kepentingan Nasional di Luar Negeri BNPT Kolonel Sus Solihuddin Nasution. Dalam sambutannya, Kolonel Solnas memaparkan ciri-ciri orang terpapar radikal terorisme. Menurutnya, para guru wajib paham dengan ciri-ciri ini.

Baca juga : Kominfo Bagikan Jurus Aman Bermedsos untuk Pelajar dan Santri

Ciri pertama, ketika ada orang yang berpikiran ingin mengganti Pancasila dengan kitab suci. Ciri kedua, ketika ada orang ingi menggantikan NKRI jadi khilafah. Ketiga, intoleran, yaitu orang yang selalu menilai orang lain salah, suka bidah, mengkafirkan,dan tidak mau menerima kearifan lokal. Keempat, menghalalkan kekerasan. 

Sementara itu, Wakil Pengasuh Ponpes Darussalam KH Ali Asyiqin sebagai tuan rumah menyambut baik kegiatan ini. Ia berterima kasih kepada BNPT dan seluruh guru yang hadir. Ia yakin kegiatan ini akan memberikan sesuatu yang luar biasa dalam mendidik masyarakat dan anak didik tentang intoleransi, kekerasan, dan bullying.

“Misi Sekolah Damai dengan Pelatihan Guru dan Siswa ini sangat mulia dan simpel untuk bersinergi karena semua pendidikan baik di pondok maupun umum. Karena semua pendidikan tujuannya adalah ubudiyah,” katanya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.