Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
- Elnusa Petrofin Salurkan 10.872 Paket Sembako ke Masyarakat di Seluruh Indonesia
- Thomas Tuchel Merasa Belum Pantas Menyanyikan Lagu Kebangsaan Inggris
- Thibaut Courtois Mau Buka-bukan Soal Kasusnya Di Timnas Belgia
- Lagi Fokus Keluar Zona Degradasi, PSS Sleman Malah Dapat Kabar Buruk
- Ketua DEN : Deregulasi untuk Efisiensi Ekonomi dan Percepatan Investasi
Partisipasi Pilkada Rendah, Fraksi PKB Minta KPU Lakukan Evaluasi
Jumat, 29 November 2024 12:58 WIB

RM.id Rakyat Merdeka - Partisipasi pemilih pada Pilkada 2024 menunjukkan angka yang rendah di sejumlah daerah.
Anggota Komisi II Fraksi PKB DPR, Mohammad Toha meminta KPU melakukan evaluasi total terhadap pelaksanaan pilkada kali ini.
Menurut hasil pemantauan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), tingkat partisipasi pilkada di sejumlah daerah berada di bawah 50 persen. Misalnya, di Tambora, Jakarta Barat, dan Bandung, Jawa Barat, pemilih yang menggunakan hak suaranya kurang dari separuh dari Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Sementara survei Charta Politika menunjukkan, bahwa Pilkada Jakarta hanya diikuti 58 persen DPT . Jadi, ada 42 persen pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya alias golput pada pilkada serentak kali ini.
Baca juga : Fraksi PKB Apresiasi Pilkada Era Prabowo, Demokrasi Yang Bebas SARA
Toha mengatakan, KPU harus melakukan evaluasi total terhadap pelaksanaan pilkada kali ini. Jika angka partisipasi Pilkada 2024 hanya 50 persen, bahkan di bawah 50 persen, maka angka partisipasi mengalami penurunan dibanding pilkada sebelumnya.
Pada Pilkada 2015 angka partisipasi pemilih mencapai 64,02 persen. Pada Pilkada 2017 angkanya naik menjadi 74,20 persen. Kemudian pada Pilkada 2018, tingkat partisipasi pemilih mencapai 73,24 persen. Sedangkan partisipasi pemilih pada Pilkada 2020 sebanyak 73,4 persen.
"Penurunan partisipasi itu menjadi bahan evaluasi, kenapa partisipasi pemilih bisa menurun? Apa penyebabnya," bebernya.
Menurut legislator dari Jawa Tengah itu, tentu ada sejumlah kemungkinan yang menjadi penyebab menurunnya angka partisipasi pemilih. Misalnya, apakah masa kampanye yang pendek menjadi penyebab penurunan partisipasi?
Baca juga : Tamsil Linrung: Pilkada Berintegritas Wujudkan Pemerintahan Bersih
Dengan masa kampanye yang pendek, maka waktu sosialisasi para pasangan calon (paslon) sangat terbatas, sehingga masyarakat tidak mendapatkan informasi yang cukup.
"Tentu ini harus dikaji secara mendalam," ucapnya.
Atau sosok calon yang diusung tidak diminati masyarakat. Mungkin karena calon tersebut tidak dikenal masyarakat atau karena kandidat itu dari luar daerah, sehingga pemilih tidak menyukainya. Karena masyarakat tidak senang dengan pasangan calon yang diusung, mereka kemudian memutuskan untuk golput.
"Tentu kita akan menunggu evaluasi dan kajian mendalam yang dilakukan KPU," paparnya.
Baca juga : Hadapi Potensi Sengketa Pilkada 2024, KPU Siapkan Advokat Terbaik
Dia menegaskan, bahwa Pilkada 2024 menelan biaya cukup besar, sekitar Rp 37,4 triliun. Jadi, sangat merugi jika angka partisipasi pemilihnya rendah. Pilkada merupakan pesta demokrasi. Yang berpesta adalah rakyat. Jika rakyat enggan menyalurkan hak pilihnya, maka ada yang salah dengan pesta itu.
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya