RM.id Rakyat Merdeka - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk berharap Pemerintah melakukan evaluasi Tarif Batas Atas (TBA) tiket pesawat. Sebab, selama lima tahun terakhir telah terjadi perubahan kurs dan harga avtur.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, penyesuaian TBA diperlukan seiring dengan perubahan kondisi eksternal selama lima tahun terakhir. Menurutnya, nilai tukar atau kurs (exchange rate), serta harga avtur yang fluktuatif menjadi tantangan bagi Garuda Indonesia.
Sebab, dua komponen eksternal tersebut memiliki pengaruh yang besar terhadap biaya operasional perseroan. Dia mengaku, pihaknya tengah berdiskusi dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk me-review hal tersebut.
“Artinya, jangan TBA selama lima tahun tidak naik. Ini exchange rate dibanding lima tahun lalu berapa? Harga avtur dibandingkan lima tahun lalu berapa,” ujar Irfan saat dikonfirmasi Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurut Irfan, bila tarif batas atas tiket pesawat tidak kunjung berubah atau tidak naik sejak ditetapkan 2019, ia khawatir, semua maskapai akan menghadapi permasalahan yang sama dengan Garuda.
Baca juga : Luhut: Mereka Yang Bully Nggak Senang Kita Maju
“Usulan kami (TBA) lebih fleksibel terhadap kondisi eksternal. Exchange rate maupun harga avtur kan tidak bisa dikontrol. Kami juga tidak bisa minta Pertamina untuk terus-terusan kasih diskon, bukan begitu caranya kan,” ungkapnya.
Menanggapi ini, Analis Independen Bisnis Penerbangan Nasional Gatot Rahardjo mengatakan, maskapai penerbangan memang tengah dalam masa recovery pasca pandemi Covid-19. Dan saat ini bisnisnya belum sepenuhnya pulih.
Karena itu, tidak heran bila sejumlah maskapai kini mulai menyuarakan soal peninjauan ulang soal tarif tiket pesawat. Apalagi belum pernah ada penyesuaian tarif dalam lima tahun terakhir.
Belum lagi 2024 merupakan tahun politik, yang biasanya Pemerintah tidak melakukan penyesuaian harga, seperti harga Bahan Bakar Minyak (BBM), termasuk tiket pesawat.
“Ya, bisa dibilang memang sudah waktunya ada penyesuaian tarif untuk tiket pesawat,” ujar Gatot, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Baca juga : DPRD Patok Peserta Nggak Nganggur Lagi
Ia menuturkan, penyesuaian tarif untuk tarif batas atas ini sempat dibahas di kementerian terkait. Hanya saja, masih belum ada keputusan final.
“Sekarang pertanyaannya, apakah mau aturan tarifnya yang diubah atau pakai fuel surcharge?” ujarnya.
Menurut Gatot, ada beberapa hal yang turut mempengaruhi perubahan tarif pesawat, salah satunya soal biaya avtur.
“Aturan (besaran tarif) dibuat tahun 2019, harga avtur masih Rp 9.000-an saat itu. Sekarang sudah berapa per barelnya,” katanya.
Belum lagi soal fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Baca juga : Manchester City Vs Manchester United, Duel Panas Berburu Gelar
“Pilihannya memang harus ada perubahan tarif. Kondisi ini tidak cuma dihadapi Garuda Indonesia, tapi juga dirasakan maskapai lain,” ucapnya.
Dihubungi terpisah, Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan, pihaknya bersama maskapai penerbangan terus berdiskusi soal besaran tarif pesawat saat ini.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.