Sebelumnya
“Ya (peninjauan ulang soal TBA) masih dalam pembahasan,” akunya singkat kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Ia tak menampik, jika ada maskapai penerbangan yang masih membukukan rugi.
Akumulasi kerugian itu, kata dia, terjadi akibat beban usaha yang ditunda pembayarannya selama masa pandemi Covid-19. Dan saat ini terdapat tantangan global supply chain untuk proses pemulihan armada.
Tak hanya itu, tantangan volatilitas harga avtur dan fluktuasi kurs juga harus diperhatikan dengan cermat.
“Tren peningkatan penumpang sudah membaik dari tahun ke tahun, walaupun secara umum maskapai belum memperoleh laba. Namun, berhasil memperkecil kerugian,” katanya.
Baca juga : Luhut: Mereka Yang Bully Nggak Senang Kita Maju
Ia juga melihat, adanya biaya operasional pesawat yang cenderung naik, baik pada biaya langsung maupun tidak langsung.
Karenanya, dalam menyikapi persoalan ini, harus tetap memperhatikan share biaya bahan bakar, sewa pesawat dan perawatan pesawat.
Mengingat semua biaya tersebut 80 persen pembayarannya menggunakan dolar AS. Sedangkan pemasukan yang diperoleh maskapai dalam mata uang rupiah. Sehingga cenderung tidak dapat menjual tiket pada harga Tarif Batas Bawah (TBB).
Untuk itu, imbuh Adita, Pemerintah telah mengatur besaran TBA sampai dengan TBB sebagai bentuk perlindungan kepada konsumen. “Hal ini agar tidak dibebani biaya-biaya di luar kewajaran. Dan ini didasarkan pada Undang-Undang (UU) Penerbangan,” terangnya.
Di kesempatan berbeda, Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (Ditjen Hubud) Kemenhub Cecep Kurniawan mengatakan, dalam penyusunan Rencana Strategis (Renstra) periode 2025-2029, ada sejumlah isu strategis yang perlu dikedepankan dalam lima tahun mendatang.
Baca juga : DPRD Patok Peserta Nggak Nganggur Lagi
“Di antaranya terkait evaluasi harga tiket pesawat,” ujar Cecep saat membuka kegiatan FGD (Focus Group Discussion), di Jakarta, Kamis (16/5).
Selain itu, masih ada isu strategis lainnya, seperti pengembangan konsep hub dan spoke, pengembangan seaplane/waterbase, dan peningkatan kinerja infrastruktur logistik (pelayanan kargo, khususnya di wilayah Timur).
Serta kapasitas dan ekspansi jumlah penumpang, hingga konektivitas dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan lainnya.
Ia menerangkan, setelah tiga tahun terdampak pandemi Covid-19, industri penerbangan dalam negeri mulai berangsur pulih.
Pada November 2023, Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) sempat mengusulkan kepada Pemerintah, agar meniadakan tarif batas atas tiket pesawat. Dan nantinya harga tiket pesawat diserahkan kepada mekanisme pasar.
Baca juga : Manchester City Vs Manchester United, Duel Panas Berburu Gelar
Saat itu, Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja mengungkapkan, tren dan dinamika industri penerbangan saat ini tidak terlepas dari harga avtur dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
“Kedua faktor eksternal tersebut, sulit untuk dikontrol oleh industri,” tukasnya. IMA
Artikel ini tayang di Harian Rakyat Merdeka Cetak, Halaman 9, edisi Jum'at, 24 Mei 2024 dengan judul "Harga Avtur Dan Nilai Kurs Sudah Naik, Garuda Minta Tarif Pesawat Dievaluasi"
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.