RM.id Rakyat Merdeka - Peneliti Senior dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), J Kristiadi menilai, pelaksanaan Pemilu serentak 2024 wajib direvisi. Pemilu borongan semacam ini, menurutnya belum pernah ada di dunia.
Kristiadi khawatir, Pemilu yang akan digelar serentak di 500 lebih daerah akan lebih banyak mudharat daripada manfaatnya.
Baca juga : Banyak Mudaratnya, Roaming Nasional Tak Perlu Diterapkan
Apalagi pemilihan legislatif (pileg), pemilihan kepala daerah (Pilkada) hingga pemilihan presiden (Pilpres) dijadikan satu.
"Wajib direvisi, karena pemilu 2024 itu semua jadi satu. Ada 7 kotak yang saya yakin orang tidak akan cermat untuk memilih. Jadi apa gunanya?" ujar Kristiadi dalam Webinar yang bertajuk "Mengembalikan Khittoh Peran Partai Politik Dalam Sistem Negara Hukum Indonesia", Rabu (24/3).
Baca juga : PKS Nolak Pilkada Serentak 2024
"Pemilu bareng, pengurus partai pun gak bisa bernafas juga," sambungnya.
Pemilu serentak 2024 itu diatur dalam UU Pemilu Nomor 7 tahun 2017. Seruan agar UU tersebut direvisi sempat menguat. Sayangnya, sidang paripurna DPR sudah memutuskan RUU Pemilu tidak masuk lagi di program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2021.
Baca juga : Muhammadiyah Dan MUI: Batalkan Pak Presiden!
Presiden Jokowi, menurut Menteri Sekretaris Negara Pratikno juga menyampaikan tak berniat untuk merevisi UU tersebut. Baik UU Pemilu maupun UU Pilkada. [SAR]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.