Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
- Muhammadiyah Idul Fitri 31 Maret 2025, Tahun Depan Beralih Dari Hisab Ke KHGT
- Kemenag Resmikan Program Beasiswa Zakat, Dorong Mustahik Lebih Berdaya
- Penerbangan Di Bandara Heathrow Inggris Sudah Mulai Pulih
- Legenda Tinju Dunia Big George Meninggal Dalam Usia 76 Tahun
- Siapkan 30 Ribu Rumah Nakes, Menteri PKP Rajin Tebar Rumah Subsidi
Terobosan untuk Pendidikan Indonesia: Fokus pada Subyek Guru
Rabu, 25 Desember 2024 17:00 WIB

Pendidikan Indonesia tengah berada di persimpangan tantangan besar. Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan, terutama dalam hal skor PISA (Programme for International Student Assessment), terus menjadi tantangan serius. Dibandingkan negara tetangga seperti Singapura dan Vietnam, posisi Indonesia masih jauh tertinggal. PISA sendiri mengukur kemampuan siswa dalam literasi, matematika, dan sains—tiga elemen kunci yang mencerminkan kualitas pendidikan suatu negara.
Jika kita melihat data, skor Singapura begitu mencolok. Literasi mereka mencapai angka 543, sementara matematika bahkan menembus 575. Vietnam tidak jauh tertinggal, dengan literasi di angka 462 dan sains 472. Sementara itu, Brunei Darussalam mencatat skor literasi 429 dan sains 446. Malaysia berada sedikit di bawahnya dengan literasi 388 dan sains 416. Thailand menyusul dengan literasi 379 dan sains 409.
Di mana posisi Indonesia? Skor literasi kita hanya 359. Dengan matematika berada di angka 366. Meski masih di atas Filipina (347 untuk literasi), posisi ini jelas tidak menggembirakan. Bahkan Kamboja, dengan skor literasi 329, semakin mendekati kita. Fakta ‘menyedihkan’ ini menandai urgensi untuk direspons lebih serius. Salah satu cara strategis yang perlu ditempuh adalah memastikan guru yang paling mumpuni ditempatkan di fase-fase transisi pendidikan, seperti kelas 1, 7, dan 10.
Pentingnya Guru di Titik Transisi Siswa
Setiap jenjang pendidikan memiliki tantangan unik, tetapi fase transisi menjadi momen paling krusial. Pada titik ini, siswa menghadapi perubahan besar yang memengaruhi pola pikir dan perkembangan belajar mereka.
Baca juga : Tingkatkan Kualitas Pendidikan, Pemkab Langkat Hadirkan Smartboard Untuk Siswa
Pada kelas 1, misalnya, siswa mulai mengenal dunia pendidikan formal. Guru di tahap ini bukan hanya mengajarkan literasi dan numerasi dasar, tetapi juga membantu siswa menanamkan rasa percaya diri, pola belajar yang baik, semangat kreatif, kritis, dan penancapan nilai-nilai positif. Fondasi ini akan memengaruhi bagaimana mereka menyerap pelajaran di jenjang berikutnya.
Berlanjut ke kelas 7, siswa menghadapi transisi dari SD ke SMP. Di sini, mereka mulai belajar disiplin ilmu yang lebih kompleks, seperti sains dan geografi serta ilmu lain yang mengumpan kebutuhan masa depan mereka. Fase ini juga bertepatan dengan perubahan psikologis dan sosial siswa, seperti pencarian jati diri dan pengaruh teman sebaya. Guru di fase ini harus mampu membimbing siswa tidak hanya secara akademik, tetapi juga dalam aspek sosial dan emosional. Kemampuan sosial-komunikasi-psikologis begitu penting untuk guru-guru di fase ini.
Sementara itu, kelas 10 menjadi pintu gerbang ke jenjang pendidikan menengah atas. Di tahap ini, siswa mulai diarahkan untuk memilih jalur pendidikan atau karier yang sesuai dengan potensinya. Guru yang kompeten harus bisa membantu siswa menemukan kekuatan mereka, dan membimbing mereka untuk berdialektika dengan kehidupan di lingkungan sosial mereka, memberikan motivasi, dan mempersiapkan mereka menghadapi tantangan masa depan.
Belajar dari Praktik Negara Lain
Negara-negara seperti Singapura memberikan perhatian besar pada pengembangan profesional guru. Pelatihan mereka difokuskan pada teknik mengajar yang efektif, pendekatan motivasional, hingga cara menghadapi siswa dengan kebutuhan khusus. Sebaliknya, sering jika ada pelatihan guru di Indonesia masih cenderung bersifat umum tanpa memperhatikan kebutuhan khusus jenjang pendidikan tertentu.
Baca juga : Dubes Jepang Untuk Indonesia Masaki Yasushi Beri Penghargaan Kepada Dua Profesor IPB
Kondisi ini diperburuk oleh rendahnya kompetensi guru di beberapa wilayah. Banyak guru yang merasa belum siap menghadapi tantangan kelas, terutama di fase-fase transisi. Bahkan kenaikan kelas bukan lagi sebuah hasil dari penanaman karakter dan pembudayaan iklim akademik, tetapi lebih karena tuntutan formal bahkan administratif. Akibatnya, siswa kehilangan kesempatan untuk mendapatkan bimbingan terbaik pada masa-masa paling krusial dalam pendidikan mereka.
Sejumlah Usulan
Dengan membasiskan pada berbagai tantangan ini, diperlukan langkah alternatif untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, yakni dengan pendekatan kelembagaan, di mana reformasi kualitas guru menjadi titik tumpu.
Berikut beberapa strategi yang bisa diterapkan. Pertama, menempatkan guru berpengalaman di fase transisi. Guru yang mengajar di kelas 1, 7, dan 10 haruslah mereka yang memiliki kompetensi tinggi, pengalaman, serta kemampuan memahami aspek sosial dan psikologis siswa, serta memiliki prestasi sosial-akademik yang tervalidasi secara publik.
Kedua, mengingat tanggung jawab yang luar biasa, maka guru di fase ini harus diberikan insentif lebih. Karena itu, guru yang ditugaskan di fase transisi perlu mendapatkan apresiasi berupa insentif melimpah, sebagai penghargaan atas prestasi dan keunggulan kualitas pribadinya. Hal ini bertujuan untuk menegaskan betapa pentingnya peran mereka dalam membentuk generasi penerus bangsa.
Baca juga : Imbauan Prabowo, Stasiun TV Siarkan Lagu Indonesia Raya Serentak
Ketiga, meningkatkan guru dengan pelatihan berstandar internasional. Hal ini mengacu pada praktik terbaik dari negara-negara maju, di mana pelatihan ini tidak hanya meliputi teknik mengajar, tetapi juga strategi memahami kebutuhan siswa dan mengelola kelas secara efektif.
Keempat, pendekatan berbasis data. Di mana setiap kali ada kebijakan pendidikan, selalu harus didasarkan pada data sosial dan akademik siswa. Dengan cara ini, setiap intervensi dapat disesuaikan dengan kebutuhan spesifik tiap jenjang pendidikan.
Kesimpulan
Memperbaiki mutu pendidikan Indonesia adalah pekerjaan bersama yang memerlukan komitmen kuat. Guru, sebagai pilar utama pendidikan, harus diberdayakan secara maksimal. Guru berkualitas tinggi harus ditempatkan di posisi strategis, sambil diberikan insentif, dan melatih mereka dengan pendekatan terbaik. Strategi ini bisa merupakan langkah awal menuju perubahan. Dengan usaha yang konsisten, Indonesia tidak hanya mampu meningkatkan skor PISA, tetapi juga membangun generasi yang tangguh, kreatif, dan siap menghadapi tantangan global. [*]

Dr. Tantan Hermansah
Pengajar Sosiologi Perkotaan, Ketua Prodi Magister Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta
Pengajar Sosiologi Perkotaan, Ketua Prodi Magister Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya