Dark/Light Mode

SPKS Harap Pemerintah Tinjau Kembali Rencana Kenaikan Tarif Pungutan Ekspor CPO

Selasa, 31 Desember 2024 18:15 WIB
Foto: Ist.
Foto: Ist.

RM.id  Rakyat Merdeka - Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) berharap Pemerintah meninjau kembali rencana menaikkan pungutan ekspor minyak sawit mentah (CPO) untuk mendukung kebijakan penerapan mandatori biodiesel B40 awal tahun 2025 mendatang.

Rencana yang akan mulai diberlakukan pada pada 1 Januari 2025 ini, pungutan Ekspor (PE) CPO dinaikkan dari 7,5 persen menjadi 10 persen berdasarkan harga referensi Kementerian Perdagangan RI.

Ketua Umum SPKS Sabarudin mengatakan, menaikkan tarif PE CPO menjadi 10 persen bukanlah opsi pilihan terbaik.

Kenaikan pungutan PE justru dinilai sangat merugikan petani sawit.

Berdasarkan penelusuran SPKS selama ini, setiap beban ekonomi termasuk pajak dan pungutan ekspor, yang dibebankan kepada perdagangan CPO akan diteruskan hingga petani kelapa sawit sebagai mata rantai ekonomi terendah.

“Kami memperkirakan dengan kenaikan tarif PE sebesar 2,5 persen ini, akan terjadi penurunan harga di TBS petani kelapa sawit berkisar Rp 300 hingga Rp 500 per kg TBS,” ungkap Sabarudin, Selasa (31/12/2024).

Baca juga : Pemerintah Diminta Segera Undangkan PP Aset Kripto

Pungutan Ekspor (PE) selama ini dikelola oleh BPDPKS, dengan penggunaan sebesar 90 persen untuk subsidi perusahaan-perusahan yang ditugaskan untuk memproduksi biodiesel.

Jadi, menurut Sabarudin, yang diuntungkan dengan pungutan ekspor itu hanya perusahan-perusahan yang bermain di industri biodiesel.

Dengan adanya kenaikan pungutan ekspor CPO dalam jangka pendek, petani akan kesulitan dalam melakukan praktik budidaya terbaik karena tidak mampu untuk membeli pupuk dengan harga yang tinggi sementara harga TBS rendah.

Perawatan tanaman juga tidak akan maksimal karena harga yang terus naik. Akibat jangka panjang, perkebunan kelapa sawit milik petani akan terbengkalai dan tidak terawat, produktivitas petani sawit akan rendah.

Hal ini akan berdampak terhadap rendahnya produksi TBS dari petani sawit yang akan berdampak pada bahan baku dari program biodiesel yang membutuhkan bahan baku yang semakin besar.

Selain itu, akan berdampak pada penerapan sertifikasi ISPO yang juga menjadi program dari pemerintah.

Baca juga : Wibi Andrino: Saya Tolak Rencana Kenaikan Tarif Ini

“Bak buah simalakama, rencana kenaikan tarif PE menjadi 10 persen ini, menurut SPKS harus ditinjau kembali dan tidak dilakukan pemerintah, karena akan merugikan petani sawit dan pemerintah sendiri,” harap Sabarudin.

SPKS menyarankan kepada Pemerintah untuk membedah lebih dalam tentang industri biodiesel nasional, termasuk penggunaan teknologinya lantaran penggunaan dana BPDPKS yang terlalu besar, hingga 90 persen.

Melalui keterbukaan informasi dan keterlacakan bahan baku yang bersumber dari petani sawit, maka harga produksi biodiesel akan dapat ditelusuri lebih lanjut.

Sehingga, model insentif (subsidi) biodiesel bisa dihitung kembali dan dibuat rumusan baru.

“Pentingnya melibatkan TBS petani sawit sebagai bahan baku dalam produksi biodiesel, akan menghemat biaya subsidi yang dikeluarkan pemerintah melalui BPDPKS, sehingga tidak perlu menaikkan tarif PE CPO,” tuturnya.

SPKS juga menyoroti adanya kelemahan dalam pengelolaan yang dilakukan BPDPKS.

Baca juga : Hadapi Kasus KPK, Hasto: Jangan Pernah Takut Membela Kebenaran

Berdasarkan Laporan Semester I Tahun 2024, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI melaporkan adanya berbagai kelemahan dalam pengelolaan dana BPDPKS, terutama dalam keberlanjutan dana insentif biodiesel, yang akan segera meningkat dari B35 menjadi B40 pada 1 Januari 2025.

Berdasarkan definisi BPK RI, Insentif Biodiesel merupakan program yang diberikan untuk membantu menutup selisih harga antara biodiesel dan solar.

Rincian kelemahan BPDPKS pada Laporan BPK RI, juga dapat dilihat pada lampiran B3, yang berisi adanya jumlah temuan sebanyak 33 dengan jumlah permasalahan sebanyak 90 dan nilai temuan sebesar Rp. 14,6 miliar.

Sedangkan penggunaan dana BPDPKS sendiri, sebanyak 90 persen digunakan sebagai dana insentif biodiesel dan dianggap melebihi dari ketentuan pemerintah.

SPKS menyerukan kepada para pemangku kepentingan penyelenggara negara, khususnya Kementerian Keuangan RI, untuk terlebih dahulu menyelesaikan permasalahan yang ada, berdasarkan Laporan BPK RI yang memberikan rekomendasi sejumlah 145.

Termasuk, melakukan penyesuaian terhadap besaran insentif biodiesel, berdasarkan ketentuan pemerintah yang berlaku.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.