Dark/Light Mode

Kisah Jemaah Muda Gantikan Orang Tua: Perasaan Campur Aduk, Gembira Sekaligus Sedih

Sabtu, 17 Mei 2025 08:38 WIB
Inayatul mendampingi ayahnya, Syafaruddin Pagising, menunaikan ibadah haji. Inayatul menggantikan ibunya yang wafat. (Foto: MCH 2025).
Inayatul mendampingi ayahnya, Syafaruddin Pagising, menunaikan ibadah haji. Inayatul menggantikan ibunya yang wafat. (Foto: MCH 2025).

RM.id  Rakyat Merdeka - Tidak semua jemaah haji Indonesia berusia senja. Ada juga yang muda-muda. Kebanyakan mereka datang ke Tanah Suci menggantikan orang tuanya yang wafat. Perasan mereka pun campur aduk. Bahagia karena bisa berhaji, sedih karena orang tuanya sudah meninggal dunia.

Salah satunya dialami Aisyah Fitriana (23 tahun), jemaah haji Kelompok Terbang (Kloter) 1 Embarkasi Batam (BTH-1). Dia berangkat ke Tanah Suci bersama ibunya, Paonirawati (59 tahun).

Saat berbincang dengan Media Centre Haji (MCH) di Hotel Mizab Al Adl, Makkah, Aisyah tak menyangka akan menatap Ka'bah di usia muda. Matanya berkaca-kaca karena haru. Namun, dia juga sedih, karena perjalanan suci ini seharusnya dilakukan oleh ayahnya, Ngatjimi. Namun takdir Ilahi berkata lain.

Dua tahun lalu, Ngatjimi berpulang ke rahmatullah. Jauh sebelum wafat, Ngatjimi dan Paonirawati sudah mendaftar haji. Kepergian Ngatjimi pun meninggalkan luka mendalam di hati Aisyah dan Paonirawati.

"Gembira sekaligus sedih. Seharusnya yang berangkat tahun ini adalah almarhum bapak," lirih Aisyah.

Di lobi hotel yang ramai, Aisyah tak pernah sedikit pun menjauh dari ibunya. Dia menjadi sandaran, menjadi penguat bagi ibunda.

Baca juga : Israel Makin Edan

Bagi Aisyah, setiap langkahnya di Tanah Suci selalu membawa doa dan kerinduan. Untuk itu, Aisyah akan menjadikannya perjalanan haji ini tak hanya spiritual, namun juga penuh dengan makna kemanusiaan yang mendalam.

Kisah lainnya datang dari Inayatul (28 tahun). Dia berangkat haji bersama ayahnya, Syafaruddin Pagising (57 tahun). Posisinya menggantikan ibunya, Darmin Majid, yang wafat pada 2021.

Tim MCH bertemu dengan Inayatul di Jabal Uhud, Madinah. Di tengah sengatan matahari yang mencapai 39 derajat saat situ, Inayatul setia mendampingi ayahnya, Syafaruddin Pagising.

Suara Inayatul bergetar saat mengisahkan kepergian ibunya. Air mata mengalir deras tanda kesedihan mendalam.

"Kebetulan saya menggantikan ibu. Haji ini kan perjalanan spiritual ya, jadi amat dalam ke hati," lirih Inayatul.

Inayatul sesekali menyandarkan kepalanya ke pundak sang ayah. Keputusan Inayatul untuk menunaikan ibadah haji bersama ayahnya bukanlah hal yang mudah. Dia baru tiga minggu mengarungi bahtera rumah tangga. Dia harus rela berpisah sementara dengan suami. "Harapannya pulang ke suami dalam keadaan sehat walafiat," ujarnya.

Baca juga : Gibran Harapkan Ormas Jadi Mitra Bangun Bangsa

Inayatul berprofesi sebagai dokter umum yang bertugas di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan sejak 2024. Dia berangkat memenuhi panggilan suci dari Allah SWT, untuk mewujudkan impian almarhumah ibunda.

Syafaruddin, dengan suara lembut, lalu berbagi kisah perjuangan dengan almarhum istrinya. Mereka merantau ke Malaysia pada 1996 sebagai pekerja migran. Impian untuk menunaikan ibadah haji bersama mulai mereka rajut pada 2011. Namun, takdir berkata lain. Sang istri tercinta lebih dulu menghadap Sang Khalik di bumi rantau.

"Istri saya meninggal di Malaysia. Saya kebumikan di Bulukumba, selepas itu saya urus surat di Kementerian Agama agar hajinya digantikan anak saya," tutur Syafaruddin, dengan haru.

Kisah haru lainnya datang dari Alfian (24 tahun), jemaah haji asal Warakas, Jakarta Utara. Saat berbincang dengan Tim MCH, matanya berkaca-kaca.

"Perasaannya campur aduk. Senang sekaligus sedih. Karena saya berangkat ini untuk menggantikan ayah," ucap Alfian, dengan suara lirih.

Alfian bercerita, ayahnya telah mempersiapkan segala keperluan ibadah haji, bahkan sempat mengikuti manasik. Namun, impian mulia itu terhenti ketika ayahnya menghembuskan napas terakhir pada Desember 2024.

Baca juga : Kemenkomdigi Blokir 1,3 Juta Situs Judol

Meski duka mendalam masih terasa, Alfian mencoba menguatkan diri. Kesempatan berharga untuk menunaikan rukun Islam kelima bersama ibunya, Rabia (43 tahun), ingin dia jadikan pengalaman terbaik.

"Sekarang, alhamdulillah bisa menemani ibu. Mudah-mudahan ibadah kami menjadi haji yang mabrur," harapnya, yang diamini oleh sang ibu.

Rabia tak kuasa menahan haru saat mendengar penuturan Alfian. Beberapa kali dia terlihat mengusap matanya. "Saya senang sekali bisa di sini," ujarnya, singkat.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.