Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

FISIP UAI Gelar Simposium Internasional Media Digital Dan Demokrasi

Rabu, 26 Oktober 2022 13:25 WIB
Simposium internasional Universitas Al Azhar Indonesia dengan tema Development and Democratization in Algorithm World, secara hybrid, Selasa (25/10). (Foto: Dok. UAI)
Simposium internasional Universitas Al Azhar Indonesia dengan tema Development and Democratization in Algorithm World, secara hybrid, Selasa (25/10). (Foto: Dok. UAI)

RM.id  Rakyat Merdeka - Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) menggelar simposium internasional dengan tema "Development and Democratization in Algorithm World" secara hybrid, Selasa (25/10). Simposium digelar dalam rangka memperingati 20 tahun UAI. Kegiatan disiarkan langsung secara online dari UAI Jakarta.

Simposium ini menghadirkan Angela Romano, mantan jurnalis dan Associate Professor of Journalism di Queensland University of Technology in Australia; Prof Ang Peng Hwa dari Nanyang Technological University, Singapura; Manoj Kumar Panigrahi dari Jindal School of International Affairs, India; Yuherina Gusman dari Fakultas Hubungan Internasional UAI; Mohamad Ghozali Moenawar dari Fakultas Ilmu Komunikasi UAI; dan Muchammad Nasucha dari Fakultas Ilmu Komunikasi UAI.

Dalam paparannya, Angela Romano menerangkan, media digital dengan segala kompeksitasnya berpotensi mengurangi kemampuan jurnalis untuk melayani demokrasi dan pembangunan. Dalam konteks jurnalis perempuan, misalnya, survei Reporters Without Borders terhadap 150 jurnalis di 120 negara menemukan bahwa media digital digunakan untuk mengancam atau melecehkan jurnalis perempuan.

‘’Sekitar 73 persen (jurnalis perempuan) diancam atau diserang melalui email atau media sosial, sekitar 48 persen jurnalis perempuan menyensor diri sendiri dan lebih memilih menghindari menyebutkan subjek tertentu,’’ papar Angela, dalam acara yang dihadiri sekitar 480 peserta melalui Zoom Meeting dan siaran langsung YouTube, seperti keterangan yang diterima redaksi, Rabu (26/10).

Angela lalu menggambarkan salah satu dampak buruk dari perkembangan agresif media digital, algoritma, dan artificial intelligence (AI) terhadap pembangunan demokrasi, termasuk di bidang pers.

Baca juga : Kang Emil Bangga Konferensi Internasional MPR Digelar Di Bandung

Faktanya, demikian juga dikemukakan pembicara Prof Ang Peng Hwa. Menurutnya, saat ini kehidupan tidak bisa dilepaskan dari algoritma dan AI. Sebagaimana umumnya hasil inovasi teknologi, pengaruh algoritma dan AI terhadap kehidupan masyarakat hari ini tidak selalu baik.

"Maka dalam konteks pembangunan demokrasi, misalnya, dibutuhkan refleksi, pendekatan dan pemahaman yang terus menerus diperbaharui dalam melihat hubungan dunia digital dengan demokrasi dan pembangunan sosial politik,’’ kata Ang.

Menurutnya, ada beberapa tantangan terkait algoritma dan AI yang harus dicermati. Misalnya soal ketersediaan data dan kesadaran diri.

"Selalu ingat bahwa AI tidak akan pernah bisa menjelaskan mengapa ia melakukan apa yang lakukan. Dan algoritma adalah kotak hitam yang tidak mudah dipahami,’’ paparnya lagi. Selebihnya, Prof Ang mengingatkan bahwa bagaimanapun algoritma sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat yang tumbuh sangat progresif dengan potensi baik dan buruknya.

"Kita perlu menemukan pendekatan baru untuk meminimalkan yang buruk dan memaksimalkan yang baik. Jika kita percaya demokrasi adalah bentuk pemerintahan terbaik, kita harus waspada untuk memainkan peran kita untuk memeriksa algoritma,’’ terangnya.

Baca juga : KSPSI Ikuti Konferensi Buruh Internasional Di Turki

Senada dengan Ang, Angela juga memaparkan hal-hal yang patut disyukuri dari kenyataan di era digital, sekaligus tetap waspada terhadap dampak buruknya. Bagi kegiatan jurnalisme misalnya, Angela menggambarkan bahwa era digital memungkinkan wartawan bekerja efektif dan efesien dalam wawancara, pengecekan fakta, dan deteksi isu terkini. Saat yang sama, respons publik juga bisa dengan cepat diperoleh hingga memudahkan jurnalis menentukan langkah-langklah penting dalam pengelolaan isu.

Namun, di sisi lain, juga dibutuhkan refleksi yang intens terkait dengan kerja-kerja jurnalisme mengingat tantangan dunia digital menghadirkan kerumitan tersendiri. Salah satu yang patut untuk selalu direnungkan adalah peran jurnalis sebagai agen pemberdayaan. Angela menyebut ini sebagai salah satu model jurnalisme pembangunan.

"Intinya, wartawan fokus pada pembebasan, yakni membangun martabat manusia, kesetaraan, dan peluang bagi semua orang. Harus aktif terlibat dan memberdayakan masyarakat biasa, juga berusaha membangun kemandirian masyarakat dan demokrasi partisipan,’’ kata Angela.

Dalam konteks ini, Angela juga mengingatkan agar arus informasi ditekankan dari bawah ke atas dan horisontal. Selain itu, jurnalisme digunakan untuk membantu individu memahami penyebab ketidakadilan sosial, mengorganisir tindakan untuk mengubah masyarakat.

"Bagi saya, media bukanlah pendidik. Tapi media harusnya menjadi fasilitator yang membantu masyarakat untuk memimpin," katanya.

Baca juga : PIP Makassar Gelar Konferensi Maritim Internasional

Sementara, Yuherina Gusman mengupas perspektif perkembangan teknologi dan media digital dari sisi kesempatan dan kemudahan yang dihadirkan bagi migran dan keluarga untuk berkomunikasi selama terpisah jarak. Kemudian pandangan Mohamad Ghozali Moenawar tentang masa depan komunikasi hybrid dalam posisi sentral terkait dengan paradigma dan praktik demokrasi serta pembangunan.

Seluruh pembicara memiliki benang merah yang sama dalam membahas komunikasi, demokrasi, dan pembangunan media digital. Hal ini sejalan dengan pemetaan yang dilakukan Muchammad Nasucha dan tim mengenai hasil penelitian civitas akademika FISIP UAI selama 20 tahun terakhir. Pemetaan menunjukkan bahwa isu komunikasi dan media digital memiliki keterikatan yang kuat dengan demokrasi dan pembagunan dalam berbagai riset civitas akademika FISIP UAI tersebut.

Dalam kesempatan ini, panitia menyampaikan penghargaan khusus kepada pendiri FISIP UAI, Prof Yahya Muhaimin (alm) yang juga Menteri Pendidikan Nasional di era Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.