Dark/Light Mode

Penggiat Medsos Jangan Jadi Penyebar Hoaks Pemilu

Kamis, 26 Januari 2023 19:21 WIB
Kadiv Humas Polri Irjen Pol. Prof. Dedi Prasetyo saat diskusi bertema Menampik Berita Bohong, Ujaran Kebencian, Politik Identitas dan SARA Pada Pemilu 2024 di Jakarta, Kamis (26/1). (Foto: Istimewa)
Kadiv Humas Polri Irjen Pol. Prof. Dedi Prasetyo saat diskusi bertema Menampik Berita Bohong, Ujaran Kebencian, Politik Identitas dan SARA Pada Pemilu 2024 di Jakarta, Kamis (26/1). (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan Polri mengingatkan penggiat media sosial (medsos) jangan jadi aktor penyebar hoaks pemilu.

Hal itu disampaikan dalam dialog publik bertajuk 'Menampik Berita Bohong, Ujaran Kebencian, Politik Identitas dan SARA Pada Pemilu 2024' di Jakarta, Kamis (26/1).

Kadiv Humas Polri Irjen Pol. Prof. Dedi Prasetyo yang menginisiasi acara tersebut mengajak semua pihak untuk bijak, belajar dari pengalaman sebelumnya agar suasana politik tetap teduh dalam pelaksanaan Pemilu 2024.

"Sudah cukup dengan pengalaman masa-masa lalu mari kita bijak menjaga suasana tetap kondusif menjelang Pemilu 2024," kata Dedi dalam sambutannya.

Ketua KPU Hasyim Asyari mengatakan, medsos menjadi paling dominan ditemukannya hal negatif karena mudah untuk diprovokasi dan diviralkan banyak orang, dan penggiringan opini.

Ia menyebutkan, distribusi informasi terkait Pemilu 2020 cenderung lebih ramai dibicarakan dan banyak beredar di medsos 89 persen, sementara pada media massa 11 persen.

Baca juga : SIM Keliling Jakarta 26 Januari, Hadir Di 5 Lokasi

Menanggapi hal itu, strategi KPU adalah melakukan counter issue di medsos KPU, menampilkan cek fakta hoak di laman kpu.go.id., dan melakukan kerjasama dengan stakehokder terkait.

Namun, Hasyim menganggap perlu adanya aturan yang melibatkan pemilik platform dan kolaborasi multi pihak dalam pembagian peran. Mengutip data Kominfo dan Bawaslu, kata Hasyim, konten ujaran kebencian paling banyak digunakan untuk mempengaruhi pemilih, dan selanjutnya konten disinformasi.

"Dalam patroli kampanye negatif, facebook menjadi medisos paling banyak ditemukan," ungkapnya.

Ia meminta agar media jangan jadi aktor demokrasi. Media, tegas Hasyim, harus jadi media yang sebenarnya. Jangan media yang berafiliasi dengan partai politik.

"Mental saya sudah kuat dalam menghadapi berita-berita media," kata Hasyim terkait berita-berita yang menyudutkan dirinya dalam menjalankan tugas selaku Ketua KPU.

Sementara itu, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja melihat ada kecerobohan atau kesengajaan individu tertentu dalam berkomunikasi yang menyinggung psikologi massa.

Baca juga : SIM Keliling Jakarta 25 Januari, Hadir Di 5 Lokasi

Di sisi lain ada pemahaman yang belum tuntas soal bagaimana menjaga toleransi dan eksistensi tiap identitas dalam ruang lingkup Indonesia.

Untuk itu, kata Rahmat, Bawaslu akan mengoptimalkan pengawasan dengan melibatkan masyarakat dan mengoptimalkan gugus tugas pengawasan.

"Masyarakat harus proaktif mencari kebenaran, turut menyebarkan informasi benar dan positif terkait pemilu, dan melaporkan jika melihat pelanggaran," ucapnya.

Karo Mulmed Mabes Polri Brigjen Pol. Gatot Refly Handoko mengatakan, Pemilu 2024 menjadi atensi publik, sejak 1 Januari sudah ada 3.976 mention tentang Pemilu, di dalamnya didominasi hatespeech atau hoaks.

"Banyak yang menggunakan anonymous (nama samaran)," ungkapnya.

Dia menyebutkan 5 besar hatespeech yang mendominasi narasi medsos, yaitu, sistem Pemilu tertutup adalah kemunduran demokrasi, pernyataan Cak Nun terkait Firaun, WNI China diberi KTP jelang Pemilu, penyelewengan pemerintah dalam UU Desa, dan dugaan manipulasi data oleh KPU.

Baca juga : PTPN III Gandeng Polri Amankan Aset Dan Penegakan Hukum

Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengingatkan untuk media konvensional ada aturan yang jelas, bahwa wartawan harus independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. "Wartawan tidak menyalahgunakan profesi, dan menerima suap," tegas Ninik.

Diakui kata Ninik kecenderungan konglomerasi media dan keterlibatan pemilik media dalam politik memunculkan gejala penyensoran jenis baru.

"Kalau ada media yang menyimpang laporkan saja, Dewan Pers akan memproses setiap pengaduan, dan menjatuhkan sanksi pada setiap pelanggaran," katanya.

Untuk menghindari terjadinya miss persepsi terkait berita hoaks, pakar komunikasi Devi Rahmawati mengatakan, selain counter issue, perlu juga dilakukan komunikasi reguler antara pihak-pihak terkait seperti KPU, Bawaslu dan Polri dengan masyarakat.

"Libatkan tokoh masyarakat yang jadi panutan agar pesannya lebih efektif sampai ke masyarakat," tuturnya. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.