Dark/Light Mode

Buntut Penemuan Uang 1 T Di Rumah Eks Pejabat MA

Wajah Peradilan Menjadi Ternoda

Selasa, 29 Oktober 2024 08:10 WIB
Direktur Penyidikan JAMPidsus Abdul Qohar (kedua kiri) dan Kapuspenkum Harli Siregar (kedua kanan) memberikan konferensi pers perkembangan penyidikan dugaan suap oknum hakim PN Surabaya Kejaksaan Agung (Kejagung RI) di Gedung Kartika, Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat, malam (25/10/2024). (Foto: Dwi Pambudo/RM)
Direktur Penyidikan JAMPidsus Abdul Qohar (kedua kiri) dan Kapuspenkum Harli Siregar (kedua kanan) memberikan konferensi pers perkembangan penyidikan dugaan suap oknum hakim PN Surabaya Kejaksaan Agung (Kejagung RI) di Gedung Kartika, Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat, malam (25/10/2024). (Foto: Dwi Pambudo/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Penemuan uang hampir Rp 1 triliun di rumah eks pejabat Mahkamah Agung (MA) yang diduga ada kaitannya dengan makelar perkara, menodai citra pengadilan, yang selama ini sudah banyak masalah.

Penemuan uang tersebut berawal dari penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung) atas vonis janggal terhadap Ronald Tannur di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Setelah melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap tiga hakim, Kejagung menangkap mantan Kepala Badan Diklat Hukum dan Peradilan MA, Zarof Ricar. Saat menggeledah rumah Zarof, Kejagung menemukan uang Rp 921 miliar dan emas seberat 51 kilogram.

Kejagung menyebut, Zarof merupakan perantara pengurusan perkara kasasi Ronald, terpidana kasus pembunuhan berencana terhadap Dini Sera Afrianti. Di pengadilan tingkat pertama, Ronald dibebaskan tiga hakim PN Surabaya. Belakangan, ketiga hakim ini, terjaring OTT karena diduga menerima suap hampir Rp 20 miliar untuk membebaskan Ronald.

Baca juga : Pindad Terima 4.000 Pesanan, Si Maung Laris Manis

Pengembangan tersebut dilakukan setelah penyidik menetapkan empat tersangka. Yakni tiga hakim PN Surabaya: Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo, sebagai tersangka penerima suap, dan pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat (LR), sebagai pemberi.

Lisa ternyata juga diminta Ronald untuk mengurus perkara di MA, lantaran Jaksa Penuntut Umum mengajukan kasasi atas vonis bebasnya di tingkat PN. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, menerangkan bahwa Lisa menghubungi Zarof untuk membantu pengurusan perkara. Tujuannya, agar MA tetap menyatakan Ronald tidak bersalah dalam putusan kasasinya.

Supaya mulus, Lisa menjanjikan fee sebesar Rp 1 miliar kepada Zarof. Sementara upeti Rp 5 miliar disediakan untuk tiga Hakim Agung yang menangani kasasi. Kejagung pun lalu menggeledah rumah Zarof dan kamar hotel tempat Zarof berlibur di Bali. Hasilnya sungguh mengagetkan. Penyidik berhasil mengamankan emas batangan, uang dolar Singapura, dolar Amerika, euro, dolar Hong Kong, yang jika dikonversi dalam rupiah mencapai Rp 920,9 miliar. Ada juga emas batangan seberat 51 kilogram.

Baca juga : Jokowi Masih Menjadi Magnet Masyarakat

Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil prihatin dengan kasus ini. Dia menyebut, kasus Zarof membuat citra pengadilan semakin buruk. “Kasus ini menjadi indikasi bahwa mafia peradilan masih eksis,” ucap politisi PKS tersebut, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/10/2024).

Dia mendorong Presiden Prabowo Subianto menggunakan momentum ini sebagai ajang bersih-bersih di dunia peradilan. “Presiden Prabowo punya peluang besar di awal masa pemerintahannya untuk menata institusi penegak hukum, agar bebas dari praktik mafia dan korupsi,” ujar Nasir.

Ke Kejagung, Nasir meminta menelusuri asal-usul uang dan emas yang ditemukan di rumah Zarof. Ia menduga, uang itu sengaja disimpan untuk oknum peradilan saat mereka pensiun.

Baca juga : Abdullah Mansyur: Bagus Kalau Ada Pembatasan 2 Periode

Dari temuan ini, Nasir menduga, ada modus baru dari mafia peradilan untuk mengelabui aparat agar terhindar OTT. Mereka tidak langsung menerima suap dalam jumlah besar saat masih menjabat.

“Kejaksaan harus menelusuri asal dan tujuan pemberian uang dan emas ini, serta mengungkap aktor-aktor di balik mafia peradilan tersebut,” ucapnya.

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Zaenur Rohman menyatakan hal serupa. Dia menyatakan, kejadian ini menunjukkan begitu bobroknya dunia peradilan.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.