Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Virtual Police Bukan Alat Represi, Begini Kata Pakar Hukum dan Ahli Digital Forensik

Minggu, 9 Mei 2021 15:41 WIB
Foto: Net
Foto: Net

RM.id  Rakyat Merdeka - Pakar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Teuku Nasrullah menyambut baik kehadiran kehadiran virtual police. Gagasan itu disebutnya merupakan terobosan dari Kapolri Listyo Jenderal Sigit Prabowo dalam merespons kejahatan atau pelanggaran yang terjadi di dunia maya.

Polisi virtual juga digagas Kapolri sebagai respons atas arahan Presiden Joko Widodo agar korps baju cokelat hati-hati menerapkan pasal-pasal dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Polisi virtual bertugas memberikan edukasi kepada masyarakat terkait UU ITE dan berpatroli di dunia maya untuk menegur masyarakat pengguna media sosial jika ada potensi pelanggaran UU ITE.

Namun begitu, Nasrullah mengingatkan agar tidak kebablasan. Jangan sampai, kebebasan berekspresi, mengemukakan pendapat, dan kritik malah terganggu.

"Masukan dan kritik itu wajar dan sangat penting, tetapi kita semua jangan membangun opini yang terlalu gegabah atas program yang sedang ditempuh ini," ujar Nasrullah dalam acara diskusi, Minggu (9/5).

"Marilah kita berpikir positif dulu sambil menyimak dan mengkritisi perjalanannya sembari memberi masukan-masukan konstruktif untuk perbaikannya di sana-sini,” imbaunya.

Nasrullah juga mengemukakan bahwa permasalahan dunia siber, tugas dan peran kepolisian selain menindak kejahatan komputer (computer crime) juga menindak kejahatan terkait komputer (computer-related crime).

Dalam bagian computer-related crime itulah terdapat kejahatan berupa ujaran kebencian, penistaan, hingga penghinaan terhadap simbol negara, orang-pribadi hukum yang dilakukan di dunia maya.

"Perbuatan melanggar hukum itu yang dulu dapat terjadi dalam kehidupan keseharian, sekarang juga terjadi, tetapi ada di dunia digital. Inilah yang negara ini harus peduli dan berproses untuk mengatasi masalah, dalam upaya membangun ketertiban kehidupan berbangsa dan bernegara," tuturnya.

Baca juga : Polri Dan Satgas Covid Apresiasi Lancarnya Pelaksanaan Piala Menpora

Nasrullah mengimbau, masyarakat tidak perlu merasa ketakutan dengan peringatan virtual polisi, bahkan harus berterima kasih dengan bergesernya politik hukum di bidang penegakan hukum. 

Yang semula langsung diproses, sekarang mengedepankan pendidikan dan pembelajaran kepada masyarakat dengan diingatkan jika ucapan, tulisan, dan tindakannya salah dan bersentuhan dengan hukum.

"Masyarakat, khususnya sebagian besar warganet sangat kesal dengan pelaku kejahatan computer-related crime berupa penistaan, penghasutan, ujaran kebencian sampai penyebaran berita bohong. Setelah pelakunya diproses, mereka dilepaskan dengan cukup meminta maaf dengan materai 6.000. Sebagian menerimanya. Namun bagaimana dengan korbannya. Benar kan?” ungkap dosen Pidana Universitas Indonesia asal Aceh ini.

Dengan kondisi yang ada seperti itu, Nasrullah berharap upaya Polri melalui polisi virtual dapat dikategorikan sebagai upaya membangun ketertiban.

"Mari kita jaga dan kawal bersama agar virtual polisi ini tidak didesain untuk mencari-cari kesalahan orang. Tetapi, mengingatkan masyarakat bahwa perilaku kita di dunia maya harus tertib, dengan cara kita harus tertib sejak dalam pikiran, inilah tugasnya polisi virtual," beber Nasrullah.

Senada,  Ahli Digital Forensik Ruby Alamsyah mengungkapkan, dirinya terus memantau efektivitas polisi virtual.

Berdasarkan data yang ia himpun dari Mabes Polri, diketahui data terakhir rekapan hasil pelaksanaan, polisi virtual Dittipidsiber Bareskrim Polri telah mengajukan 419 konten yang berpotensi mengandung ujaran kebencian berdasarkan SARA yang berpotensi melanggar Pasal 28 ayat 2 UU ITE.

Dari jumlah itu, konten yang sudah berstatus PVP berjumlah 274 yang telah lolos verifikasi; 98 tidak lolos verifikasi; dan 47 dalam proses verifikasi.

Sementara itu, dari PVP yang telah lolos verifikasi tersebut, kondisi status peringatan terdiri dari 74 peringatan berstatus dalam proses; 68 peringatan dalam status peringatan pertama; 68 konten dalam status peringatan kedua; 27 peringatan berstatus tidak terkirim; dan 76 peringatan statusnya gagal terkirim.

Baca juga : Bakal Ketemuan Nanti Sore, Ini Yang Bakal Dibahas AHY-Syaikhu

"Data itu menunjukkan bahwa lebih banyak peringatan gagal terkirim. Artinya, pelaku ujaran kebencian itu ternyata akun anonim yang tidak bertanggung jawab," tutur Ruby.

Setelah posting ujaran tidak baik itu, para pemilik akun anonim ini meninggalkan akunnya sehingga tidak bisa dihubungi oleh polisi virtual. "Semoga situasi ini memberikan pemahaman, bahwa masih banyak orang tidak bertanggung jawab di dunia maya," imbuhnya.

Satu-satunya orang Indonesia sekaligus yang pertama menjadi anggota International High Technology Crime Investigation Association (HTCIA) ini menerangkan, polisi virtual memiliki SOP dalam memberikan peringatan.

Dijelaskannya, PVP hanya ditargetkan khusus pada konten-konten yang berisi ujaran kebencian berdasarkan SARA berpotensi melanggar pasal 28 ayat 2 UU ITE.

Adapun mekanisme melaksanakan PVP, pertama polisi meminta pendapat ahli (menghindari subyektifitas). Kemudian, polisi memberikan pesan peringatan pertama. Berikutnya, polisi berikan pesan peringatan kedua. Lalu, polisi melakukan panggilan klarifikasi. Dan terakhir, penindakan berdasarkan restorative justice.

"Saya lihat secara teknis, virtual polisi ini tidak ada yang menyalahi dari aspek teknis digital, dan secara SOP itu clear. Terlihat dari proses verifikasi konten kepada para ahli," tegasnya.

Ruby juga menekankan, upaya Polri dengan peringatan polisi virtual juga selaras dengan kenyataan data hasil riset Microsoft tentang tingkat kesopanan pengguna internet sepanjang 2020.

Dalam laporan berjudul 'Digital Civility Index (DCI)', Indonesia berada di urutan ke-29 dari 32 negara untuk tingkat kesopanan netizen se-Asia Tenggara. Indonesia hanya lebih unggul dari Meksiko dan Rusia.

Riset Microsoft juga menyebutkan ada 3 risiko online terbesar warganet indonesia diantaranya kasus berita bohong alias hoaks dan scam, ujaran kebencian, dan diskriminasi.

Baca juga : Sandiaga Ingin Melacak Persebaran Turis Di Bali

"Survei Microsoft itu menggenapi signifikansi Indonesia memerlukan patroli di dunia maya, sebab sudah lama juga kami memantau dan menganalisis banyak sekali perilaku yang kurang etis di media sosial lahir karena atmosfir komunikasi di media sosial yang kurang baik," jelas Ruby. 

Sementara itu, lanjut Ruby, para pengguna medsos semakin bertumbuh yang diisi generasi milenial dan generasi Z. Generasi usia ini harus dikatakan sebagai generasi pembelajar, yang banyak meniru. Sementara itu, generasi ini menghabiskan banyak waktu di dunia maya.

"Jadi, kami sejak awal sampaikan kepada teman-teman Polri, bahwa tidak bisa UU ITE secara leterlek diberlakukan sehingga terasa menakutkan bagi masyarakat. Karena itu, ketika dibentuk program Virtual Police kami melihat Polri sudah mulai melakukan pendekatan humanis dan edukatif agar angka pelanggaran di dunia siber dapat ditekan oleh literasi digital yang semakin baik,” tegasnya.

Sebagaimana diketahui, dalam program Virtual Police dengan melakukan pendekatan edukatif dan persuasif dalam setiap temuan postingan yang dapat melanggar UU ITE.

Selaras dengan upaya tersebut, Polri juga mengembangkan berbagai program edukasi digital dengan memanfaatkan berbagai akun media sosial yang banyak digandrungi masyarakat, seperti Channel YouTube Siber TV serta Instagram dan Twitter dengan akun @CCICPolri.

"Jika semua upaya sudah ditempuh, menurut saya program pencegahan yang dilakukan Polri ini harus dipandang sebagai upaya berbuat baik. Kuncinya berbuat baik itu bersabar dan bersabar. Pasti dalam perbuatan baik itu ada ujiannya," tandasnya. [QAR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.