Dark/Light Mode

Cegah Diabetes Dan Hipertensi

Awasi Peredaran Makanan Yang Mengandung GGL Tinggi

Sabtu, 6 Juli 2024 07:15 WIB
Wakil Ketua Komisi IX DPR Charles Honoris
Wakil Ketua Komisi IX DPR Charles Honoris

RM.id  Rakyat Merdeka - Senayan memandang perlu regulasi pembatasan peredaran produk pangan olahan danpangan siap saji dengan kandungan kadar gula, garam,dan lemak (GGL) cukup tinggi. Mengingat banyaknya masyarakat mengidap penyakit akibat konsumsi GGL berlebihan.

Wakil Ketua Komisi IX DPR Charles Honoris mengatakan, Indonesia adalah negara tertinggi yang mengkonsumsi minuman berpemanis dalam ka­leng. “Sehingga ada kebutuhan untuk bisa membatasi konsumsi gula, garam, dan lemak apabila ingin menurunkan angka penya­kit tidak menular di Indonesia,” kata dia di Jakarta, kemarin.

Komisi IX DPR, sambung­nya, sepakat membentuk Pani­tia Kerja (Panja) Pengawasan Konsumsi GGL. Panja ingin ada perbaikan arah kebijakan pembatasan konsumsi GGL di masyarakat. “Agenda ini penting sekali kalau kita melihat dari tahun ke tahun, angka penyakit tidak menular semakin tinggi,” tambahnya.

Anggota Komisi IX DPR Edy Wuryanto menambahkan, pihaknya sebenarnya telah men­dorong Rancangan Undang-Undang Pengawasan Obat dan Makanan (RUU POM) turut mengawasi GGL. RUU ini merupakan usul inisiatif DPR dan kini tengah dibahas bersama Pemerintah.

Baca juga : Rumah Barokah Palmerah Jadi Contoh Hunian Sehat

“Saya kira ini cara paling efektif (hadirnya RUU POM) sebagai regulasi paling tinggi. RUU ini periode lalu sudah di­dorong, sekarang sudah masuk pembahasan,” kata Edy.

DPR, lanjutnya, membutuh­kan dukungan lebih banyak lagi dari masyarakat, terutama dari para organisasi profesi dokter, kesehatan, dan ahli gizi masyara­kat agar pembahasan RUU POM ini bisa lebih nendang. Sebab, dalam beberapa rapat terakhir ini, Pemerintah tampaknya ma­sih setengah komplit.

Hal senada dilontarkan anggota Komisi IX DPR Mu­hammad Rizal. Dia mengingat­kan, tren penyakit diakibatkan GGL ini sudah luar biasa, bahkan sudah mulai banyak menjangkiti anak-anak. Penyakit tersebut antara lain, hipertensi dan dia­betes. Dan jika pengawasan peredaran GGL ini tidak dilaku­kan, dana Pemerintah melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS-Kes) bisa jebol.

“BPJS yang kita siapkan ke depan tidak akan mampu lagi meng-cover ini,” katanya.

Baca juga : Belanda Vs Turki, The Orange Bertekad Hapus Sejarah Buruk

Untuk itu, sambung Rizal, harus ada kebijakan menga­tasi maraknya makanan dengan kadar GGL tinggi ini. Seperti, kebijakan pembatasan, serti­fikasi, dan termasuk harmonisasi kebijakan, serta edukasi kepada masyarakat akan bahaya konsumsi GGL. “Penyakit ini biasanya baru terasa setelah di umur 40 tahun. Tahu-tahu kena diabetes, hipertensi, padahal sebelumnya belum tahu ini,” ujarnya.

Pengobatan akibat konsumsi GGL ini, lanjutnya, tidak gam­pang dan berbiaya tinggi. Untuk itu, diharapkan ada regulasi mengawasi peredaran GGL ini termasuk lahirnya Undang-Undang POM. “Kita membentuk Panja Pengawasan Obat dan Makanan. Dan kita berharap ada cukai guna mengatur lalu lintas dan industri,” tambahnya.

Sementara dokter spesialis penyakit dalam dr. Prasetyo Widobuwono menegaskan du­kungannya akan pentingnya DPR membuat pengawasan terhadap produk GGL ini. Se­bab, produk dengan kadar GGL tinggi inilah yang berperan pada terjadinya dua penyakit kronik di masyarakat yaitu diabetes dan hipertensi.

Mengacu pada riset kesehatan tahun 2018, lanjutnya, dise­butkan 8,5 persen penduduk Indonesia menderita diabetes. Jika penduduk Indonesia saat ini dilaporkan sebanyak 274 juta jiwa, maka sekitar 92 juta di antaranya menderita diabe­tes. Sementara untuk penyakit hipertensi, disebutkan sebanyak 34,1 persen, berarti 80 juta jiwa mengidap hipertensi.

Baca juga : Tersingkir, Murray Mewek

“Pengelolaan dua penyakit ini memang idealnya harus optimal di Prolanis (program pengelo­laan penyakit kronis). Setiap faskes, puskesmas, klinik, prak­tek mandiri yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan harus mempunya prolanis, dan peser­tanya adalah penderita diabetes dan hipertensi,” katanya.

Data BPJS Kesehatan menye­butkan, jumlah peserta Prolanis adalah 1,2 juta orang. Artinya, masih ada jutaan penderita dia­betes dan hipertensi tidak ter­kelola. Ini adalah hulunya dan sangat terkait dengan terjadinya penyakit Katastropik. Yakni penyakit yang memberikan beban pembiayaan sangat tinggi.

Penyakit tersebut antara lain, gagal jantung, kanker, stroke, dan gagal ginjal. “Jadi yang harus dilakukan adalah bagaimana kita mengawasi produk olahan GGL. Pengawasan ini tentu dilakukan siapa, dalam bentuk apa, tentu di sini BPOM, terutama waktu registrasi,” tambahnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.