Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Henry Indraguna: Sistem Proporsional Tertutup Seperti Beli Kucing Dalam Karung

Kamis, 5 Januari 2023 15:22 WIB
Anggota Tim Ahli Hukum dan Perundang-undangan Wantimpres Henry Indraguna (Foto: Istimewa)
Anggota Tim Ahli Hukum dan Perundang-undangan Wantimpres Henry Indraguna (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Anggota Tim Ahli Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Henry Indraguna mengkritik keras wacana penggunaan sistem proporsional tertutup untuk Pemilu 2024. Henry mengingatkan, wacana itu adalah langkah mundur proses demokratisasi yang sudah berjalan dengan baik setelah reformasi.

"Apabila kembali kepada sistem proporsional tertutup, yang terjadi adalah munculnya anggota-anggota parlemen yang tidak dikenal rakyat yang diwakilinya. Karena rakyat hanya memilih tanda gambar partai, dan siapa yang terpilih berdasarkan nomor urut teratas yang ditentukan parpol," ujar Anggota Dewan Pakar DPP Partai Golkar ini, dalam keterangan yang diterima redaksi, Kamis (5/1).

Yang akan muncul, ungkap Henry, adalah elite partai yang hanya dekat dengan pimpinan parpol dan tidak mengakar ke rakyat. Padahal, para calon penghuni Senayan sejatinya adalah mereka yang bisa dan mampu memperjuangkan aspirasi rakyat yang mereka wakili.

Baca juga : Pakar Hukum: Sistem Proporsional Terbuka Picu Politik Uang dan Korupsi

"Pertanyaannya, kalau mereka bisa jadi Anggota DPR karena kemauan elite bukan kehendak rakyat yang diwakilinya, lalu mereka itu mewakili siapa di Senayan? Siapa yang mereka perjuangkan? Ini yang menjadi kemunduran bagi demokrasi di negeri ini," ucapnya.

Henry meyakini, oligarki partai akan semakin merajalela dan hak rakyat untuk memilih langsung wakil rakyatnya jelas-jelas dikebiri. "Dalam sistem proporsional tertutup, perjuangannya adalah bagaimana mendapatkan nomor urut kecil, kalau bisa dapat nomor urut 1. Maka, resepnya ya dekat kepada pimpinan partai. Dekat kepada rakyat tidak penting, yang penting branding partai tetap kuat di dapil," ungkap doktor ilmu hukum ini.

Dia mengakui, sistem proporsional terbuka telah berekses kepada biaya politik yang terlampau tinggi. Selain karena persaingan antar-caleg dan antarpartai, di dalam partai sendiri persaingan lebih keras lagi. Bahkan ada yang mengaitkannya dengan politik uang.

Baca juga : Banteng: Bos KPU Hanya Jalankan UU Pemilu Kok

Namun, dia mengingatkan, politik uang bukan karena sistemnya yang salah. "Politik uang tidak berasal dari sistem pemilu, tapi justru pada budaya politik masyarakat dan elite itu sendiri," jelas Vice President Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini.

Yang jelas, kata dia, sistem proporsional terbuka menghasilkan anggota parlemen yang akuntabilitasnya kuat kepada rakyat. "Kalaupun sudah terpilih, tidak ada jaminan dia bisa terpilih kembali, biarpun dapat nomor urut 1. Tergantung bagaimana penilaian rakyat terhadap kinerjanya sebagai wakil rakyat dan manfaat yang diperoleh rakyat," tutur Henry.

Ini yang berbeda dengan sistem proporsional tertutup. Seseorang bisa terpilih dan terpilih kembali, walau kinerjanya sebagai wakil rakyat tidak jelas. "Selama dia dekat dengan pimpinan partai, dia bisa terus dapat nomor urut 1, dan kemungkinan besar bisa terpilih kembali. Sedangkan rakyat, seperti membeli kucing dalam karung," terangnya.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.