Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Soal Heboh Kembali Ke Proporsional Tertutup

Banteng: Bos KPU Hanya Jalankan UU Pemilu Kok

Rabu, 4 Januari 2023 08:00 WIB
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan, Ahmad Basarah. (Foto: Khairizal Anwar/rm.id)
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan, Ahmad Basarah. (Foto: Khairizal Anwar/rm.id)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari menjadi bulan-bulanan kritik, usai menyatakan, kemungkinan Pemilu memakai sistem proporsional tertutup baik dari DPR maupun lembaga lainnya.

Bawaslu misalnya, menilai, KPU terlalu jauh sebagai lembaga penyelenggara Pemilu mengomentarinya, karena hal ini masih dalam proses gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK).

Menanggapi polemik ini, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan, Ahmad Basarah menilai sikap Ketua KPU ti­dak ada salahnya. Hasyim, kata Basarah, hanya mengingatkan semua pihak bahwa kemungkinan pemilihan umum anggota legislatif (Pileg) 2024 dilakukan proporsional tertutup, karena ada permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Sistem Pemilu di MK.

“Pernyataan Ketua KPU adalah tindakan yang memiliki dasar hukum. Pasal 14 huruf c Undang-Undang Pemilu menyebutkan, salah satu kewajiban KPU adalah menyampaikan semua informasi penyelenggaraan Pemilu kepada masyarakat,” kata Basarah dalam keterangannya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Baca juga : KPU Jangan Bikin Gaduh

Apalagi, lanjutnya, jika dicer­mati pernyataan Ketua KPU itu disampaikan dalam forum resmi catatan akhir tahun 2022 KPU menyongsong Pemilu 2024. Sehingga, wajib pula disam­paikan berbagai informasi dan dinamika penting sepanjang 2022 yang perlu diketahui para peserta pemilu dan masyarakat.

Wakil Ketua MPR ini menye­but, masyarakat berhak menge­tahui berbagai proyeksi tahun 2023 untuk mengantisipasi semua perencanaan demi kesuksesan agenda Pemilu 2024. Salah satu­nya, uji konstitusionalitas Pasal 168 Undang-Undang Pemilu perihal sistem proporsionalitas terbuka dalam Pemilu di MK.

Para pemohon pada pokoknya menginginkan pemilu dilakukan dengan proporsional tertutup mengingat sistem inilah yang dianggap paling sesuai dengan maksud Pasal 22 E ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik. Pasal 24 C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan, bahwa MK berwenang mengadili dan menguji undang-undang terhadap UUD pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.

Dengan demikian, kata Basarah, sesuai dengan konstitusi dan Undang-Undang MK, ter­dapat dua kemungkinan atas pengujian sistem Pemilu pada Undang-Undang Pemilu di MK, yaitu ditolak atau dikabulkan.

Baca juga : Ahmad Ali: KPU Jangan Bikin Kegaduhan Baru

Jika ditolak, mekanisme Pemilu 2024 akan sama dengan mekanisme Pemilu 2019, 2014 dan 2009, pakai proporsional terbuka. Jika permohonan dikabulkan, keputusan itu tentu berpengaruh pada persiapan dan mekanisme memilih di Pemilu 2024. “Termasuk memberi pengaruh bagi Parpol dan bakal calon anggota legislatifnya,” jelas dosen pascasarjana Universitas Islam Malang itu.

Apapun sistem pemilu yang diputuskan MK, KPU harus melaksanakannya selagi sistem itu sudah berkekuatan hukum tetap. Baik karena telah diatur dalam Undang-Undang Pemilu mau­pun berdasarkan putusan MK.

Diingatkan, pengalaman se­lama ini menunjukkan, sering­kali putusan MK berpengaruh pada tahapan penyelenggaraan Pemilu. Misalnya, verifikasi partai politik dalam Putusan MK Nomor 55/PUU-XVIII/2020 yang memutuskan partai politik yang sudah lolos dalam ambang batas parlemen pada Pemilu 2019 tak lagi mengikuti proses verifikasi faktual Pemilu 2024.

Selain itu, berdasarkan Putusan Nomor 22-24/PUU-VI/2008, MK mengubah sistem pemilu dari semula calon terpilih ditentukan dengan menggu­nakan nomor urut dan perolehan suara Caleg menjadi hanya berdasarkan Penentuan Kursi Berdasarkan Suara Terbanyak. Mekanisme ini mengubah secara fundamental persiapan penyelenggaraan Pemilu pada 2009.

Baca juga : Partai Maunya Sistem Terbuka Seperti Sekarang

“Jadi jangan menanggapi pernyataan Ketua KPU itu se­cara berlebihan dengan berbagai macam tudingan,” imbau Doktor Hukum Tata Negara jebolan Universitas Diponegoro, Semarang Jawa Tengah ini.

Sebelumnya, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menilai, Ketua KPU semestinya tak mengo­mentari gugatan yang sedang berproses di MK terkait sistem pemilu. Sebab, KPU sebagai lembaga pelaksana isi undang-undang, bukan pembentuk un­dang-undang. “Menurut saya, ti­dak pada tempatnya kita mengomentari seperti itu, karena kita fokusnya menyelenggarakan pemilu,” kata Bagja. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.