Sebelumnya
Direktur Jenderal Energi Baru dan Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan, program B35 dilakukan secara mandiri. Sejak 2015, program ini dimulai tidak berkiblat atau mencontoh kepada negara manapun.
Dadan mengungkapkan, pengembangan B35 hanya membutuhkan waktu selama satu bulan, setelah Pemerintah melakukan uji jalan pelaksanaan B30 tahun lalu.
Ketua Umum Gaikindo Yohanes Nangoi mengatakan, sebenarnya industri otomotif menjadi salah satu yang diuntungkan dari program B35 ini.
Baca juga : Catat, Hari Ini Terakhir Dapatkan Dividen Interim BRI Rp 8,63 T
Namun, dalam penerapannya menimbulkan kebingungan bagi industri, karena belum pernah digunakan di negara lain.
“Industri otomotif coba-coba karena di dunia belum ada yang pakai B20 dan B35. Sampai sekarang dunia baru B10,” katanya.
Selain itu, kata Yohanes, ada kekhawatiran dari campuran bahan bakar ini, yaitu titik bekunya lebih tinggi karena ada kandungan minyak.
“Tapi saat kita coba, aman-aman saja. Jadi tidak ada masalah, kandungan sulfur juga turun, memang sifatnya air yang harus kita kontrol,” ujarnya.
Dia berharap, pengembangan B35 ke depan bisa memenuhi standar Euro 4. Karena, saat ini kendaraan yang diproduksi di Indonesia harus sesuai standar Euro 4.
Apalagi, rata-rata setiap tahun ada 230-300 ribu kendaraan berbahan bakar diesel atau solar terjual di Indonesia. ■
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.