BREAKING NEWS
 

Etika Politik Nabi Muhammad SAW (7)

Sikap Nabi Terhadap Kudeta (2)

Senin, 21 September 2020 06:04 WIB
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Dalam konteks Fikih Siyasah kaum Sunni, dikatakan: “Lebih baik 1000 tahun daripada sehari kosong pemerintahan”. Sehari tanpa pemimpin bisa berlaku hukum rimba di dalam masyarakat, yang kaya semakin kaya dan anarkis dan yang miskin semakin miskin dan penuh bayangan tirani.”

Berbeda dengan kaedah ushul Fikih Syi’ah yang pernah dikutip melegitimasi sebuah hadis: “Tidak ada ketaatan kepada orang yang bermaksiat kepada Allah SWT.

Baca juga : Sikap Nabi Terhadap Kudeta (1)

Hal yang sama juga pernah dikemukakan oleh Imam Nawawi yang mengatakan bahwa pengangkatan seorang pemimpin dapat dilakukan dengan tiga cara termasuk dengan cara kudeta. Bila seorang pemimpin meninggal lalu kemudian ada seorang yang memenuhi syarat memaksa masyarakat dengan pasukan tentaranya, maka kepemimpinannya dianggap sah. Jika yang memaksa itu tidak memenuhi syarat kepemimpinan, misalnya ia seorang fasik, maka kepemimpinannya dianggap sah karena dalam keadaan darurat.

Adsense

Dalam Fikih Siyasah, kepemimpinan seperti ini disebut “Khalifah yang tidak sempurna” (khilafah Gair Kamilah).Mungkinkah ada kudeta yang dibenarkan? Dalam kitab-kitab fikih dibahas bahwa kudeta yang dapat dibenarkan ialah manakala pemerintah yang berkuasa menebarkan fitnah besar dan menyebabkan korban berjatuhan, terutama di kalangan masyarakat yang tak berdosa. (Lihat Ra’fat Utsman, Riyasah al-Daulah, halaman 293).

Baca juga : Kedudukan Pemimpin Perempuan (3)

Pendapat yang sama juga dari Imam Al-Gazali yang mengangkat kaedah: “Situasi darurat membenarkan adanya hukum dharurat (Al-Dharurat Tubih Al-Mahdhurat), maksudnya ialah sesuatu yang bersifat darurat membolehkan sesuatu tidak dibolehkan). (Lihat al-Gazali, Al-Iktishad fi Al-I’tikad, halaman 150).

Kalangan ulama menyatakan bahwa pencetus sistem tersebut di atas di dalam sejarah Islam adalah Muawiyah bin Abi Sufyan.

Baca juga : Kedudukan Pemimpin Perempuan (2)

Dalam fiqh Islam, semua ulama sepakat bahwa seorang non Muslim yang merebut kekuasaan tertinggi dengan cara kudeta tidak boleh dibiarkan. Artinya syarat “Islam” bagi seorang pemimpin dalam konteks agama merupakan sesuatu yang tidak dapat ditawar-tawar dan harus diberhentikan walau dengan kekuatan senjata.

Agar kepemimpinan yang direbut dengan cara kudeta dapat diakui, maka para ulama tata negara Islam menyatakan bahwa kekuasaan tersebut dapat diterima dengan dua unsur utama yakni unsur waki’i (faktor kondisi dan kenyataan) dan unsur syar’i (faktor hukum agama). ***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense