Dark/Light Mode

Rencana Subsidi Penumpang KRL Berbasis NIK, Tepat Sasaran Atau Diskriminatif?

Herman Khaeron: Butuh Data, Supaya Subsidi Tepat Sasaran

Rabu, 4 September 2024 07:40 WIB
Herman Khaeron, Anggota Komisi VI DPR. (Foto: Dok. Rakyat Merdeka/rm.id)
Herman Khaeron, Anggota Komisi VI DPR. (Foto: Dok. Rakyat Merdeka/rm.id)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemerintah berencana memberikan subsidi kereta rel listrik (KRL) berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) kepada masyarakat. Subsidi ini akan dimulai pada 2025.

Rencana itu terkuak dari Dokumen Buku Nota Keuangan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2025.

Intinya, subsidi untuk kewajiban pelayanan publik, atau public service obligation (PSO) dalam RAPBN tahun anggaran 2025, rencananya sebesar Rp 7.960,1 miliar (Rp 7,9 triliun).

Baca juga : Partai Golkar Dukung Aksi Berantas Korupsi

Dilansir CNCB Indonesia, anggaran belanja subsidi PSO tahun anggaran 2025 yang dialokasikan kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebesar Rp 4.797,1 miliar (Rp 4,79 triliun), untuk mendukung perbaikan kualitas dan inovasi pelayanan kelas ekonomi bagi angkutan kereta api, antara lain KA ekonomi jarak jauh, KA ekonomi jarak sedang, KA ekonomi jarak dekat, KA ekonomi Lebaran, KRD ekonomi, KRL Jabodetabek, KRL Yogyakarta, dan LRT Jabodebek.

Pemerintah memberikan sejumlah catatan perbaikan dalam pemberian PSO 2025, yakni: Pertama, penerapan tiket elektronik berbasis NIK kepada pengguna transportasi KRL Jabodetabek. Kedua, pelaksanaan penilaian kepuasan pelanggan dengan mekanisme survei indeks kepuasan masyarakat (IKM) pada KA penugasan PSO.

Ketiga, mekanisme pengurangan pemberian subsidi pada KA penugasan PSO melalui skema perhitungan pendapatan non tiket (non core). Keempat, melakukan pelaksanaan verifikasi berbasis biaya pada penyelenggaraan KA PSO.

Baca juga : INA Digital Memudahkan Akses Untuk Masyarakat

Poin pertama, mendapatkan kritikan. Sebab, dengan perubahan skema subsidi berbasis NIK, artinya tidak semua masyarakat bisa menerima layanan KRL dengan harga yang murah seperti sekarang. Padahal, KRL bisa mengurangi penggunaan moda transportasi pribadi untuk mengurangi kemacetan.

Sebagai catatan, tarif KRL Jabodetabek belum naik sejak 2016. Skema tarifnya, yaitu sebesar Rp 3.000 untuk 25 kilometer (Km) pertama, dan ditambah Rp 1.000 untuk setiap 10 kilometer.

Wacana ini mengundang perdebatan. Anggota Komisi VI DPR, Herman Khaeron menilai, subsidi menggunakan NIK agar tepat sasaran.

Baca juga : Ingat, Sekarang Belum Waktunya Kampanye Ya!

Anggota Komisi V DPR, Sigit Sosiantomo tidak sependapat dengan subsidi KRL berbasis NIK. Kata dia, itu diskriminatif dan akan menambah beban masyarakat, karena ujung-ujungnya, tarif akan naik.

Untuk lebih jelasnya, berikut wawancara dengan Herman Khaeron tentang subsidi KRL berbasis NIK ini.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.