Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
- Menkes: Kesehatan Salah Satu Modal Utama Capai Target Indonesia Emas 2045
- Jangan Sampai Kehabisan, Tiket Proliga Bisa Dibeli di PLN Mobile
- Temui Cak Imin, Prabowo Ingin Terus Bekerjasama Dengan PKB
- Jaga Rupiah, BI Naikkan Suku Bunga 25 Bps Jadi 6,25 Persen
- Buntut Pungli Rutan, KPK Pecat 66 Pegawainya
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
RM.id Rakyat Merdeka - Pemerintah menetapkan pajak karbon dengan tarif yang rendah karena mempertimbangkan aspek keterjangkauan masyarakat. Di mana pajak karbon pada tahap awal akan dikenakan pada sektor energi, yang dibutuhkan oleh semua lapisan masyarakat.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, keputusan itu melalui berbagai pertimbangan dalam menetapkan tarif pajak karbon. Pengenaan pajak karbon baru dimulai pada April 2022.
Pemerintah dan DPR mulai mengenakan pajak karbon melalui pengesahan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) mulai April 2022. Sebagai tahap awal, pajak karbon baru akan dikenakan pada PLTU batu bara.
Baca juga : Sinyal Tapering Makin Kuat, Rupiah Anjlok
"Bicara tentang energi, kita bicara tentang affordability, different level of affordability dari masyarakat maupun ekonomi suatu negara. Skema pajak karbon menjadi salah satu upaya pemerintah mencegah terjadinya perubahan iklim," dalam Pertamina Energy Outlock Webinar 2021 bertajuk Energizing Your Future, Selasa (7/12).
Menkeu mengatakan, salam proses persiapannya, pemerintah memikirkan secara detail setiap aspeknya karena perbedaan harga untuk komoditas yang sama berpotensi menimbulkan implikasi arbitrase dalam mekanisme pasar.
Mengenai tarif, disepakati sebesar Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e), atau kurang dari 3 dolar AS per ton CO2e. Dikatakan Srimul, sebagai angka yang sangat kecil dibandingkan dengan tarif ideal menurut Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (United Nations Framework on Climate Change Conference/UNFCCC) sebesar 125 dolar AS per ton CO2e.
Baca juga : Sri Mulyani Gerah Belanja Pemda Masih Rendah
"Angka yang diajukan PBB terlalu tinggi dan berpotensi memengaruhi perekonomian negara. Bahkan pada negara-negara maju seperti Kanada dan Singapura, tarif pajak karbonnya sama atau tidak berbeda jauh dari Indonesia," sebutnya.
Sri Mulyani membandingkan, tarif pajak karbon di Kanada yang direncanakan akan naik secara bertahap menjadi 75 dolar AS dan 125 dolar AS per ton CO2e. "Tetapi di Indonesia, pemerintah belum bisa menetapkan tarif pajak karbon setinggi di Kanada," kata dia.
Dijelaskan Sri Mulyani, rencana pembentukan mekanisme pasar karbon yang akan melengkapi instrumen pajak karbon. Nantinya, perusahaan dengan produksi karbon tinggi dapat membeli kredit dari proyek pelestarian lingkungan, yang nantinya dapat dijadikan pengurangan pajak. [DWI]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya