Dark/Light Mode

John Riady: Pandemic Fund Perkuat Industri Kesehatan Indonesia

Rabu, 16 November 2022 07:50 WIB
Chairman PT Siloam International Hospitals Tbk John Riady/Ist
Chairman PT Siloam International Hospitals Tbk John Riady/Ist

RM.id  Rakyat Merdeka - Pandemic Fund  (Dana Pandemi) yang telah disepakati  negara-negara anggota G20 untuk pencegahan, persiapan dan respons bagi ancaman pandemi, akan memperkuat industri kesehatan nasional. 

Hal itu disampaikan Chairman PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO) John Riady, Rabu (16/11). 

Seperti diketahui, Presiden Jokowi pada Minggu (13/11/2022)  meluncurkan Pandemic Fund di Nusa Dua, Bali. Berdasarkan kajian Bank Dunia dan WHO, Jokowi menyebut dunia membutuhkan 31,1 miliar dolar AS  (Rp 481 triliun) per tahun untuk memenuhi inisiatif itu.

“Industri kesehatan di Tanah Air harus segera merespons, untuk melakukan evaluasi dan pemetaan persoalan di industri kesehatan, serta menguatkan ekosistemnya. Ini penting mengingat, lebih dari 60 persen rumah sakit di Indonesia adalah swasta,” kata John.

Dia mengatakan, rumah sakit di Indonesia yang mayoritas milik swasta harus siap sehingga tidak menjadi penonton, mengingat salah satu tujuan Pandemic Fund adalah membangun ekosistem kesehatan lintas negara. 

Pemetaan dan penguatan industri kesehatan nasional sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di masa depan, khususnya melalui penambahan jumlah rumah sakit, dokter, dan tenaga kesehatan.

Baca juga : Bank Dunia Dukung Transisi Energi Di Indonesia

Dengan populasi penduduk Indonesia sekitar 270 juta jiwa, kata dia, belanja sektor kesehatan hanya sekitar 3,1 persen dari produk domestik bruto (PDB).

“Diperlukan  partisipasi seluruh pihak untuk memenuhi kebutuhan layanan kesehatan di Indonesia, sehingga lebih ideal,” kata dia.

Lebih lanjut John mengungkapkan, nilai tersebut sangat rendah, bahkan jika dibandingkan negara-negara lain di kawasan ASEAN. Padahal, sektor kesehatan salah satu tulang punggung kemajuan kualitas manusia sehingga diperlukan gerak cepat seluruh pihak.

Dalam jangka pendek, ketidaksiapan industri kesehatan di Indonesia sudah terbukti menguntungkan negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, dan Australia.

Data yang dirilis Indonesia Services Dialog (ISD) menunjukkan, setiap tahun setidaknya orang Indonesia mengeluarkan uang Rp 100 triliun untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di luar negeri.

Selain itu, jumlah orang Indonesia yang berobat ke luar negeri meningkat hampir 100 persen dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Pada tahun 2006 terdapat 350.000 orang pasien asal Indonesia, tahun 2015 melonjak menjadi 600.000 pasien.

Baca juga : Lindungi Member, Indodax Minta Audit Total Crypto Exchange Di Indonesia

“Presiden Jokowi mengungkapkan keprihatinannya karena banyak orang Indonesia yang ke luar negeri. Bukan liburan, melainkan memilih berobat di luar negeri ketimbang di dalam negeri,” ujar dia.

Dikatakan, salah satu alasan pasien berobat ke luar negeri karena layanan kesehatan di Indonesia belum berkualitas. Sementara itu, dari sisi kuantitas, John mendapati data bahwa Indonesia hanya memiliki rasio ranjang 1,33 per 1.000 orang. 

John mengungkapkan, hal itu dibuktikan SILO yang merupakan rumah sakit pertama bekerja sama dengan Gleneagle Hospital Singapore dan mendapatkan akreditasi Joint Commission International atau JCI. Akreditasi ini merupakan standar layanan kesehatan berkelas internasional.

Sejak 2011, Lippo Group bahkan telah mengoperasikan RS Mochtar Riady Comprehensive Cancer Center (MRCCC) Building of Hope Siloam Semanggi yang merupakan rumah sakit khusus kanker kedua di Indonesia, setelah RS Kanker Dharmais.

Selain persoalan rumah sakit dengan layanan berkualitas, John melihat Indonesia masih menghadapi problem minimnya jumlah dokter.

Saat ini saja, jumlah dokter hanya sekitar 81.011 orang, dengan persebaran terbanyak di Pulau Jawa, terutama Jabodetabek dengan rasio mencapai 0,3 per 1.000 orang.

Baca juga : Jokowi Rayu PM Australia, Untuk Kerja Sama Baterai Mobil Listrik Di Indonesia

Meski demikian, menurut John, keterbatasan tersebut rupanya tidak berkorelasi pada kualitas dokter-dokter di Indonesia yang kemampuannya melampaui kolega dokter di luar negeri, karena terbiasa menghadapi persoalan kesehatan lebih kompleks dan berat.

Jadi, solusi jangka pendek, menurut John, adalah implementasi relaksasi regulasi yang mengizinkan investasi asing ke industri Rumah sakit hingga 67 persen dan pasal Omnibus Law terkait praktik dokter asing sebagai pemacu pertumbuhan industri dalam negeri.

“Sekali lagi, pandemi Covid-19 hingga terwujudnya inisiasi pandemic fund dalam G20 semestinya menjadi momentum yang harus memacu industri kesehatan di Indonesia,” jelasnya.

Tidak saja siap menangani pandemi, namun mempersiapkan diri dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan, di tengah pertumbuhan ekonomi masyarakat yang menuntut pelayanan kesehatan yang semakin tinggi.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.