Dark/Light Mode

Transisi Lebih Cepat ke Energi Bersih Dapat Selamatkan 180 Ribu Nyawa di RI

Jumat, 21 Juli 2023 13:36 WIB
Transisi energi bersih/Ilustrasi (Foto: Istimewa)
Transisi energi bersih/Ilustrasi (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Transisi ke energi bersih dengan pembatalan proyek-proyek pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) batubara baru dan penghentian PLTU batubara di Indonesia pada 2040 dapat mencegah sekitar 180 ribu kematian akibat polusi udara. Hal ini juga bisa menekan biaya kesehatan sebesar 100 miliar dolar AS atau sekitar Rp 1.500 triliun dalam beberapa dekade ke depan.

Demikian hasil penelitian terbaru Center for Research on Energy and Clean Air (CREA) dan Institute for Essential Services Reform (IESR) berjudul Health Benefits of Just Energy Transition and Coal Phase-out in Indonesia.

Penghentian penggunaan PLTU batubara pada 2040 diperlukan untuk memenuhi target Persetujuan Paris, berdasarkan Badan Energi Internasional (IEA). Indonesia saat ini menargetkan penghentian penggunaan PLTU batubara pada 2050, dengan beberapa pengecualian.

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menekankan pentingnya mengambil langkah bagi Indonesia beralih ke pembangkit energi terbarukan. Peralihan ini akan menghasilkan manfaat ekonomi, sosial, dan kesehatan yang signifikan.

Baca juga : Terapkan Hidup Sehat, Mulailah Beralih Ke Makanan Berbasis Nabati

Dia menerangkan, pada pertemuan puncak G20 tahun lalu, Indonesia menandatangani pernyataan bersama Just Energy Transition Partnership (JETP), yang berkomitmen untuk mencapai puncak emisi sektor ketenagalistrikan pada 2030 dengan nilai absolut 290 juta ton CO2e. Untuk mencapai target ini, Indonesia harus menghentikan sekitar 9 GW PLTU dalam satu dekade ini.

"Namun demikian, diperlukan kepastian strategi mitigasi untuk mengurangi dampak negatifnya untuk PLTU batubara yang belum mencapai waktu penonaktifannya. Penerapan strategi ini harus menjadi bagian integral dari solusi untuk transisi energi yang berkeadilan," ujar Fabby, seperti keterangan yang diterima redaksi, Jumat (21/7).

Penelitian CREA dan IESR mengembangkan jalur pengakhiran operasional PLTU batubara berbasis kesehatan yang pertama di Indonesia, berdasarkan pemodelan atmosfer yang terperinci dan penilaian dampak kesehatan per pembangkit listrik (health impact assessments, HIA). Jalur ini memaksimalkan manfaat kesehatan dari peralihan PLTU batubara ke energi bersih dengan mengakhiri operasional PLTU batubara yang paling berpolusi terlebih dahulu.

Dalam hasil penelitian tersebut diterangkan, emisi polutan udara dari PLTU batubara bertanggung jawab atas 10.500 kematian di Indonesia pada 2022 dan biaya kesehatan sebesar 7,4 miliar dolar AS. Dampak kesehatan ini akan terus meningkat dengan beroperasinya PLTU batubara yang baru.

Baca juga : 10 Warisan Kolonialisme Yang Masih Melekat Di Indonesia Versi Sejarawan Bonnie Triyana

"Pembangkitan energi dari PLTU batubara akan meningkat selama satu dekade ke depan, kecuali jika pertumbuhan pembangkit listrik bersih dipercepat untuk memenuhi pertumbuhan permintaan," paparnya.

Penghentian PLTU batubara membutuhkan investasi awal. Biaya kesehatan yang dihindari dari penghentian PLTU batubara yang lebih cepat pada 2040, akan mencapai 130 miliar dolar AS (sekitar Rp 1.930 triliun). Sementara, investasi untuk penghentian PLTU barubara hanya sebesar 32 miliar dolar AS ( sekitar Rp 450 triliun). Sehingga, investasi ini dipandang akan sangat menguntungkan bagi seluruh masyarakat.

"Penelitian ini memberikan daftar PLTU batubara yang diurutkan berdasarkan dampaknya terhadap biaya kesehatan per unit pembangkit, yang sebenarnya dapat berfungsi sebagai metrik tambahan untuk dipertimbangkan dalam membuat prioritas penghentian pembangkit listrik. Hal ini merupakan masukan yang sangat penting karena Sekretariat JETP saat ini sedang menyusun Comprehensive Investment Plan and Policy (CIPP), dengan pemensiunan pembangkit listrik tenaga batubara merupakan salah satu bidang investasi yang termasuk dalam dokumen tersebut," ujar peneliti Senior IESR Raditya Wiranegara, yang juga merupakan salah satu kontributor dalam laporan ini.

Besarnya dampak kesehatan masyarakat terjadi karena seluruh PLTU batubara tidak memiliki alat pengendali emisi polusi udara yang efisien untuk polutan seperti sulfur dioksida, nitrogen oksida, dan merkuri, mengingat standar emisi nasional yang lemah. Standar yang lebih kuat membutuhkan investasi dalam pengendalian polusi udara, dapat mencegah hingga 8.300 kematian akibat polusi udara per tahun pada 2035, dengan biaya kesehatan yang dapat dihindari jauh melebihi biaya yang terkait dengan teknologi tersebut.

Baca juga : Hindari Korban Sipil, TNI Hati-hati Selamatkan Pilot Susi Air

"Penelitian kami menunjukkan bahwa mengurangi emisi dari PLTU batubara tidak hanya baik untuk kesehatan dan kesejahteraan, tetapi juga dapat menguntungkan masyarakat Indonesia secara ekonomi. Biaya kesehatan yang dihindari dapat lebih dari sekadar mengkompensasi investasi yang diperlukan untuk menutup pembangkit listrik tenaga batu bara dan membangun pembangkit listrik bersih sebagai penggantinya," ujar Lauri Myllyvirta, salah satu penulis laporan tersebut dan Analis Utama CREA.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.