Dark/Light Mode

Surat Berharga Negara Jadi Suntikan Pembangunan

Minggu, 31 Desember 2023 19:42 WIB
Surat Berharga Negara. Foto: Ilustrasi
Surat Berharga Negara. Foto: Ilustrasi

RM.id  Rakyat Merdeka - Kepala Seksi Pengelolaan Risiko Pasar, Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Ardhitya Kurniartanto mengungkapkan banyak manfaat pembangunan yang diperoleh dari pembiayaan inovatif.

Salah satu instrumen yang digunakan untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah Surat Berharga Negara (SBN), baik yang konvensional maupun syariah.

"Melalui instrumen ini, pemerintah mampu memanfaatkan potensi dalam negeri, sekaligus mengurangi ketergantungan pada pinjaman luar negeri," kata Ardhitya Kurniartanto, Minggu (31/12/2023).

Berdasarkan data Kemenkeu, posisi utang pemerintah secara keseluruhan per 30 November 2023 adalah Rp 8.041,01 triliun.

Baca juga : Catatan Akhir Tahun Partai Garuda: Politik Kekanak-kanakkan

Didominasi oleh SBN sebesar Rp 7.124,98 triliun (88,61 persen dari total utang) dan Pinjaman sebesar Rp 916,03 triliun (11,39 persen dari total utang).

Khusus untuk SBN sebesar 71,54 persen berasal dari domestik (Rp 5.752,25 triliun) dan sisanya sebesar 17,07 persen (Rp 1.372,73 triliun) berupa Valas.

"Pemerintah senantiasa berhati-hati dalam mengambil kebijakan utang, baik berupa obligasi maupun pinjaman," tegas Ardhitya.

Dia menambahkan, pembiayaan inovatif yang dikembangkan Kemenkeu tersebut telah berhasil membiayai berbagai proyek infrastruktur.

Baca juga : Kado Akhir Tahun, BPH Migas Beri Penghargaan Kepada Badan Usaha Dan Pemda

Hal ini menjadi salah satu upaya untuk mengatasi anggaran pemerintah yang terbatas dalam mendorong percepatan pembangunan infrastruktur.

"Dari SBN syariah (Sukuk), ada pembangunan proyek kereta api di Makasar. Lalu dari pinjaman, seperti pembangunan Rumah Sakit UI, pembangunan MRT, atau pembangunan berbagai rumah sakit di daerah, dan masih banyak lagi," jelasnya.

Head of Industry Regional Bank Mandiri, Dendy Ramdani menyarankan agar pemerintah menempatkan utang-utang ini pada sektor yang produktif.

Sehingga, ekspansi belanja itu mampu memutar aktivitas ekonomi dan mendorong penerimaan negara yang lebih besar lewat pajak.

Baca juga : TC Di Qatar Berakhir, Indra Sjafri Seleksi Lagi Pemain Timnas U-20

"Pos-pos yang dibelanjakan itu harus memiliki multipler effect yang tinggi, supaya ekonomi bergerak kencang, kemudian pemerintah bisa menangkap potensi pajak yang lebih besar sehingga bisa menutupi biaya bunga," katanya.

Dendy juga menyoroti agar pemerintah bekerja keras menangkap potensi pajak. Sebab, Indonesia termasuk negara dengan rasio pajak (tax ratio) paling rendah dibanding negara tetangga.

"Berikutnya harus ada perbaikan sistem perpajakan kita, sehingga tax ratio-nya meningkat. Diantaranya melalui perbaikan institusi dan penegakan hukum," pungkasnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.