Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
Desentralisasi Kawasan Industri Dan Perizinan Jadi PR Menperin Agus
Senin, 28 Oktober 2019 13:55 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Institute for Development Economics and Finance (Indef) mencatat ada dua PR alias pekerjaan rumah yang harus dikerjakan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. Yaitu desentralisasi industri dan sentralisasi perizinan agar investor mau investasi di Indonesia.
“Pengembangan kawasan industri ke Indonesia Timur memang harus dilakukan karena lahan di Jawa sudah eksklusif sekali. Selain itu kalau ingin memberikan nilai tambah bagi sumber daya alam komoditas melalui industrialisasi memang harus dilakukan di Indonesia Timur yang punya basis tambang, perkebunan, atau kelautan dan perikanan,” ujar peleneliti senior Indef Enny Sri Hartarti di Jakarta seperti ditulis Senin (28/10).
Menurut dia, fasilitas di kawasan industri baru di luar Jawa masih sangat terbatas dari sisi infrastruktur maupun konektivitas. Hal tersebut membuat investor enggan berinvestasi disitu. Karena itu, kawasan di luar jawa harus ada intervensi dan inisiasi pemerintah. Kalau menunggu swasta masuk jadi kelamaan, karena swasta hanya bicara untung rugi.
“Apalagi pemerintah belum bisa menjamin kepastian pasokan energi dan pembangunan jalan menuju kawasan dan sebagainya. Padahal kalau ada itu, pasti ada daya tarik bagi tenant untuk masuk dan memungkinkan swasta tertarik membangun kawasan industri,” tegas Enny.
Baca juga : Kadin Optimistis Masalah Di Industri Perikanan Bakal Cepat Diantisipasi
Ia mengingatkan, pemerintah sebelumnya telah sukses membuka 10 kawasan industri baru yakni Morowali, Bantaeng, Konawe, Palu, Sei Mangkei, Dumai, Ketapang, Gresik, Kendal, dan Banten. Dia menyarankan, Kemenperin untuk bisa menjadikan minimal dua diantaranya sebagai pilot project kawasan industri ideal yang menarik minat investor untuk masuk karena sudah tersedia pasokan energi, infrastruktur, dan konektivitasnya.
“Daripada membangun lagi yang baru, lebih baik 10 yang sudah dibangun itu direalisasikan minimal satu atau dua sebagai pilot project,” jelasnya.
Pekerjaan rumah satu lagi adalah perizinan satu pintu. Ia menjelaskan mengapa Vietnam belakangan ini muncul sebagai surga baru penanaman modal karena investor dimanjakan bukan hanya dengan fasilitas fiskal maupun non fiskal saja, tetapi juga diberikan pelayanan yang memudahkan urusan bisnisnya di negara tersebut.
Enny menjelaskan, di Indonesia ada banyak tipe kawasan industri, mulai dari Kawasan Ekonomi Khusus, Kawasan Berikat Nasional, sampai Free Trade Zone seperti di Batam. Namun, fasilitas yang diberikan kepada investor tidak jelas seperti yang disebutkan dalam peraturan pembentukan kawasan tersebut.
Baca juga : Tito Resmi Diberhentikan Sebagai Kapolri, Bersiap Jadi Mendagri
“Bandingkan dengan Vietnam, mereka kalau sudah menetapkan di suatu kawasan si investor bisa mendapatkan fasilitas tertentu ya itu yang diberikan, tidak bersyarat seperti di Indonesia. Contohnya dalam paket stimulus ekonomi sudah disebutkan ada tarif khusus listrik dan gas untuk industri,” tegas Enny.
Hal lain yang menurutnya bisa dicontoh dari negara lain, termasuk dalam pengurusan berbagai proses administrasi birokrasi. Jadi hampir semua kawasan industri yang ada di negara-negara tetangga single authority.
“Jadi satu kewenangan siapa yang mengelola kawasan tersebut. Investor ya tahunya berurusan dengan pengelola tersebut. Nanti misalnya pengelola harus berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Kementerian Teknis, maka itu urusannya pengelola,” ujarnya.
Sementara di Indonesia investor mengurus masing-masing sesuai kewenangan instansi yang diatur Undang-undang. “Itu bikin ribet, dan orang jadi malas investasi ke Indonesia,” ujarnya.
Baca juga : Jokowi Minta Sri Mulyani Jadi Menteri Keuangan Lagi
Dengan begitu, Enny optimis, pertumbuhan ekonomi akan kembali meroket. Jika melihat catatan Badan Pusat Statistik (BPS), realisasi pertumbuhan industri pengolahan secara tahunan (year on year/YoY) baru menembus angka 3,54 persen di kuartal II 2019. Angka tersebut melambat dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 3,88 persen. Padahal, pemerintah memasang target pertumbuhan industri bisa mencapai 5,4 persen sampai akhir 2019.
Pada tahun lalu, sektor industri pengolahan memberikan kontribusi sebesar 19,86 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), atau paling tinggi dibandingkan sektor lainnya. Sektor ini juga menjadi penggerak kegiatan ekonomi lainnya karena kehadiran industri manufaktur di suatu daerah akan memberikan multiplier effect.
Sebelumnya, Menperin, Agus Gumiwang mengatakan, akan mendorong transformasi sektor manufaktur dan pembangunan wilayah-wilayah industri. “Bahkan, Bapak Presiden secara khusus menekankan pada pengembangan sektor industri kecil dan menengah (IKM),” papar Agus. [DIT]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya