Dark/Light Mode

Setelah Trump Menang

Menkeu Ingatkan Kebijakan Iklim AS Bakal Beda, Harga Minyak Dunia Bisa Melonjak

Jumat, 8 November 2024 18:54 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensı pers APBN KiTa, Jumat (8/11/2024). (Foto: YouTube)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensı pers APBN KiTa, Jumat (8/11/2024). (Foto: YouTube)

RM.id  Rakyat Merdeka - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati meyakini, kebijakan Amerika Serikat (AS) yang berdampak global pasca kemenangan Donald Trump di Pilpres 2024 akan berbeda dibanding pendahulunya, Joe Biden. Terutama, yang terkait isu perubahan iklim. 

"Komitmen Presiden Trump untuk menurunkan CO2, terutama dari sektor energi, tidak seperti Biden. Ini tentu akan memberikan dampak, baik terhadap harga minyak dunia atau tren isu-isu yang terkait climate change atau energi," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, Jumat (8/11/2024).

Apa yang dikatakan Sri Mulyani memang beralasan. Faktanya, kemenangan Trump di Pilpres AS cukup membikin ketar-ketir kalangan negosiator iklim, menjelang COP29 di Baku, Azerbaijan pada 11-22 November mendatang. 

Baca juga : Trump Menang Di Kentucky Dan Indiana, Harris Berjaya Di Vermont

Terlebih, dalam kampanyenya, Trump menyebut perubahan iklim adalah hoax. Dia berencana menarik AS dari Perjanjian Iklim Paris 2015. Juga dari Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) yang diratifikasi Senat AS pada 1992.

"Hampir tidak mungkin, mendorong keuangan iklim tanpa dukungan Amerika. Ini tentu akan mengurangi motivasi negara-negara berkembang, untuk melihat keseriusan Barat terhadap perubahan iklim," kata Elisabetta Cornago, peneliti senior di Pusat Reformasi Eropa, seperti dikutip Reuters, Kamis (7/11/2024).

Sementara Utusan Khusus Kementerian Luar Negeri Jerman Untuk Aksi Iklim Internasional, Jennifer Morgan mengatakan, kepemimpinan dalam diskusi keuangan iklim akan tergantung pada Jerman dan Uni Eropa, untuk memastikan hasil dapat diterima. 

Dampak Lain Terpilihnya Trump

Baca juga : Airlangga: Data Kebijakan Satu Peta Harus Secure dan Tidak Bisa Diretas

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini juga menjelaskan, beberapa perubahan dalam policy Amerika telah menimbulkan reaksi sesaat atau langsung dari market. Seperti ekspektasi terhadap penurunan pajak korporasi, ekspansi belanja, kenaikan-kenaikan tarif impor yang dibebankan kepada negara-negara yang berdagang dengan Amerika - terutama China - juga diantisipasi. 

Antisipasi juga dilakukan terhadap masalah-masalah keamanan dan perang di berbagai kawasan dunia.

Ekonomi Amerika saat ini masih sangat resilient, dengan pertumbuhan kuartal III-2024 di angka 2,7 persen. Pasar tenaga masih cukup kuat, dengan pengangguran di angka 4,1 persen. Sementara inflasi, sudah mulai menurun ke level 2,4 persen. 

Baca juga : BPJS Ketenagakerjaan Pasar Minggu Edukasikan Jaminan Sosial di PT Jabarano Jaya Buana

Inflasi ini disebabkan oleh sedikit kenaikan pada harga pangan. Sehingga, Federal Reserves memangkas kembali suku bunga Fed Funds Rate 25 bps pada Rabu (6/11/2024). Yield US Treasury, terutama yang 10 tahun mengalami kenaikan karena ekspektasi terhadap APBN Amerika yang cukup ekspansif. Per 5 November 2024, yield tersebut naik menjadi 4,4 persen dan dolar mengalami penguatan. 

"Ini semua terjadi di Amerika Serikat. Mengingat Amerika Serikat adalah negara terbesar di dunia - baik dari sisi size, ekonomi, dan penggunaan dolar Amerika Serikat melebihi 50 persen, maka apa yang terjadi negara tersebut akan mempengaruhi perekonomian global," papar Sri Mulyani.   

 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.