Dark/Light Mode

Laik Terbang Tapi Beda Teknologi Dengan Boeing

Garuda Butuh Adaptasi Gunakan Pesawat China

Sabtu, 11 Januari 2025 07:05 WIB
Pesawat jet Comac C919 buatan Commercial Aircraft Corp of China Ltd. Foto: Istimewa
Pesawat jet Comac C919 buatan Commercial Aircraft Corp of China Ltd. Foto: Istimewa

RM.id  Rakyat Merdeka - Pesawat terbang buatan Commercial Aircraft Corporation of China (COMAC) dinyatakan layak terbang. Namun, jika PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk jadi membeli pesawat made in Negeri Tirai Bambu itu, memerlukan penyesuaian alias adaptasi dari sisi teknologinya karena berbeda dengan buatan Boeing.

Terbatasnya ketersediaan pesawat di pasar global, men­dorong Garuda Indonesia men­jajaki pabrikan pesawat buatan COMAC.

Pengamat penerbangan Gatot Rahardjo mengatakan, Garuda Indonesia memang perlu me­nambah armadanya untuk mengantisipasi potensi peningkatan jumlah penumpang tahun ini.

Karenanya, tak heran bila Garuda melakukan penjajakan ke sejumlah negara yang mem­produksi burung besi.

Baca juga : Please, Pembangunan JPO Diperbanyak Dong

“Yang saya tahu, ke China itu masih tahap penjajakan. Yang sudah pasti itu ke Boeing karena pembicaraan soal pengadaan pesawat dengan mereka sudah lama, tinggal eksekusinya (pembelian),” ujar Gatot ke­pada Rakyat Merdeka, kemarin.

Menurut Gatot, bila Garuda Indonesia ingin mendatangkan ar­mada buatan China, maka memer­lukan penyesuaian atas teknologi pesawat besutan COMAC.

Gatot menceritakan, ia sem­pat berkunjung ke pabrikan yang didirikan pada 11 Mei 2008 itu di Pudong, Shanghai. Menurut dia, pesawat itu sudah memenuhi standar kelaikan dari otoritas China.

“Kalau ditanya soal safety, ya aman. Tapi, pasti ada perbedaan dari segi teknologi yang diterap­kan. Yang punya China itu ada sistem (perakitan) robot. Nah, itu kan harus dipelajari dan pilot perlu penyesuaian karena selama ini terbiasa dengan Boeing,” bebernya.

Baca juga : Manchester City Vs Salford City, The Citizens Diuji Tim Strata Empat

Selain soal teknologi pada pesawat, lanjut Gatot, Garuda juga harus mempertimbangkan soal maintenance pesawat dan layanan after sales-nya.

“Setahu saya, kalau perlu maintenance, pesawatnya harus dibawa ke China. Tapi tergan­tung kesepakatan, apakah kalau beli banyak (pesawat) maka bisa dicek atau perbaiki di Indone­sia,” katanya.

Gatot menggarisbawahi, penambahan armada pada saat ini sangatlah penting. Namun ingat, imbuhnya, maskapai juga ha­rus mempertimbangkan tingkat keterisian (load factor) dari masing-masing pesawat.

“Kalau tahun ini dikatakan mau menambah 20 armada, memang cukup. Tapi lihat juga load factor-nya. Jadi, penting juga mengoperasikan pesawat ke rute-rute yang load factor-nya tinggi,” katanya.

Baca juga : Cetak 33 Poin Di Laga Liga Voli Putri Korea, Megatron Terus Menyala

Ia menyarankan, upaya men­jaga keterjangkauan masyarakat terhadap harga tiket pesawat, tetap bisa dilakukan pasca periode Natal dan Tahun Baru (Nataru).

Karena dikhawatirkan, harga tiket pesawat naik karena imbas dari penerapan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) 12 persen. Padahal, pesawat terbang terma­suk transportasi umum layaknya angkutan darat dan laut.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.