Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Wamen Pertahanan M Herindra

Pancasila vis-a-vis Globalisasi Dan Kesadaran Milenial

Senin, 6 Juni 2022 07:42 WIB
Wakil Menteri Pertahanan M Herindra (Foto: Istimewa)
Wakil Menteri Pertahanan M Herindra (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Berbicara mengenai jati diri bangsa, maka Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni yang baru saja kita peringati, hendaknya menjadi momentum yang tepat untuk menyegarkan kembali ingatan kita pada sejarah berdirinya Republik Indonesia 1945.

Saat para pendiri bangsa ini (the founding fathers) merumuskan Pancasila sebagai fondasi dasar atau grundnorm -- meminjam istilah Hans Kelsen, seorang ahli hukum dan filsuf dari Austria.

Secara etimologis, Pancasila diambil dari Bahasa Sansekerta, yang berarti Panca (lima) dan Syila (batu sendi; alas dasar). Artinya, terdapat lima pilar sebagai alas dasar dari kehidupan kebangsaan kita.

Kelima dasar tersebut merefleksikan jati diri bangsa Indonesia sebagai bangsa yang mengakui nilai-nilai ke-Tuhan-an, kemanusiaan, kesatuan, kemusyawaratan, dan keadilan.

Penggalian fondasi bangsa ini oleh para founding fathers kita merupakan proses yang menjadikan Indonesia sebagai bangunan rumah atas tak kurang dari 1.340 suku, 718 bahasa, 112 kerajaan dan kesultanan, dan 187 kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Indonesia yang sudah diakui keberadaannya. Serta dapat dicantumkan pada KTP, sesuai keputusan Mahkaman Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 – di luar agama-agama resmi yang diakui pemerintah.

Baca juga : Mega Kasih Alasan Logis

Dari statistik suku, bahasa, tata administrasi kenegaraan, dan agama lokal yang tersebut di atas, sangat mudah memahami bahwa Indonesia adalah sebuah bangsa yang heterogen.

Sehingga, representasi ideologi Pancasila seharusnya dilihat sebagai ideologi yang mengedepankan toleransi, ideologi yang menghargai pluralisme, dan ideologi yang memahfumi Indonesia sebagai bangsa yang multikultural.

Itulah sebabnya, semboyan bangsa kita adalah Bhinneka Tunggal Ika – berbeda-beda namun satu. Semboyan ini tertera dengan tegas dalam lambang negara kita, burung Garuda Pancasila.

Mendiskusikan jargon kebangsaan dan jati diri bangsa, tentu lebih mudah ketimbang mengimplementasikannya dalam kehidupan kita sehari-hari.

Sejarah membuktikan bahwa isu-isu kebangsaan, baik itu konflik sosial berbasis agama dan etnis serta gerakan separatisme, masih menjadi momok yang mengikuti perjalanan bangsa Indonesia, sejak Proklamasi 1945 hingga saat ini.

Baca juga : Puan: Pancasila, Aset Terbesar Yang Dimiliki Indonesia

Sebagai dasar negara, Pancasila memang terus menghadapi tantangan, baik berupa tantangan internal maupun eksternal.

Secara internal, tantangan itu menyentuh sendi-sendi keberagaman kita, baik etnis, budaya, dan agama. Serta perilaku-perilaku yang tidak selafaz dengan Pancasila: penyalahgunaan wewenang (abuse of power), pragmatisme, kurang percaya diri (inferiority), korupsi, dan lain sebagainya.

Sedangkan secara eksternal, tantangan itu mencakup pengaruh globalisasi, yang mengarah pada eksklusivisme sosial. Seperti politisasi identitas, polarisasi, dan fragmentasi sosial yang berbasis suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), serta gerakan transnasional (radikalisme, terorisme, separatisme, perdagangan narkotika, dan penyelundupan orang dan senjata).

Ketahanan ideologi kita dalam Pancasila, kembali diuji ketika tensi persaingan dan keamanan global meningkat. Ini sekaligus menyadarkan kita, bahwa Indonesia menjadi salah satu target dalam proxy war atas berbagai kepentingan dan tarik-menarik pengaruh dunia (melting pot).

Pada era milenial, globalisasi diwarnai oleh derasnya arus informasi telematika. Derasnya arus informasi melalui jejaring teknologi informasi ini, sangat potensial merapuhkan fondasi-fondasi ketahanan nasional kita. Karena menjadi wahana paling efektif, dalam menarik anak bangsa kepada ideologi alternatif.

Baca juga : Harlah Pancasila, Wapres Kenakan Pakaian Adat Melayu

Mengutip pakar sosiologi dari Inggris, Malcolm Waters, dalam bukunya, Globalization, makna globalisasi adalah sebuah proses sosial yang menjadikan, “The constraints of geography are shrinking and the world is becoming a single place” (kendala geografi menyusut dan dunia menjadi satu tempat).

Sementara sosiolog ternama Indonesia, Selo Soemardjan mengatakan, globalisasi merupakan suatu proses terbentuknya sistem organisasi dan komunikasi antarmasyarakat di seluruh dunia, untuk mengikuti sistem dan kaidah-kaidah tertentu yang sama.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.