Dark/Light Mode

Kementan Serap dan Olah Kedelai Lokal Petani Garut dan Cianjur

Senin, 16 September 2019 01:25 WIB
Kedelai asal Garut dan Cianjur. (Foto: Istimewa)
Kedelai asal Garut dan Cianjur. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kementerian Pertanian (Kementan) bercita-cita mewujudkan kembali swasembada kedelai. Produksi kedelai saat ini memang belum mencukupi kebutuhannya, namun demikian di 2019 target Kementan tanam 1 juta hektar kedelai baik monokultur maupun tumpangsari padi jagung agar bisa mendongkrak produksi nasional.

Indonesia memiliki sejumlah wilayah yang menjadi sentra tanaman kedelai. Yang paling sentral di Jawa Tengah, Cilacap, Kebumen, Purworejo, Grobogan. Kemudian di Sukabumi terus ke selatan terus sampai di daerah Garut. “Misalnya Grobogan, Lamongan, Kebumen, itu setelah musim padi, air tidak cukup, bisa untuk nanam kedelai,” ujar Direktur Pengolahan dan pemasaran Hasil Tanaman Pangan, Gatut Sumbogodjati, di Jakarta, Minggu (15/9).

Baca juga : Kementan Dukung Mataram Kembangkan Kawasan Sayuran Perkotaan

Gatut menyebutkan untuk membantu menyerap kedelai petani, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sejak 2018 mengambil hasil produksi kedelai petani Garut dan Cianjur. Rata-rata kami ambil dua minggu sekali sebanyak 200 kg, harga per kg nya sekitar Rp 8.000 sudah sampai diantar di Jakarta. 

“Selanjutnya bahan baku kedelai dari petani itu kami pasok ke pengrajin tahu tempe. Namanya ‘Tahu Onoh’. Nantinya bahan baku itu diolah menjadi tempe, tahu dan susu kedelai dengan branding GREATS. GREATS itu sebenarnya singkatan dari Gurih, Renyah, Enak, Aman, Tanpa GMO, dan Sehat," pinta Gatut.

Baca juga : BTKP Observasi dan Uji Alat Keselamatan Pelayaran KM Santika Nusantara

Lebih lanjut disebutkan Gatut, untuk pemasarannya sementara ini masih di lingkup Kementan, selain itu juga ada gerai outlet Greats di Kementan. Ke depannya Kementan ingin memperluas jangkauan pemasaran agar bisa membantu petani kedelai. "Kami ingin mengenalkan bahwa kedelai lokal kita lebih unggul dan patut untuk terus dikembangkan," ucapnya.

Kedelai produk dalam negeri memiliki kualitas lebih baik ketimbang kedelai impor. Gatut menjelaskan secara aspek budidaya tentu lebih baik, memiliki karakteristik fisik dan kimia terbaik, sifatnya non modifikasi genetik (Non GMO/Genetic Modified Organism, mutu yang lebih baik, nilai gizi yang lebih baik, mampu mencegah penyakit degeneratif, serta rasa dan aromanya pun lebih baik.

Baca juga : Kementan Genjot Ekspor dan Investasi Bidang Tanaman Pangan

"Kandungan protein kedelai lokal sebanyak 52,7 %, lebih tinggi dibanding kedelai impor yang hanya 46 %. Kemudian, sifat non modifikasi genetik (Non GMO/Genetic Modified Organism) sebagai keunggulan dari kedelai lokal," bebernya.

Kedelai lokal merupakan kedelai asli hayati dan bukan kedelai transgenik seperti kedelai impor. Sementara kedelai yang ditanam di negara-negara maju 80 persen adalah organisme yang telah dimodifikasi secara genetik. "Terakhir, dari sisi mutu kedelai lokal memiliki mutu terbaik. Kedelai yang dihasilkan petani lokal lebih berkualitas dalam aroma dan kesegarannya. Kondisi ini terjadi karena kedelai impor itu sudah dipanen 3 bulan lalu atau bahkan telah bertahun-tahun," pungkas Gatut. [KAL]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.