Dark/Light Mode

Rencana Penghidupan UN Tuai Pro Dan Kontra

Menteri Mu’ti: Kami Akan Umumkan Setelah Idul Fitri

Senin, 6 Januari 2025 07:25 WIB
Menteri Pen­didikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Muti. (Foto: edulab.id)
Menteri Pen­didikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Muti. (Foto: edulab.id)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemerintah berencana menghidupkan kembali Ujian Nasional (UN) pada tahun 2026. Wacana pengembalian sistem yang dihapus Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, di Kabinet Indonesia Maju, Nadiem Makariem ini, menuai beragam tanggapan dari banyak pihak.

Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Iman Zanatul Haeri menilai, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemen­dikdasmen) harus berhati-hati, bila mau menghidupkan UN. Menurutnya, Kemendikdasmen harus mempertimbangkan sejum­lah hal secara matang, sebelum menghidupkan sistem tersebut.

"Pertama, Pemerintah harus memperjelas tujuan UN, utamanya apakah hasil UN akan men­jadi penentu kelulusan siswa. Jika UN digunakan sebagai penentu kelulusan siswa, ini harus ditolak. Sebab, bersifat high stakes testing bagi murid," ujar Iman dalam keterangannya, dikutip Minggu (5/1/2025).

Baca juga : Khofifah Vs Risma Siap Tarung Di MK

Kemudian, sambung dia, Pemerintah juga perlu mempertimbangkan standar asesmen bagi murid, mulai dari mata pelajaran yang akan di UN-kan, fungsi­nya, anggaran pembiayaannya, kepesertaan, gambaran teknis, dan dampaknya.

"Misalnya, apakah ujiannya akan berbasis mata pelajaran? Jika iya, apa saja ? Apakah hanya empat mata pelajaran, yakni Matematika, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, dan mata pelajaran pilihan untuk SMA/SMK/MA? Atau semua pelajaran di-UN-kan?" tuturnya.

Lebih lanjut, Iman mewanti-wanti praktik UN di masa lalu, yang mencampuradukan fungsi asesmen sumatif bagi murid, dan formatif bagi sekolah. Kemudian, lanjut dia, UN yang dijadikan alat menyeleksi murid untuk masuk ke jenjang pendidikan selanjut­nya, melalui proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang menggunakan nilai UN.

Baca juga : Panggung Politik Terbuka Luas

"UN pada masa lampau sangat tidak adil, hanya berorientasi kognitif, mendistorsi proses pen­didikan, dan mengkotak-kotakan mana mata pelajaran penting dan tidak," tegasnya.

Iman jufa mengingatkan ten­tang sistem UN yang telah mengalami berbagai perkembangan. Pada era Anies Baswedan dan Muhajir Effendi sebagai Mendikbud, urai dia, UN tetap diadakan tapi tak lagi dijadikan faktor penentu kelulusan. "Jika UN akan dikembalikan ke masa itu, UN bisa diberlakukan," imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian mendukung rencana Pemerintah yang ingin menghidupkan UN. Syaratnya, kata dia, keputusan itu bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional.

Baca juga : Pasar Murah Mudahkan Beli Pangan Terjangkau

Hetifah menambahkan, kebijakan pembembalian UN juga ha­rus relevan dengan perkembangan kurikulum dan sistem pendidikan nasional. Dengan begitu, kem­balinya UN tak menjadi kebijakan hasil pergantian menteri.

Dia juga meminta Pemerintah mempertimbangkan sejumlah hal, sebelum memberlakukan UN di tahun 2026. Pertama, Pemerintah perlu memastikan infrastruktur pendidikan di semua wilayah, termasuk daerah terting­gal, terdepan, dan terluar (3T).
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.