Dark/Light Mode

Hari Bumi 2025

Menag Pimpin Gerakan Tanam 1 Juta Pohon, Beri Teladan Lestarikan Lingkungan

Selasa, 22 April 2025 22:40 WIB
Menteri Agama Nasaruddin Umar memimpin gerakan penanaman 1 juta pohon matoa pada peringatan Hari Bumi 2025, di Depok, Selasa (22/4/2025). (Foto: Dok. Kemenag)
Menteri Agama Nasaruddin Umar memimpin gerakan penanaman 1 juta pohon matoa pada peringatan Hari Bumi 2025, di Depok, Selasa (22/4/2025). (Foto: Dok. Kemenag)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kementerian Agama (Kemenag) menginisiasi gerakan penanaman 1 juta pohon Matoa pada peringatan Hari Bumi 2025, di Cimanggis, Depok, Selasa (22/4/2025). Bersamaan itu, dilakukan peletakan batu pertama pembangunan Pesantren Istiqlal Internasional Indonesia.

Gerakan penanaman pohon ini dipusatkan di Kampus Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) dengan dipimpin Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar. Gerakan serentak diikuti ASN Kemenag, tokoh lintas agama, dan masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia. 

“Kami lakukan gerakan ini bersama keluarga besar Kementerian Agama dan para tokoh lintas agama untuk memberi teladan dalam pelestarian alam,” ucap Menag.

Hadir, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Pratikno, Mendagri Tito Karnavian, Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Haikal Hasan, Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Fadlul Imansyah, Duta Besar Uni Emirat Arab, Duta Besar Kuwait, utusan Panglima TNI dan Kapolri, serta Wakil Menteri Pertanian dan Wali Kota Depok M Idris.

“Gerakan bersama masyarakat ini menjadi contoh nyata dan praktik baik dalam upaya pelestarian alam di tengah fenomena krisis iklim global,” sambung Menag.

Menurut Menag, isu lingkungan menjadi agenda nasional yang melibatkan semua sektor, termasuk keagamaan. Gerakan ini juga sekaligus menunjukkan komitmen Kemenag terhadap gerakan hijau yang berbasis nilai.

Baca juga : Ketum DePA-RI Ingatkan Pentingya Peran Advokat Lestarikan Bumi

Kemenag tengah mencanangkan penguatan ekoteologi sebagai salah satu dari delapan program prioritas (Astaprotas). Menurut Menag, ini menjadi program strategis di tengah ancaman krisis iklim. Indonesia harus terdepan dalam pelestarian lingkungan dan itu harus berangkat dari pemahaman dan kesadaran keagamaan akan pentingnya merawat bumi. 

“Agama kaya akan nilai pelestarian lingkungan. Di Islam ada konsep khilafah yang harus dipahami manusia sebagai pelestari alam raya. Ada ajaran Tri Hita Karana dalam Hindu, Laudato Si' dalam Katolik, dan banyak nilai sejenis dalam ajaran agama lain. Kita akan aplikasikan dalam gerakan nyata penanaman pohon matoa,” paparnya.

"Dalam Islam ada juga pesan bahwa jika hari Kiamat akan segera tiba dan di tangan kita ada bibit pohon yang bisa ditanam, maka tanamlah," Menag.

Sekjen Kemenag Kamaruddin Amin menambahkan, penanaman pohon matoa ini dilakukan secara bertahap di seluruh Indonesia. Pada hari ini, ada sekitar 170 ribu pohon matoa yang ditanam serentak pada 32 provinsi. Pohon matoa dipilih karena merupakan tanaman khas Indonesia yang cepat tumbuh, kuat, serta memiliki nilai ekologis dan ekonomis. Matoa juga dapat tumbuh hampir di seluruh wilayah Nusantara, dari Sabang hingga Merauke.

Program ini mengusung tema “Energi Kita, Planet Kita”. Tema ini selaras dengan semangat Hari Bumi 2025 yang menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam mengatasi perubahan iklim dan kerusakan lingkungan global. 

“Gerakan ini juga menjadi bagian dari diplomasi hijau Kemenag di tingkat global. Kita juga menggandeng Kementerian Lingkungan Hidup dan lainnya dalam gerakan ini,” sebut Sekjen Kamaruddin Amin.

Pesantren Istiqlal Internasional Indonesia

Baca juga : 100 Hari Pram-Doel Pimpin Jakarta, Fokus Tangani Banjir Dan Pencairan Bansos

Hari Bumi 2025 juga menjadi momentum peletakkan batu pertama pembangunan Pesantren Istiqlal Internasional Indonesia (PIII), madrasah dengan konsep asrama (boarding). Groundbreaking ini dilakukan Menag bersama Menko PMK Pratikno, Mendagri Tito Karnavian, dan sejumlah tokoh yang hadir. Menurut Menag, pesantren ini hadir sebagai lembaga pendidikan yang diproyeksikan menyatukan kekuatan tradisi pesantren dan visi global. 

“Pesantren ini dirancang untuk menjawab kebutuhan zaman dengan membentuk pemimpin umat yang moderat, cerdas, dan berdaya saing global. Bukan hanya institusi pendidikan, tetapi juga simbol kekuatan lunak (soft power) Indonesia di panggung dunia,” papar Menag.

Dijelaskan Menag, gagasan pembangunan PIII berakar pada sejarah panjang peradaban Islam. Dari Baitul Hikmah di Baghdad, cahaya ilmu berpindah ke Andalusia, Istanbul, hingga kini menuju Nusantara. 

“Dengan lebih dari 42.000 pesantren dan warisan ulama besar seperti Syekh Nawawi al-Bantani dan KH Hasyim Asy’ari, Indonesia memiliki legitimasi historis dan moral untuk menjadi pusat peradaban Islam masa depan,” tegas Menag.

Dirjen Pendidikan Islam Suyitno menjelaskan, PIII mengemban tiga fungsi utama: pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat. Integrasi kurikulum diniyah klasik, capaian kompetensi nasional, dan standar internasional menjadikan pesantren ini unik. Para santri PIII nantinya tidak hanya belajar kitab al-maktubiyah (tertulis), tapi juga kitab-kitab kauniyah (kajian tentang alam). Sumber belajar mereka tidak hanya hal-hal yang bersifat personal, tetapi juga impersonal. Mereka disiapkan untuk menjadi pribadi yang dapat menyelesaikan tantangan sosial, dan berperan dalam komunitas global.

“Pesantren ini menjadi bagian dari strategi nasional untuk mewujudkan cita-cita besar bangsa. Ia mendukung Asta Cita dalam penguatan SDM unggul, toleransi antarumat, serta pemerataan ekonomi melalui kewirausahaan santri. Di dalamnya, santri dibekali ilmu agama, teknologi, kemampuan bahasa, dan akhlakul karimah,” papar Suyitno.

Baca juga : Dukung Pertumbuhan Berkelanjutan, LPCK Komit Lestarikan Lingkungan

Kehadiran PIII, lanjut Suyitno, diharapkan memberi dampak nyata dalam beberapa tahun ke depan. Dampak itu antara lain lahirnya pemimpin umat yang moderat, berilmu, dan berakhlakul karimah, serta terbentuknya solusi atas beragam problem sosial ekonomi.

“Kehadiran PIII juga diharapkan berdampak pada tumbuhnya kewirausahaan santri yang mendorong pemerataan ekonomi dan terbangunnya jejaring toleransi global antarumat,” sebut Suyinto.

PIII, tambah guru besar UIN Raden Fatah Palembang ini, akan menjadi model pendidikan madrasah berbasis pesantren dan bertaraf internasional dengan jenjang Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA). Satuan madrasah ini nantinya dipersiapkan menjadi madrasah negeri dengan sepenuhnya menggunakan metode pembelajaran pesantren.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.