Dark/Light Mode

Catatan Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita

Membangun Industri Dalam Negeri Yang Mandiri Dan Berdaulat

Selasa, 17 Agustus 2021 18:56 WIB
Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita. (Foto: Ist)
Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita. (Foto: Ist)

 Sebelumnya 
Dari sisi masyarakat, dampak globalisasi dan kemajuan teknologi telah menciptakan budaya konsumtif dan membuka luas akses masyarakat terhadap produk-produk impor. Edukasi dan pemberdayaan perlu digalakkan agar tumbuh watak kewirausahaan di tengah masyarakat sehingga mereka memiliki minat untuk masuk ke sektor industri pengolahan, melalui kewirausahaan baru atau industri kecil.

Di samping itu, edukasi dan kampanye juga diperkuat untuk menumbuhkan kebanggaan dan kecintaan masyarakat terhadap produk-produk dalam negeri. Masyarakat mesti disadarkan bahwa mendahulukan penggunaan produksi dalam negeri adalah perbuatan yang terpuji dan patriotik. Dalam tujuan itu, pemerintah telah meluncurkan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia.

Pendalaman struktur industri manufaktur Indonesia juga didorong melalui kebijakan hilirisasi berbasis sektor primer. Hilirisasi juga bermanfaat dalam meningkatkan nilai tambah terhadap perekonomian, peningkatan investasi dalam negeri, pembukaan lapangan kerja, penyerapan tenaga kerja, dan pertumbuhan industri manufaktur dalam negeri. Kita tidak boleh berpuas diri sebagai eksportir hasil bumi baik dari pertanian maupun pertambangan. Dengan sumber daya alam yang berlimpah, Indonesia memiliki potensi sangat besar untuk menjadi negara eksportir berbagai produk berbasis agro, mineral, migas, dan batubara.

Baca juga : PPKM Darurat, Menperin Ajak Industri Bantu Penanganan Corona

Di sektor industri agro, sebagai contoh Indonesia berhasil melakukan hilirisasi minyak sawit (CPO). Dalam kurun 10 tahun ekspor produk turunan kelapa sawit meningkat dari 20 persen pada 2010 ke 80 persen pada tahun 2020. Sebagai produsen rumput laut terbesar kedua di dunia, Indonesia dalam empat tahun terakhir telah berhasil meningkatkan nilai ekspor produk hilir rumput laut dari 45,7 juta dolar AS di tahun 2007 ke 96,2 juta dolar AS di tahun 2020. Indonesia juga dikenal sebagai pengolah kakao terbesar ketiga dunia. Dengan kapasitas terpasang sekitar 800 ribu ton per tahun, ekspor produk olahan kakao menyentuh angka 1,12 miliar dolar AS pada tahun 2020.

Hilirisasi di sektor industri petrokimia sangat strategis karena menghasilkan bahan baku primer untuk menopang banyak industri manufaktur penting seperti tekstil, otomotif, mesin, elektronika, dan konstruksi. Pemerintah saat ini tengah mengawal beberapa proyek pembangunan industri petrokimia raksasa -salah satunya di Bintuni, Papua- dengan total nilai investasi sebesar 31 miliar dolar AS.

Sementara di sektor industri mineral logam, saat ini telah terbangun industri stainless steel terintegrasi dari hulu yang menghasilkan produk turunan nikel dengan kapasitas 4 juta ton per tahun. Kapasitas produksi ditargetkan pada tahun 2022 mencapai 6 juta ton per tahun. Pemerintah juga telah membangun fasilitas pengolahan bijih bauksit ke alumina dengan kapasitas produksi 3 juta ton per tahun.

Baca juga : Saatnya Industri Dalam Negeri Buat Masker N95

Peningkatan daya saing global industri di Indonesia merupakan agenda penting yang juga menjadi perhatian Pemerintah. Laporan Competitiveness Industrial Performance (CIP) Index Tahun 2020 menunjukkan adanya perbaikan peringkat daya saing manufaktur Indonesia yang kini di peringkat 39 dunia. Salah satu faktor penting dalam daya saing industri manufaktur adalah ketersediaan energi. Dengan keragaman sumber energi yang dimiliki, Indonesia mestinya tidak dihadapkan pada permasalahan energi. Faktanya, akses industri ke energi yang masih rendah -akibat minimnya infrastruktur transmisi dan distribusi dan harga energi yang mahal- masih menjadi faktor penghambat akselerasi industri manufaktur di Indonesia.

Harga rata-rata gas bumi di Indonesia tergolong mahal, berkisar 9-10 dolar AS per MMBTU. Mengatasi masalah energi ini jelas perlu percepatan pembangunan infrastruktur dan perbaikan tata niaga yang lebih efisien. Tetapi membangun infrastruktur butuh waktu dan investasi yang tidak sedikit. Karena itu, sebagai quick wins pemerintah mengeluarkan kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) untuk beberapa sektor industri dengan harga 6 dolar AS per MMBTU. Tujuh sektor industri telah menerima manfaat dari kebijakan HGBT ini, antara lain industri pupuk, industri petrokimia, industri oleokimia, industri baja, industri kaca, industri keramik, dan industri sarung tangan karet.

Kebijakan HGBT telah terbukti meningkatkan kinerja dan daya tahan industri manufaktur terlebih di masa pandemi. Dampaknya antara lain peningkatan utilisasi di sektor industri kaca, industri keramik, dan industri baja, peningkatan ekspor komoditas oleokimia dan produk keramik, dan pengurangan beban subsidi pada industri pupuk. Kebijakan HGBT juga telah meningkatkan kepercayaan diri pelaku industri untuk menambah investasi dengan rencana investasi senilai Rp 191 triliun. Selain itu, di masa pandemi kebijakan ini juga mampu meminimalisasi pemutusan hubungan kerja. Dengan sekian manfaat nyata tersebut, penerima manfaat kebijakan HGBT rencananya akan diperluas ke 13 sektor industri lain. Asas dalam penyediaan energi bagi industri adalah asas keadilan dengan prinsip no one left behind, sehingga dengan demikian semua sektor industri tak terkecuali harus mendapatkan manfaat yang sama dari kebijakan HGBT.

Baca juga : Gandeng UI, Kementerian Investasi Kembangkan Industri Baterai Listrik RI

Faktor daya saing lain yang sangat penting adalah kualitas sumber daya manusia industri. Dalam menyiapkan SDM industri yang terampil dan berkualitas, Kemenperin secara konsisten menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan vokasi yang terintegrasi dengan dunia industri. Seluruh atau 100 persen lulusan pendidikan vokasi Kemenperin diserap oleh industri atau menjadi wirausahawan sehingga patut menjadi role model bagi pengembangan pendidikan vokasi secara keseluruhan di Indonesia. Pada Ratas 04 Agustus 2021 lalu, Presiden RI memberikan arahan agar pengembangan pendidikan vokasi oleh semua kementerian/ lembaga harus terorkestrasi dengan baik dengan orientasi pada kebutuhan SDM industri.

Dalam rangka itu beberapa hal perlu mendapatkan perhatian, yaitu: 1) Kurikulum pendidikan vokasi hendaknya disusun bersama-sama dengan dunia industri dengan mengedepankan pembelajaran berbasis proyek riil di dunia kerja, 2) Guru, dosen, dan tenaga pengajar/ pendidik agar senantiasa didorong untuk update terhadap perkembangan teknologi dan mendapatkan pelatihan upskilling sesuai dengan tuntutan dunia kerja, 3) Tenaga pengajar dan mentor dari pelaku industri agar diperbanyak, 4) Industri harus dijadikan sebagai sekolah dan tenant, dan 5) Riset terapan harus dikembangkan sebagai teaching factory/ teaching industry.

Daya saing dan kemajuan industri manufaktur juga sangat tergantung pada kemampuan industri dalam merespon dan beradaptasi dengan dinamika dan tren global. Dewasa ini ada beberapa tren dunia, yaitu perubahan teknologi, tuntutan pembangunan industri hijau, dan peningkatan pasar di sektor industri halal. Tren perubahan teknologi saat ini dan ke depan akan didominasi oleh teknologi informasi dan komunikasi, internet of things, wearable devices, otomatisasi dan robotik, serta artificial intelligence.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.