Dark/Light Mode

Catatan Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita

Membangun Industri Dalam Negeri Yang Mandiri Dan Berdaulat

Selasa, 17 Agustus 2021 18:56 WIB
Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita. (Foto: Ist)
Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita. (Foto: Ist)

 Sebelumnya 
Realitanya, sektor industri pengolahan di Indonesia selalu menunjukkan pertumbuhan yang positif dan selalu menjadi motor penggerak perekonomian nasional. Pertumbuhan negatif hanya terjadi sebanyak dua kali -akibat kejadian luar biasa-, yaitu minus 11,5 persen akibat dampak krisis 1997 dan minus 2,93 persen pada tahun 2020 akibat dampak pandemi Covid-19. Meski demikian, pada tahun berikutnya sektor industri pengolahan kembali tumbuh positif.

Di Triwulan II Tahun 2021 pertumbuhan industri manufaktur rebound ke level positif di angka 6,91 persen. Di samping itu, angka absolut kontribusi sektor industri pengolahan dalam PDB secara umum meningkat meski secara persentasenya terhadap PDB menurun. Ini sejalan dengan kontribusi ekspor sektor industri manufaktur dalam ekspor nasional dan nilai investasi di sektor industri manufaktur yang selalu meningkat dari tahun ke tahun.

Kontribusi ekspor sektor industri dalam ekspor nasional pada tahun 2020 tercatat sebesar 80,3 persen, dan pada Januari-Juni 2021 tercatat sebesar 78,80 persen yang mendorong surplus neraca perdagangan Indonesia sebesar 8,22 miliar dolar AS. Investasi di sektor industri pun terhitung terus meningkat naik sejak tahun 2020 dan pada periode Januari-Juni 2021 kemarin tercatat sebesar Rp 167,1 triliun atau naik 29 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2019.

Masalah Utama dan Upaya Penyelesaian

Baca juga : PPKM Darurat, Menperin Ajak Industri Bantu Penanganan Corona

Meski terbantahkan, kekhawatiran akan terjadinya deindustrialisasi di Indonesia sepatutnya dijadikan alarm bahwa banyak hal harus dibenahi agar sektor industri pengolahan mampu berkembang dan berperan secara berkelanjutan bagi perekonomian nasional. Pengalaman di masa lalu memberikan pelajaran, bahwa pertumbuhan yang tinggi saja tidak membuat ekonomi menjadi kokoh, tidak menjadikan industri manufaktur menjadi kuat.

Ada unsur yang mesti menjadi pedoman dalam membangun perekonomian, terlebih khusus industri manufaktur, yaitu kemandirian. Pertumbuhan ekonomi bersamaan dengan pertumbuhan industri manufakur yang sangat pesat di masa lalu kerap kali membuat kita lupa bahwa struktur industri manufaktur Indonesia masih sangat bergantung pada sumber daya luar (impor). Ini tercermin dari struktur impor Indonesia yang sejak tahun 1981 hingga kini masih sangat didominasi oleh impor bahan baku dan penolong dan barang modal.

Perkembangan industri dan peningkatan ekspor tidak akan optimal manfaatnya jika selalu diikuti dengan meningkatnya impor. Bahkan dalam skala tertentu, peningkatan impor barang modal serta bahan baku dan bahan penolong justru membuat rapuh ketahanan industri manufaktur. Manakala harga barang import meningkat, atau saat pasokan tersendat atau bahkan terhenti akibat suatu peristiwa-seperti pandemi yang kita alami saat ini-industri manufaktur menjadi limbung dan bahkan mendekati kematian.

Pandemi Covid-19 membuka mata kita untuk melihat banyak hal. Antara lain masih banyak celah kosong di sisi supply chain dalam struktur industri manufaktur Indonesia. Sektor farmasi menjadi contoh aktual. Ketergantungan terhadap impor bahan baku termasuk jenis obat untuk terapi Covid-19 –ditambah dengan faktor panic buying oleh masyarakat- membuat obat terapi Covid-19 sempat menjadi barang langka dan berharga mahal. Kita mesti bersaing dalam impor bahan baku obat dan obat jadi dengan banyak negara yang sama-sama membutuhkan.

Baca juga : Saatnya Industri Dalam Negeri Buat Masker N95

Dengan keanekaragaman hayati dan sumber daya manusia yang dimiliki, Indonesia semestinya bisa mengembangkan industri yang kuat di sektor farmasi dan alat kesehatan. Kita mampu untuk itu. Kita sudah mengembangkan dan memproduksi beberapa obat modern asli Indonesia (OMAI) yang telah digunakan di beberapa negara di Eropa. Kita juga sudah mampu membuat ventilator dan generator/ konsentrator oksigen dalam negeri. Prototipenya sudah ada dan kini tengah menunggu hasil uji klinis untuk bisa diproduksi secara massal. Jika alat-alat kesehatan tersebut sudah bisa diproduksi, maka kemandirian industri alat kesehatan dan sektor kesehatan kita akan semakin kuat.

Untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor-sekaligus mendorong penguatan struktur industri manufaktur-, Kemenperin telah mengeluarkan kebijakan Substitusi Impor 35 persen pada tahun 2022 dengan prioritas pada industri-industri dengan nilai impor yang besar pada tahun 2019 seperti mesin, kimia, logam, elektronika, makanan, peralatan listrik, tekstil, kendaraan bermotor, barang logam, serta karet dan bahan dari karet. Strategi yang ditempuh adalah dengan menurunkan impor guna merangsang pertumbuhan industri substitusi impor dalam negeri, peningkatan utilitas industri domestik, dan peningkatan investasi untuk produksi barang-barang substitusi impor.

Strategi lain adalah optimalisasi peningkatan penggunaan produk dalam negeri melalui penetapan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) minimal 40 persen. Penetapan TKDN dimaksudkan untuk mendorong agar semua produk yang dihasilkan industri dalam negeri dapat diserap dalam proyek pengadaan barang/jasa di dalam negeri, baik melalui APBN maupun anggaran BUMN/ BUMD. Kebijakan ini merupakan wujud keberpihakan terhadap produk dalam negeri dan langkah pengawalan terhadap keberlangsungan industri dalam negeri. Semua negara pasti menggunakan berbagai instrumen untuk melindungi industrinya, membentengi sektor produksinya, serta menjaga tenaga kerja dan warganya.

Keberpihakan dan dukungan pengamanan ditujukan untuk memberikan kesempatan bagi industri dalam negeri untuk berkembang dan meningkatkan daya saing sampai mereka mapan dan mampu bertarung di persaingan global. Jika tidak, impor semakin akan merajalela dan industri dalam negeri tidak akan pernah bisa berdaulat di wilayahnya sendiri.

Baca juga : Gandeng UI, Kementerian Investasi Kembangkan Industri Baterai Listrik RI

Kemandirian dan kedaulatan industri dalam negeri juga harus didukung atau ditopang dengan perubahan mindset dan perilaku. Dari sisi pelaku usaha, mentalitas “serba instan” dan “tidak mau repot” membuat praktik impor menjadi budaya ketergantungan dalam praktik pembangunan kita. Pencerahan dan dorongan perlu diberikan agar ada transformasi pelaku  usaha dari semula pedagang menjadi industrialis, dari berorientasi impor menjadi berorientasi produksi.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.