Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
Inisiasi Mendag Lutfi Sukses
G33 Sepakat Ketahanan Pangan Dan Pertanian Jadi Kebijakan WTO
Sabtu, 18 September 2021 13:39 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Inisiatif Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi menggalang dukungan politis dari sejumlah negara sukses dilakukan. Hasilnya, negara yang tergabung dalam G33 menyepakati paket kebijakan dalam Koferensi Tingkat Menteri (KTM) World Trade Organization (WTO) ke-12 yang akan digelar akhir tahun ini.
Dukungan politis itu mengalir dari negara berkembang dan kurang berkembang (least developed countries/LDCs). Kesepakatannya, tercapai melalui Pertemuan Informal Tingkat Menteri (PITM) G33, yang berlangsung secara virtual, Kamis (16/9).
Pertemuan yang digagas Indonesia ini dilaksanakan setelah perundingan tentang isu pertanian dengan WTO menuai jalan buntu.
"Konsolidasi G33 diperlukan untuk menyelesaikan isu prioritas WTO dan mencari jalan keluar tentang ketahanan pangan (food security) pada isu stok pangan (Public Stockholding/PSH). Instrumen pengamanan impor produk pertanian pada Special Safeguard Mechanism (SSM), dan pemotongan subsidi pertanian yang mendistorsi perdagangan," tutur Lutfi dalam pernyataan resminya kepada RM.id, Sabtu (18/9).
Pertemuan ini merupakan inisiatif Indonesia sebagai koordinator kelompok G33. Pertemuan ini dihadiri para menteri terkait perdagangan, wakil menteri, Direktur Jenderal WTO Ngozi Okonjo-Iweala, para duta besar, dan para pejabat senior negara anggota G33.
Baca juga : Dirjen Adwil Kemendagri Tegaskan Akurasi Data, Jadi Kunci Kebijakan Yang Efektif
Lutfi menganggap pertemuan ini menjadi momentum terbentuknya soliditas kelompok negara berkembang dan LDCs G33 di WTO untuk menyukseskan tercapainya kesepakatan isu pertanian pada KTM WTO ke-12. Terlebih, perjuangan G33 ini merupakan bentuk usaha melindungi kepentingan petani kecil dan miskin di negara berkembang.
Selain itu, tujuan dari kesepakatan ini untuk mewujudkan ketahanan pangan, keamanan penghidupan (livelihood security), dan pembangunan pedesaan (rural development).
"Saat ini, negara maju masih memberikan subsidi dengan nilai yang cukup tinggi kepada petani. Sehingga mendistorsi perdagangan global," ungkap Lutfi.
Dalam acara tersebut, perwakilan negara G33 secara umum menyampaikan pandangan agar negara berkembang dan LDCs diberikan policy space dalam menjamin ketahanan pangan dan untuk mempertahankan pertanian skala kecil yang digunakan sebagai sumber pendapatan bagi masyarakat miskin. Pandangan tersebut yang diharapkan menjadi paket kebijakan pada KTM WTO ke-12.
Lutfi juga menyampaikan, Indonesia menekankan pentingnya mekanisme yang bersifat adil dan transparan bagi semua anggota WTO. Juga pemberlakuan perlakuan khusus untuk negara berkembang dan LDCs saat kondisi krisis seperti kelaparan, bencana alam, dan perubahan iklim. Hal ini menurut G33 menjadi alasan masih diperlukannya subsidi yang dapat diberikan bagi kelompok petani kecil dan miskin.
Baca juga : NPC Indonesia: Sukses Atlet Di Paralimpiade Karena Kebijakan Kemenpora
Dirjen WTO Ngozi menyampaikan, KTM 12 mendatang menjadi penentu kredibilitas WTO dan keberhasilan negosiasi pertanian di KTM 12 akan bergantung pada kesolidan negara anggota G33 untuk mencari jalan keluar dari kebuntuan negosiasi pertanian.
"G33 perlu menyiapkan strategi utama dan cadangan jika kebuntuan masih terjadi untuk mencari terobosan," saran Ngozi.
Menurut Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Djatmiko Bris Witjaksono, meski respons mayoritas anggota WTO terhadap SSM minim, instrumen tersebut tetap perlu dipertahankan.
Karena merupakan mandat Doha Development Agenda untuk melindungi produk pertanian karena fluktuatifnya harga pangan dan rawan banjir impor. Selain itu, instrumen ini juga dibutuhkan di saat pandemi.
"Terobosan dalam perundingan SSM dibutuhkan agar modalitas SSM lebih realistis dengan mengakomodasi berbagai kepentingan. Namun tetap memberikan beberapa kelonggaran bagi negara berkembang dan LDCs," terang Djatmiko.
Baca juga : Jaga Ketahanan Pangan, Pemerintah Perkuat Sektor Pertanian
Duta Besar Indonesia untuk WTO Dandy Satria Iswara menjelaskan, bagi Indonesia, disepakatinya instrumen SSM dan PSH di WTO akan memberikan ruang kebijakan yang lebih besar kepada pemerintah.
"Nantinya, hal itu dapat digunakan untuk menjalankan berbagai kebijakan untuk mewujudkan keamanan dan kedaulatan pangan. Serta pengurangan kemiskinan melalui program-program pemberdayaan petani kecil dan miskin," pungkasnya. [MEN]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya