Dark/Light Mode

Perbedaan Idul Fitri Adalah Rahmat, Jangan Sampai Dijadikan Alat Perpecahan

Selasa, 18 April 2023 09:58 WIB
Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta Rubiyanah Jalil (Foto: Istimewa)
Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta Rubiyanah Jalil (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1444 Hijriah akan segera tiba. Umat Muslim seluruh dunia pun bersuka cita menjemput datangnya hari kemenangan tersebut. Demikian juga dengan umat Islam Indonesia, Idul Fitri atau Lebaran menjadi momentum untuk saling bermaaf-maafan serta berintrospeksi untuk membersihkan diri dari segala salah dan dosa.

Namun, kemungkinan Idul Fitri 2023 akan jatuh pada hari berbeda diantara penetapan oleh Pemerintah, Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah. Pemerintah dan NU kemungkinan akan menetapkan Idul Fitri 2023 pada Sabtu (22/4), sedangkan Muhammadiyah sudah menetapkan pada Jumat (21/4).

Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Rubiyanah Jalil mengatakan, masyarakat harus memaknai perbedaan sebagai keberkahan. Sebab, sebagaimana hadits Rasulullah SAW, al ikhtilaafu ummati rahmah, yang berarti perbedaan di antara umat Islam adalah rahmat. Perbedaan harus dimaknai sebagai keindahan yang harus dipupuk dan tidak dijadikan sebagai alat politisasi suatu kelompok.

“Jika perbedaan-perbedaan itu justru dijadikan sebagai bahan untuk memunculkan perpecahan karena ingin memenangkan satu kelompok sendiri maka perbedaan itu justru akan menjadi musibah bagi bangsa Indonesia,” kata dosen Program Studi Magister Pengkajian Islam UIN Syarif Hidayatullah ini.

Baca juga : Gerakan Mudik Sehat Dan Selamat Untuk Tekan Kecelakaan

Rubi berharap, dengan momentum Ramadan dan Idul Fitri ini, umat kembali kepada fitrah manusia yang sesungguhnya. Yakni fitrah manusia yang mencintai kebenaran, kebaikan, keindahan dan kedamaian. Dengan dilandasi semangat spiritual dan kebangsaan, sejatinya momentum ini mampu memupuk rasa persatuan dan kesatuan bangsa yang dapat meredam perpecahan bangsa.

Ia juga menegaskan, Ramadan memiliki banyak kemuliaan. Mulai dari bulan suci, bulan penuh rahmat, hingga syahrul jihad atau bulan jihad. Dikatakan syahrul jihad, karena secara historis pelaksanaan Ramadan pada masa Nabi Muhammad SAW bertepatan dengan peristiwa perang dan kemenangan yang diraih umat Islam.

Namun, semangat ini, kerap disalahartikan oleh beberapa kelompok dengan konteks yang tidak sesuai. Jihad kerap diartikan dengan makna perang (qital), sehingga berpendapat bulan Ramadan adalah waktu yang tepat untuk membuat teror bagi kelompok radikal-terorisme.

“Ketika umat Islam sedang menjalankan ibadah puasa atau menahan diri, itu pada dasarnya kita sedang berjihad. Oleh karena, itulah Ramadan disebut juga dengan dengan syahrul jihad,” tuturnya.

Baca juga : Ganjar: Pantura Juwana-Batangan Siap Dilintasi Pemudik

Menurut Rubi, ada satu peristiwa luar biasa yang dialami Nabi Muhammad SAW bersama para sahabat saat Ramadan, yaitu peristiwa Perang Badar. Dalam kondisi berpuasa, Nabi Muhammad beserta 313 pasukannya melawan 1.000 Kafir Quraisy dalam Perang Badar. Dengan kondisi timpang, akhirnya umat Islam memenangkan perang bersejarah tersebut.

Namun, lanjut Rubi, euforia kemenangan Perang Badar ini digambarkan oleh Rasulullah sebagai satu perang kecil. Seusai memenangi perang, Rasulullah mengatakan, kita pulang dari jihad kecil menuju jihad besar. Para sahabat pun bertanya, seperti apa jihad besar itu?

“Rasulullah menjawab, jihadul akbar jihadul nafs, jihad besar itu adalah perang melawan diri sendiri. Jadi sebenarnya jihad yang paling besar itu bukan jihad secara fisik berperang dan lain-lain, melainkan melawan diri sendiri dari segala hawa nafsu yang bisa menghancurkan baik diri sendiri maupun orang lain dan itu berpuasa.” ucap Dewan Pakar Asosiasi Komunikasi Penyiaran Islam (ASKOPIS) Indonesia ini.

Dalam konteks ke-Indonesiaan, makna jihad melawan hawa nafsu ini dapat dipupuk untuk menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Indonesia sebagai negara yang penuh keberagaman suku, agama, ras dan budaya, perlu menanamkan nilai nilai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.

Baca juga : 1000 SPBU Pertamina Bagikan Takjil Gratis Untuk Konsumen

Menurut Rubi, perlu kesadaran bersama untuk memupuk terus kebhinekaan untuk menghindari perpecahan. “Jika kita selalu berusaha untuk berjihad melawan diri sendiri, melawan keegoan kita sendiri maka sesungguhnya menjaga kesatuan dan persatuan NKRI adalah hal yang sangat bisa untuk diwujudkan,” tandas Rubi.â– 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.