Dark/Light Mode

Kisah Diaspora Indonesia Di Norwegia

Kamis, 28 November 2024 07:28 WIB
(Dari kiri) Risvan Dirza (Ivan) bersama istri (Shintami) dan dua anak mereka, Dubes Teuku Faizasyah dan Shohib Masykur. (Foto: Korfung Pensosbud)
(Dari kiri) Risvan Dirza (Ivan) bersama istri (Shintami) dan dua anak mereka, Dubes Teuku Faizasyah dan Shohib Masykur. (Foto: Korfung Pensosbud)

RM.id  Rakyat Merdeka -
Oleh: Teuku Faizasyah Duta Besar Indonesia untuk Norwegia merangkap Islandia

Kalaulah ada satu ruangan di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Oslo, Nor­wegia, yang paling banyak me­nyimpan cerita, pastilah ruang pelayanan kekonsuleran tempat­nya. Di setiap hari kerja, pengun­jung datang ke ruangan tersebut dengan beragam motif. Termasuk di antaranya untuk mengurus visa kunjungan ataupun dokumen perjalanan (paspor) Indonesia.

Terkait visa kunjungan khu­susnya untuk wisatawan, meski­pun pelancong asal Norwegia dapat memperolehnya saat ke­datangan di pintu imigrasi di Indonesia (Visa on arrival), tidak sedikit yang memilih men­gajukan visa di KBRI. Dengan berbekal visa kunjungan untuk 60 hari, mereka dapat memak­simalkan waktu berliburnya di Indonesia sejak ketibaan dan mendapatkan kenyamanan (peace in mind).

Biasanya saat menunggu di ruang konsuler, para diaspora Indonesia berbagi kisah hidup yang unik dan beragam. Saya kerap berpesan kepada Pak Nico Adam selaku Koordinator Fungsi Protokol dan Konsuler untuk memberitahu setiap ada diaspora Indonesia yang berkunjung ke KBRI. Apabila ada waktu kosong, saya akan menemui mereka untuk bersilaturahmi dan berbincang-bincang.

Bulan November ini, saya berkesempatan bertemu dengan beberapa diaspora Indonesia yang memutuskan memilih Norwegia sebagai rumah kedua mereka.

Baca juga : Jaring Pengaman Sosial Persiapkan Indonesia Emas 2045

Ragam latar belakang mereka untuk berdiam di Norwegia men­jadi pembeda dari sisi proses.

Ada yang menikah dengan warga negara setempat dan memutuskan ikut bermukim dengan pasangannya. Ada pula yang awalnya melakukan studi lanjutan S2 maupun S3, lalu mendapat peluang kerja dan akhirnya memutuskan menetap.

Apapun yang melatar-be­lakangi pilihan untuk tinggal di Norwegia, mereka tetap menunjukkan cinta Tanah Air dengan beragam rupa dan cara. Sebagaimana yang dikisahkan empat diaspora Indonesia dalam obrolannya dengan saya.

Salah satunya Pak Risvan Dirza yang biasa dipanggil Ivan. Setelah menyelesaikan program Doktor dari NTNU di Trond­heim pada awal tahun 2024, Ivan yang kelahiran 1987 di Binjai, Sumatera Utara, memutuskan bekerja sebagai principle engi­neer di ladang gas (LNG) peru­sahaan Equinor di Hammerfest.

Di kota Hammerfest, di belah­an Utara Norwegia tersebut—ma­suk dalam lingkup wilayah Artic circle—kabarnya hanya ada lima orang Indonesia. Ivan dan istrinya (Shintami asal Aceh) dan dua anak mereka, serta satu orang lagi warga negara Indonesia yang juga bekerja di sektor pertambangan.

Baca juga : Beragam Kisah Hidup Diaspora Indonesia di Norwegia

Sebagai wujud rasa cinta Tanah Air, Ivan memberikan sumbang­sih dengan mengadakan kuliah jarak jauh melalui zoom kepada para mahasiswa Indonesia di salah satu perguruan tinggi di Kota Medan.

Sumbangsih serupa dilaku­kan Ibu Nuri Dyah Soeseno, yang menikah dengan warga negara Norwegia. Ibu Nuri tetap mengabdi sebagai dosen Ilmu Politik di Universitas Indonesia dan memberikan waktunya untuk mengampu perkuliahan.

Sementara di Norwegia, Ibu Nuri melakukan kerja sosial di salah satu crisis centre di Kota Kristiansund. Pusat krisis tersebut memberikan layanan bagi para perempuan korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Diaspora lainnya, Ibu Natalia Ardanari Mjøsund yang akrab di­panggil dengan nama Mbak Elok, bekerja sebagai team leader di bidang infrastruktur dan tata kota di Kota Trondheim. Mbak Elok, jebolan S-1 Arsitektur Universi­tas Parahyangan, Bandung, dan menyelesaikan S-2 di perguruan tinggi di Kota Trondheim menjadi ‟duta Indonesia″ dengan memperkenalkan sistem busway di Jakarta ke Kota Trondheim.

Mbak Elok menjelaskan bah­wa Kota Trondheim membangun sistem transportasi masal dengan mencontoh pengalaman Kota Jakarta.

Baca juga : Hadiri Istighosah di Kediaman eks Walkot Tangerang, Andra-Soni Disambut Warga

Wujud cinta Tanah Air juga mereka tampilkan dengan pulang kampung. Selain itu, mereka se­lalu mempromosikan keindahan Indonesia ke keluarga dan rekan-rekan mereka asal Norwegia.

Ibu Novita Rambu Anahida Sangguwali asal Sumba Timur yang juga sempat saya temui di ru­ang konsuler, kala itu tengah mengurusi dokumen perjalanan untuk pulang kampung bersama-sama dengan suaminya warga negara Norwegia beserta anak-anak mereka. Ibu Novita yang mengajar di Rosenholm Skole sangat ber­semangat menghabiskan liburan tutup tahun di Tanah Air.

Pada akhirnya, penggalan kisah hidup empat diaspora Indonesia di Norwegia ini mengingatkan saya akan pepatah lama, ‟di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.″

Kiranya, cinta mereka terha­dap kampung halaman ‟tidaklah sepanjang galah, namun tetap sepanjang masa″.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.