Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Berakhirnya Rezim Bashar Al-Assad dan Efeknya pada Politik Dunia
Senin, 23 Desember 2024 00:10 WIB

Menggulingkan kelompok yang sedang berkuasa atau petahana menjadi aktivitas yang cukup umum terjadi, pada negara di berbagai belahan dunia. Sehingga, terjadi suatu transisi pemerintahan dari yang digulingkan kepada yang baru. Aktivitas ini mempunyai suatu terminologi, yaitu revolusi.
Secara singkat, revolusi dapat diartikan sebagai mobilisasi kolektif yang berupaya untuk dengan cepat dan paksa menggulingkan rezim yang ada untuk mengubah hubungan politik, ekonomi, dan simbolik (Grinin 2022). Namun, revolusi ini memiliki beberapa tujuan, menurut Grinin (2022), di antaranya adalah untuk menggulingkan atau mengganti pemerintah yang ada dalam jangka waktu tertentu, untuk merebut kekuasaan atau menyediakan kondisi untuk berkuasa, dan untuk membuat perubahan signifikan dalam rezim, lembaga sosial atau politik.
Seperti yang sudah disinggung, revolusi ini terjadi di berbagai belahan dunia, terjadi dari waktu ke waktu, entah itu dari sierra ke havana, ataupun dari prancis ke boston. Beragam revolusi telah mencuat di bumi kita ini, tidak terkecuali di daerah timur tengah.
Pada tahun 2011, negara-negara Arab ataTimur Tengah mengalami serangkaian peristiwa revolusi, yang membentang dari Tunisia sampai Suriah. Gerakan ini, ditandai dengan penggulingan rezim otoriter, dan percaya percobaan ini akan membawa masyarakat negara-negara Timur Tengah menuju kepada keadaan yang lebih demokratis. Gerakan ini biasa disebut Arab Spring.
Baca juga : Tak Bisa Bahasa Spanyol Tapi Juara Dunia Scrabble
Beberapa hal yang menjadi penyebab gerakan ini muncul, secara gamblang dicantumkan oleh Grinin (2022), dapat datang secara endogen dan secara eksogen.
Secara endogen antara lain karena ciri masyarakat struktural, dengan demografi masyarakat Arab pada saat itu cukup melesat tinggi sehingga terjadinya defisit tanah dan pangan. Hal ini pun diperkuat dengan ketidakstabilan pangan, ekonomi, dan politik yang terjadi. Lalu, kelakuan rezim yang berlaku semena-mena dan otoriter, ketika banyak aktivis, banyak masyarakat, banyak kelompok yang menyampaikan pendapatnya tentang petahana, dianggap subversif dan dipidana. Selain itu, tingkat korupsi cukup meningkat.
Faktor tersebut berlanjut ke faktor lain, dengan adanya tingkat legitimasi yang menurun dari masyarakat kepada rezim yang sedang berkuasa. Masyarakat merasa tidak puas akan kerja rezim pada saat itu. Ketidakpuasan ini, seakan menjadi prasyarat bagi revolusi yang terjadi, di satu sisi adanya kebingungan dan keraguan dari pihak yang berkuasa, sehingga gerakan besar protes ini menjadi suatu hal yang tidak terhindarkan. Lalu, faktor endogen yang terakhir adalah harapan masyarakat untuk menciptakan keadaan yang lebih baik.
Selain faktor endogen atau faktor internal yang dijelaskan, kita beralih pada faktor eksogen atau faktor eksternal. Di antaranya adalah, adanya globalisasi dan menyebarnya teknologi informasi. Ketika lembaga swadaya masyarakat bermunculan, mereka menjadi entitas yang dapat membantu mengawasi perilaku rezim yang sedang berkuasa. Ketika perilakunya dianggap menyimpang, mereka dapat dengan mudah menyebarkannya di internet. Selain itu, adanya campur tangan negara-negara barat, karena akan menguntungkan bagi mereka jika negara-negara timur tengah dapat menjalankan pemerintahannya dengan lebih demokratis.
Baca juga : BMH Berikan Mukena Baru untuk Mualaf, Janda dan Dhuafa di Probolinggo
Rezim Bashar al-Assad telah berdiri sejak tahun 2000, ketika mewarisi jabatan dari ayahnya. Pada awal masa kepemimpinannya, masyarakat Suriah menaruh harapan lebih terhadap Bashar, namun seketika harapan itu pupus. Pengambilan keputusan yang otokratis, mengabaikan standar etika dan HAM, narsisme dan mementingkan kepentingan pribadi, menciptakan iklim ketakutan pada rakyatnya, memanipulasi informasi, paksaan dan intimidasi mewarnai berdirinya rezim otoriter ini (Awda 2024). Rezim ini dengan perlahan menimbulkan dampak buruk yang dirasakan oleh masyarakat suriah, seperti perang saudara dan runtuhnya perekonomian suriah.
Pada tahun, 2011 rezim ini turut mengikuti tren revolusi Arab Spring atau musim semi Arab. Namun, alih-alih sekadar protes, yang terjadi di sini begitu rumit, karena melibatkan berbagai pihak seperti simpatisan Bashar, kelompok anti Bashar, Turki, dan lain-lain. Sehingga, yang terjadi adalah perang saudara, alih-alih penggulingan secara instan.
Namun, baru-baru ini tepatnya tanggal 8 Desember 2024, kelompok pemberontak berhasil menguasai damaskus dan membuat Bashar al-Assad melarikan diri. Dengan ini, dapat disimpulkan bahwa penggulingan rezim ini berhasil dan menjadi rangkaian lain dari Arab Spring tahun 2011.
Rangkaian episode revolusi pada negara-negara Arab atau The Arab Spring ini pastinya meninggalkan dampak yang tidak hanya dirasakan oleh masyarakat dan penduduk terkait, namun akan dirasakan oleh kondisi geopolitik dunia. Tulisan ini bermaksud untuk membedah satu per satu dampak dan residu dari rentetan revolusi timur tengah, terutama setelah rezim Bashar Al-Assad tumbang beberapa waktu lalu.
Dampak Arab Spring terhadap Politik Internasional
Baca juga : TBIG Berikan Layanan Kesehatan dan Bantuan Sosial di 79 Desa
Gelombang penggulingan rezim atau Arab Spring menjadi suatu tonggak harapan bagi negara-negara timur tengah, untuk pada akhirnya dapat merasakan kondisi yang lebih demokratis dari sebelumnya. Di sisi lain, gerakan ini pula didasari oleh motif demokratisasi, rasa ingin bebas dari belenggu otoriter yang terus menginjak. Namun, alih-alih membawa angin segar bagi demokrasi di negara-negara timur tengah, gerakan ini seakan kehilangan tujuan awalnya, seakan esensi awal gerakan ini pudar begitu saja.
Arab Spring, gerakan yang digadang-gadang dapat menjadi lisan al-gaib bagi demokratisasi di timur tengah, nyatanya hanya menjadi bebek lumpuh. Hal ini, dapat dilihat menggunakan kacamata historis, dimana bangsa arab secara budaya tidak cocok dan perlu beradaptasi lebih keras, dengan sistem demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan individu. Berdasarkan pengetahuan ini, muncul pertanyaan yang sangat fundamental dalam benak, apa dampak dari gerakan ini? tentu dampak ini dapat dilihat dari dua jenis, yaitu secara internal, dan secara eksternal atau geopolitik.
Mulai dengan dampak internal pada setiap negara yang mengalami gerakan Arab Spring ini, ketika gerakan ini memunculkan perubahan otoritas pada rezim baru. Dengan ini, muncul ketidakstabilan politik yang terjadi, dengan contoh pergantian pemerintahan di Libya memunculkan konflik bersenjata sehingga terjadi krisis kemanusiaan. Selain itu, perubahan otoritas ini juga menyangkut beberapa aspek penting dalam kenegaraan, dimana adanya pembentukan konstitusi baru, reformasi konsep pemilihan, dan peningkatan hak asasi manusia. Selain pada perubahan otoritas, dampak lainnya dapat dilihat dari aspek ekonomi, dimana adanya ketidakstabilan ekonomi yang melanda negara-negara timur tengah.
Runtuhnya rezim Bashar Al-Assad juga perlu dikontekstualisasikan pada kondisi geopolitik ke depan, saat berhasilnya pihak oposan dalam menggulingkan rezim ini perlu dipertanyakan mengenai bagaimana posisi Rusia, Amerika Serikat, China, dan beberapa negara lainnya. Jika sebelumnya Rusia selama Assad memimpin memiliki kekuatan milliter yang mereka tempatkan di Suriah, maka ke depannya apakah ini akan digantikan oleh kekuatan militer negara barat (Amerika Serikat dan sekutunya). Jika ya, tentunya ini akan semakin memperkuat hegemoni negara barat di Timur Tengah, yang tentunya juga memperkuat posisi Israel secara politik dan militer.

Yusa Djuyandi
Dosen dan Peneliti Bidang Politik dan Studi Keamanan di Universitas Padjadjaran
Dosen dan Peneliti Bidang Politik dan Studi Keamanan di Universitas Padjadjaran
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya