Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Pemprov Lambat Bebaskan Lahan

Normalisasi Sungai Di Jakarta Mandek

Sabtu, 13 Februari 2021 06:05 WIB
Ilustrasi normalisasi sungai untuk menghindari Jakarta dari banjir. (Foto: Dok. PemprovDKI)
Ilustrasi normalisasi sungai untuk menghindari Jakarta dari banjir. (Foto: Dok. PemprovDKI)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pembebasan lahan untuk program normalisasi sungai sangat sedikit di era Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Hal itu membuat pengerjaan pelebaran 13 aliran sungai di Ibu Kota mandek.

Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti, N Nirwono Joga menilai, program normalisasi sungai ampuh mengatasi banjir di wilayah bantaran kali. Sayangnya, dalam tiga tahun terakhir, pembangunannya terhenti karena Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, tidak banyak melakukan pembebasan lahan.

Menurutnya, pembebasan lahan tidak ada kaitannya dengan konsep mengatasi banjir. Sekalipun Gubernur Anies bersikeras untuk melakukan naturalisasi dibandingkan normalisasi, tetap saja pembebasan lahan harus dilakukan.

Baca juga : Pelindo III Catat Kinerja Positif Di Tengah Pandemi

“Pada intinya, sungai harus dikembalikan ke kondisi sebelumnya (pelebaran),” kata Nirwono kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Bahkan, papar Nirwono, untuk melakukan program naturalisasi sungai, lahan yang diperlukan lebih luas ketimbang normalisasi. Karena, permukiman warga juga harus direlokasi.

Diingatkannya, Pemprov DKI Jakarta bersama Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Bank Dunia telah sepakat mengerjakan normalisasi dengan membenahi empat sungai, termasuk Ciliwung pada 2012-2022.

Baca juga : Jangan Lupa Bawa Payung Ya, Pagi Sampai Malam Jakarta Diguyur Hujan

“Tak perlu dipertentangkan antara normalisasi dan naturalisasi. Sebab, dua konsep ini dapat dipadukan seperti yang diterapkan di Eropa, Australia dan Jepang,” ujarnya.

Nirwono menuturkan, jika ditelusuri, banyak bangunan, perumahan, gedung, yang didirikan di atas lahan hijau dan resapan. Seperti di bantaran kali, baik yang tak berizin maupun berizin. “Penindakan itu membutuhkan ketegasan Gubernur,” sindirnya.

Selain tindakan itu, lanjut Nirwono, perlu pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta. Politisi Kebon Sirih harus ikut terjun langsung ke lapangan, mengidentifikasi, mendata perumahan, bangunan, dan sejenisnya yang melanggar peruntukan. Selanjutnya, susun rencana hingga pembongkaran bangunan yang melanggar aturan. Petugas yang terbukti memberikan izin di luar peruntukannya, kudu ditindak tegas.

Baca juga : Gelar Apel Loyalitas, Diposting Lewat Video

“Jika bangunan tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB), pemerintah bisa menindak tegas. Sementara yang sudah berizin, perlu mediasi dan kompensasi,” ujarnya.

Untuk relokasi permukiman warga di bantaran kali yang padat dan kumuh, menurutnya, bisa dengan menyediakan permukiman baru berupa kampung susun nelayan. Selain itu, menyediakan rumah susun sewa untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Kemudian, membangun apartemen keluarga untuk segmen menengah atas.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.