Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

PROF. TJIPTA LESMANA, Dosen Tamu Dosen TNI

Sikat OPM, Jangan Omdo Melulu!

Jumat, 7 Desember 2018 13:15 WIB
Evakuasi korban penembakan KKB (kelompok kriminal bersenjata) di Kabupaten Nduga, Papua. (Foto: Twitter/Puspen_TNI)
Evakuasi korban penembakan KKB (kelompok kriminal bersenjata) di Kabupaten Nduga, Papua. (Foto: Twitter/Puspen_TNI)

RM.id  Rakyat Merdeka - Konflik antara kelompok-kelompok bersenjata versus aparat keamanan di Papua sudah berlangsung sekian lama. Eskalasi dan intensitas konflik semakian luas sejak era reformasi.

Tujuan kelompok bersenjata, sesungguhnya, sudah gamblang sekali: menarik Papua dari Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk menjadi negara sendiri yang merdeka dan berdaulat. “OPM menuntut kemerdekaan yang pernah dideklarasikan oleh Belanda pada 1 Desember 1961,” kata Sebby Sambom, Jurubicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Merdeka (TPNPB) beberapa hari lalu.

OPM tidak hanya bergerilya di Papua dengan mengangkat bersenjata, tapi juga di dunia internasional melalui diplomasi yang kadang sampai ke PBB. Kontak-kontak senjata sering terjadi: antara aparat keamanan dan anasir-anasir OPM, serangan OPM terhadap rakyat sipil, dan serangan terhadap rumah ibadah.

OPM juga beberapa kali berani menyerang pos-pos polisi, yang mengakibatkan tewasnya anggota Polri. Suatu ketika, kendaraan yang ditumpangi Komandan Kodim dan pengawalnya, juga disergap yang menewaskan Dandim itu.

Rohaniawan juga pernah tewas dalam serangan kelompok bersenjata terhadap rakyat sipil. Setiap tahun, para aktivis OPM merayakan Hari Kelahiran Papua Barat tanggal 1 Desember, dengan mengibarkan bendera Bintang Kejora.

Baca juga : Karangan Bunga Berjejer Di Kantor PT Istaka Karya

Negara-negara Pasifik Barat, secara tidak langsung, sebetulnya mengakui keberadaan Papua Barat. Bendera United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) adakalanya berkibar berdampingan dengan bendera salah satu negara West Pacific Rim. Lewat forum West Pacific Rim, para aktivis OPM terus berjuang bagi pengakuan negara Papua Barat di forum internasional.

Mengapa aktivitas OPM di Papua tidak pernah sirna, bahkan cenderung meningkat? Serangan brutal terhadap para karyawan PT Istaka Karya di Distrik Yigo, Kabupaten Nduga beberapa hari yang lalu seakan “puncak” dari kebrutalan OPM untuk memperjuangkan kemerdekaan “negara” Papua Barat. 28 karyawan Istaka Karya tewas dalam serangan brutal yang dilancarkan bertepatan dengan “hari kemerdekaan” Papua Barat versi OPM.

Inilah serangan kelompok bersenjata dengan jumlah korban terbesar selama 20 tahun terakhir. Juru bicara TPNPB, Sambom, mengakui bahwa (a) kesatuan mereka yang melancarkan serangan tsb., dan (b) serangan sudah direncanakan sebelumnya dengan matang. Menteri Pertahanan Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu dengan tegas mengatakan,  pasti ada provokator di balik serangan bersenjata itu.

Banyak pihak yang bertanya-tanya di mana posisi TNI ? Mengapa TNI selama ini terkesan “tidak mampu” menindak OPM ? Seorang perwira tinggi TNI pernah mengatakan kepada saya, TNI siap menghancurkan OPM jika mendapat perintah yang tegas dari Panglima Tertinggi TNI alias Presiden RI. Memang diakui medannya sulit, karena para gerilya OPM umumnya bersembunyi di balik gunung-gunung. “Namun, jika diberikan mandat, kami siap menghancurkan OPM!”

Setelah tragedi berdarah 1 Desember 2018 yang membawa korban sekitar 30 karyawan PT Istaka Karya yang tidak berdosa, Presiden memanggil Panglima TNI dan Kapolri. Perintah Presiden sangat gamblang: “Rumpas habis KKB [Kelompok Kriminal Bersenjata] sampai ke akarnya !!” Seberapa jauh keberanian TNI dan Polri untuk melaksanakan perintah Presiden secara tuntas ? Perintah ini mestinya bisa dilaksanakan secara maksimal, atas kerja sama nyata antara TNI dan Polri. Toh, masih ada masalah krusial ketika aparat keamanan bergerak untuk menghancurkan OPM, yaitu soal HAM.

Baca juga : Mahathir: Masih Suka Balapan?

Ada “teori” yang mengatakan serangan sporadis dan serangan frontal yang dilancarkan OPM terhadap rakyat sipil atau aparat keamanan, sebenarnya ditujukan untuk “memancing” amarah TNI dan Polri. Ketika aparat keamanan, khususnya TNI, marah dan melancarkan serangan balik habis-habisan, korban tidak bisa dihindarkan.

Dan jangan pula dilupakan, dalam setiap “peperangan”, ekses-ekses sulit dihindarkan. Jika ada sipil yang ikut tewas dalam serangan frontal itu, apa risikonya? Indonesia akan dicaci-maki di forum internasional karena melakukan “pelanggaran HAM yang brutal”. Forum West Pacific bahkan akan mendesak Dewan Keamanan PBB untuk segera menggelar sidang istimewa.

Jangan lupa, lembaga pemantau hak asasi manusia, Amnesty International, pernah menyebut setidaknya 95 warga sipil di Papua meninggal dunia, akibat tindakan represif pihak militer dan kepolisian Indonesia sejak tahun 2010. Masalah HAM yang selalu “dimainkan” dunia internasional. Dan diplomasi kita dalam soal ini terkesan lemah.

Siapkan para pemangku kepentingan negara, khususnya Presiden RI dan Menteri Luar Negeri RI untuk berjuang habis-habisan di forum internasional melawan tudingan miring itu? Siapkan Presiden Jokowi menghadapi lawan-lawan politiknya di dalam negeri yang memang selalu mencari moment untuk menohoknya sebagai calon presiden Nomor 01 ?

Dalam konteks semakin dekatnya pemilu 2019, saya yakin Jokowi tidak siap untuk berhadapan dengan lawan-lawan poliknya yang didukung penuh oleh para LSM “kampiun HAM” di dalam negeri! Sikap pemerintah terhadap OPM selama ini, sesungguhnya, tergolong lunak. Bahkan dapat dikatakan kita TAKUT menangani isu ini secara sungguh-sungguh dan tuntas!

Baca juga : Wartawan Kena Semprot Prabowo

“Desk Papua” di kantor Menko Polhukam selama ini terkesan “tidak bunyi”. Perubahan nama dari OPM menjadi KKB, jelas, menunjukkan sikap yang melunak. Kenapa kelompok bersenjata yang berjuang untuk membentuk negara sendiri masih juga disebut Kelompok Kriminal Bersenjata? Apa sebutan “kriminal” bukan untuk meminggirkan TNI dalam operasi menghantam OPM?

Pernyataan Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, bahwa kita tidak boleh kompromi terhadap kelompok yang berjuang untuk merdeka adalah pendapat dan sikap yang betul. Kalau mau merdeka, ya kita sikat! Sebab NKRI harga mati yang harus kita perjuangankan sampai kiamat sekalipun!

Kita sama-sama mengetahui bahwa tugas pokok TNI (1) menegakkan kedaulatan negara, (2) mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta (3) melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan dari mana pun.

Jika masalah OPM selalu ditangani secara parsial, jangan heran setiap saat dan di mana saja serangan OPM terhadap rakyat sipil dan terhadap aparat keamanan pasti akan terulang dan terulang lagi! ***

 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.