Dark/Light Mode

Soal RUU Kesehatan

John Riady: Bangun Sistem Kesehatan Berkualitas Dan Merata

Rabu, 8 Maret 2023 05:23 WIB
Presiden Komisaris PT Siloam International Hospitals Tbk John Riady/Istimewa
Presiden Komisaris PT Siloam International Hospitals Tbk John Riady/Istimewa

RM.id  Rakyat Merdeka - Presiden Komisaris PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO) John Riady meyakini para pemangku kepentingan akan dapat menyelesaikan polemik tentang Rancangan Undang Undang (RUU) Kesehatan, sehingga sistem kesehatan di dalam negeri semakin kokoh dan masyarakat diuntungkan.

John berharap, para pemangku kepentingan dapat duduk bersama untuk menemukan solusi terbaik, sehingga RUU Kesehatan berorientasi pada masyarakat dan peningkatan kualitas kesehatan.

“RUU Kesehatan digagas untuk menjadi regulasi yang dapat menyelesaikan berbagai persoalan kesehatan di Indonesia, baik dari peningkatan layanan kepada masyarakat, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan, pemerataan dokter spesialis dan bisnis,” kata John melalui keterangan tertulis yang diterima, Selasa (7/3).

Menurutnya, SILO sebagai jaringan rumah sakit swasta di Indonesia berkomitmen mendukung upaya Pemerintah membangun sistem kesehatan masyarakat yang berkualitas, andal dan merata. Langkah itu ditempuh SILO untuk meminimalisasi jumlah masyarakat yang berobat ke luar negeri.

Mengutip pernyataan Presiden Joko Widodo, John mengungkapkan, pada tahun 2022 sebanyak 2 juta Warga Negara Indonesia (WNI) berobat ke Malaysia, Singapura, Jepang, Jerman dan Amerika Serikat. 

Menurut John, tingginya jumlah WNI yang berobat ke luar negeri mengakibatkan devisa negara Rp 165 triliun hilang.

Baca juga : Kerek Jumlah Pelanggan, JCB Indonesia Perkuat Kolaborasi Dengan Mitra Bisnis

“Saya yakin, seluruh stakeholder bisa duduk bersama dengan niatan dan visi yang sama,   membangun sistem kesehatan berkualitas, andal dan merata,” ujar John.

Diakuinya, sistem layanan kesehatan nasional masih dibelit berbagai persoalan. Salah satu permasalahan utama, yakni kualitas dan kuantitas serta minimnya penyebaran dokter spesialis.

“Sumber utama permasalahan, adanya ketimpangan SDM kesehatan dengan cakupan layanan, baik luasnya wilayah serta jumlah populasi,” katanya.

Untuk peningkatan dan pemerataan kualitas, dibutuhkan lebih banyak lagi SDM dokter spesialis. Saat ini, merujuk data Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), Indonesia hanya memiliki 54 ribu dokter spesialis. Jumlah itu sangat timpang dibandingkan populasi penduduk Indonesia yang mencapai 275 juta jiwa. Rasio dokter spesialis hanya sekitar 2:10.000 warga.

Kelangkaan dokter spesialis lebih parah terjadi di daerah. Terdapat 647 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) tidak dilengkapi spesialis yang vital, seperti anestesi, bedah, genokologi, obstetric dan spesialis anak. Dengan begitu, layanan kesehatan pun menjadi rentan dan tidak merata.

“Secara bisnis dan makro, industri kesehatan nasional pun kalah bersaing, sehingga setiap tahun kita kehilangan devisa sekitar Rp 100 triliun dari warga yang berobat ke luar negeri,” jelas John.

Baca juga : Indonesia Inisiasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu

RUU Kesehatan, lanjut John, mempunyai semangat menggenjot jumlah SDM kesehatan, terutama dokter spesialis. Draf regulasi itu juga akan menyederhanakan proses pendidikan dokter spesialis yang selama ini berlaku, dari jenjang sarjana kedokteran, Co-Ass selama dua tahun, hingga internship.

Calon dokter spesialis juga diwajibkan  mengantongi rekomendasi dari Pemerintah Daerah setempat dan organisasi profesi. Selanjutnya, mereka juga wajib mengantongi Surat Tanda Register (STR) dan surat izin praktik.

Persoalannya, upaya penyederhanaan ini memicu polemik, karena dianggap mengabaikan organisasi profesi dan bersifat sentralistik di tangan kementerian.

“Saya menilai, perbedaan pendapat ini bisa diselesaikan oleh para pemangku kepentingan dan kebijakan. Karena semangatnya sama, yakni peningkatan kualitas dan pemerataan layanan kesehatan,” jelas John.

Lebih jauh, menurut John, secara fundamental ketersediaan SDM kesehatan terutama para tenaga spesialis berkaitan erat peran sisi hulu pendidikan. Indonesia memiliki 92 Fakultas Kedokteran, hanya 20 di antaranya dilengkapi program spesialis.

Karena itu, SILO sebagai salah satu lengan Grup Lippo yang menopang sistem kesehatan nasional berkomitmen mengurangi beban Pemerintah.

Baca juga : Dorong Kesetaraan Pendidikan, Kemenkominfo Genjot Literasi Digital Masyarakat

SDM SILO selalu terhubung dengan institusi pendidikan yang dimiliki Universitas Pelita Harapan (UPH) sebagai satu Grup Lippo. 

“Kami juga menyediakan berbagai fasilitas yang menunjang lahirnya dokter spesialis, seperti pendirian Mochtar Riady Comprehensive Cancer Center (MRCCC),” kata John.

John juga menyoroti pro kontra lain terkait RUU Kesehatan, yakni regulasi terkait Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang mencakup peranan dan kewenangan BPJS Kesehatan.

Menurut John, selain mempertimbangkan dan melibatkan seluruh pihak terkait, baiknya juga mengundang suara dari para pengusaha. Sebab, ini terkait hak dan kewajiban pemberi serta penerima kerja.

Sementara, SILO yang memiliki jaringan 41 pusat layanan kesehatan telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

“Ini wujud komitmen kami. Karena dunia kesehatan tidak sekadar memperhatikan profitabilitas, melainkan pula layanan untuk semua,” tutupnya.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.