Dark/Light Mode

Bukan Sekadar Mengingat Gerakan 30 September

Minggu, 1 Oktober 2023 22:58 WIB
Ilustrasi bahaya komunikas. (Foto: Istimewa)
Ilustrasi bahaya komunikas. (Foto: Istimewa)

Setiap tanggal 30 September, bangsa Indonesia memperingati suatu peristiwa bersejarah untuk mengenang gugurnya Pahlawan Revolusi yang disebabkan adanya Gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI). Saat itu (di tanggal 30 September 1965) terdapat 7 putra-putra terbaik bangsa yang gugur di tangan PKI karena sikap mereka yang menentang gerakan politik komunis di Indonesia untuk mengubah ideologi Pancasila sebagai cara pandang dan berkehidupan Bangsa Indonesia.

Gerakan 30 September atau yang kita kenal dengan G30S/PKI memberikan pembelajaran bahwa akan selalu ada sekelompok gerakan tertentu yang hendak mengubah ideologi Pancasila dengan ideologi lain yang menurut mereka ideal, dan salah satunya adalah komunisme. Akan tetapi, sebagai bangsa yang berdiri dari suatu proses politik dan sejarah kemerdekaan yang panjang, para pendiri bangsa sudah dengan tepat merumuskan dan menetapkan Pancasila sebagai sebuah ideologi bagi Bangsa Indonesia.

Eksistensi Ideologi Komunis

Baca juga : SIM Keliling Jakarta 30 September, Hadir Di 5 Lokasi

Tidak sedikit pihak yang mengatakan bahwa komunisme telah punah. Menurut saya, pandangan ini tentunya tidak tepat. Mengapa tidak tepat? Karena suatu ideologi tidak akan pernah punah, ideologi lahir dari sebuah pemikiran tentang bagaimana suatu masyarakat yang dicita-citakan akan dibentuk melalui sebuah proses politik. Dalam sejarahnya akan selalu ada pertentangan ideologi dalam suatu proses politik, layaknya pertentangan yang terjadi antara ideologi liberalis, sosialis dan komunis di Benua Eropa. Masing-masing memiliki pemikiran bahwa masyarakat dan negara yang ideal akan tewujud bilamana dijalankan sesuai dengan keyakinan politik (ideologi) mereka.

Meskipun saat ini ideologi komunis tidak tampak menguasai sistem perpolitik global, karena lebih dominannya Blok Barat (Amerika Serikat dan sekutu) dengan ideologi liberalnya, namun bukan berarti ideologi ini mati. Jatuhnya kekuatan besar Uni Soviet dan berubahnya China menjadi negara industri dengan ekonomi terbuka yang menggeliat bukan menjadi tanda lenyapnya komunisme dari peta politik dunia. Setidaknya analisis Chris Layne, Jacek Kugler dan Ronald Tamen, serta Paul Godwin di tahun 2004 bahwa suatu saat China akan menjadi penantang besar Amerika Serikat di kawasan mulai terlihat fenomenanya saat ini, sebagaimana kita melihat adanya ketegangan di kawasan Indo-Pasifik maupun Laut China Selatan akibat persaingan politik dan militer kedua negara. Kebangkitan China untuk menentang dominasi Amerika Serikat mengingatkan kembali persaingan keduanya pada aspek ideologis antara liberalisme dan komunisme.

China dengan kekuatan ekonomi dan politiknya saat ini telah bertransformasi menjadi negara kuat yang merepresentasikan perlawanan terhadap aliansi negara-negara liberal. Meski China sudah terbuka secara ekonomi, tetapi komunisme sebagai dasar dari gerakan politik tetap dipertahankan. Dengan kata lain, ada suatu transformasi perubahan cara bergerak dari implementasi ideologi komunis dengan memperhatikan keseimbangan antara kekuatan politik dan ekonomi. Dari titik berpikir ini maka kita tidak bisa menganggap bahwa ideologi komunis sudah mati, pemikiran ini tetap hidup dengan cara yang berbeda dengan mengikuti perkembangan zaman.

Baca juga : SIM Keliling Tangerang Kota 30 September, Cek Di Sini Lokasinya

Meski China terlihat satu-satunya negara dengan politik komunisme yang masih bertahan, namun masih ada negara lain seperti Korea Utara yang nilai-nilai komunismenya masih mereka pertahankan. Sedangkan di Rusia, meski kehancuran Uni Soviet turut meruntuhkan ideologi komunisme dari kekuasaan, tetapi paham komunis belum mati di Rusia. Peperangan antara Rusia dan Ukraina, dengan dukungan negara-negara NATO atas Ukraina menjadi sinyal politik pertarungan kedua blok berbeda, seperti yang pernah terjadi saat perang dingin, walaupun memang masih terlalu dini juga untuk mengatakan ini termasuk pertarungan ideologis dari kedua belok negara. Akan tetapi Putin pernah mengingatkan Amerika Serikat dan sekutunya di NATO untuk tidak ikut campur soal urusan Ukraina, mengingat Sejarah Ukraina sendiri memang tidak bisa dilepaskan dari bagiannya dari Uni Soviet.

Belajar dari Sejarah

Sebagaimana telah di jelaskan bahwa suatu ideologi boleh dikatakan akan sulit untuk punah, dia akan terus berkembang karena adanya pemikiran manusia. Karena itu saya menilai wajar bilamana cukup banyak kelompok yang terus mewacanakan kewaspadaan terhadap bahaya laten komunis, terutama jika kita merujuk pada sejarah bangsa dikala terjadinya peristiwa G30 S/PKI. Bagi kelompok nasionalis dan Islamis yang berpegang teguh kepada Pancasila sebagai ideologi bangsa, komunis adalah ancaman yang sewaktu-waktu bisa muncul kembali, dan bila berkaca pada gerakan mereka di awal-awal kemerdekaan hingga pada saat terjadinya Gerakan 30 September (G30 S), pehamaman komunis tidak hanya terhenti pada sebuah pemikiran, tetapi juga gerakan revolusioner bersenjata.

Baca juga : GIF Luncurkan Sertifikasi Karier GoTo Untuk Job Seeker

Demikian pula halnya di negara-negara lain, gerakan komunis yang revolusioner seringkali disertai dengan gerakan perlawanan bersenjata. Berdasarkan pada pola yang seringkali dilakukan oleh kelompok komunis, keberhasilan mereka dalam menggulingkan pemerintahan dengan kekuatan bersenjata akan diikuti cara mereka dalam mempertahankan kekuasaan dengan sikap otoritarian yang mengandalkan kekuatan bersenjata pula. Di Indonesia, gerakan komunis untuk melawan kekuasaan pemerintah dan kelompok lain yang berbeda pemikiran bukan hanya terjadi saat Gerakan 30 September 1965, tetapi juga pernah terjadi saat pemberontahan di Madiun tahun 1948, dan saat itu PKI dipimpin DN Aidit. Kelompok komunis seringkali menyasar kelompok-kelompok nasionalis dan agamis.

Apa yang harus diperhatikan? Sebagai bangsa kita harus belajar dari sejarah politik bangsa, terutama hal yang berkenaan dengan gerakan PKI. Mewaspadai gerakan PKI berarti kita berupaya menjaga kekuatan ideologi Pancasila. Akan tetapi, di sela mewaspadai gerakan komunis, kita tidak boleh menghukum mereka yang berasal dari keturunan tokoh-tokoh PKI. Belum tentu pemikiran para tokoh PKI akan diikuti anak-anak mereka. Kita hanya perlu mengingat bahaya komunis, cara mereka dalam melakukan gerakan, siapa pihak yang mereka lawan, sehingga dengannya kita akan dapat meminimalisir paham komunis.

Yusa Djuyandi
Yusa Djuyandi
Dosen Ilmu Politik Universitas Padjadjaran

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.