Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Haris Moti Nilai Revisi UU TNI Tak Menyalahi Semangat Reformasi
Selasa, 18 Maret 2025 09:47 WIB

RM.id Rakyat Merdeka - Eksponen gerakan mahasiswa 1998 Yogyakarta, Haris Rusly Moti meyakini, militerisme tidak akan rebound jika revisi Undang-Undang (UU) TNI yang tengah dibahas di parlemen, disahkan.
Haris menilai, revisi UU TNI juga tak bertentangan dengan semangat Reformasi.
“Revisi UU TNI tidak menyalahi semangat Reformasi, karena hanya mengatur penugasan TNI di wilayah jabatan operasional profesional kementerian/Lembaga,” kata Haris kepada wartawan, Selasa (18/3/2025).
Haris menjabarkan enam pandangannya mengenai itu. Pertama, menurut Haris, pada prinsipnya partisipasi publik dalam mengkritisi dan memberi masukan untuk menyempurnakan revisi UU TNI dan Polri tetap harus dihormati.
Sikap kritis ini mesti diletakkan dalam pijakan dan arah yang sejalan dengan semangat Proklamasi Kemerdekaan 1945, Pancasila, dan UUD 1945.
Kedua, Haris menilai, revisi UU TNI dilakukan oleh lembaga tinggi negara DPR yang merupakan representasi kehendak sipil. Anggota DPR-nya, kata Haris, berasal dari banyak partai politik (parpol). Parpol, tegas Haris, merupakan organisasi politik sipil.
Haris menyatakan, TNI tak lagi mempunyai fungsi sosial dan politik. TNI juga tidak lagi memiliki kewenangan terlibat langsung membuat peraturan yang mengatur kelembagaannya sendiri seperti di era Orde Baru.
TNI hanya dimintai masukan sebagai bahan pertimbangan terkait revisi UU. TNI hanya menjadi pelaksana dari UU yang dibuat dan diputuskan oleh DPR.
Baca juga : Soal Revisi UU TNI, Istana Jawab Beragam Kecurigaan
Sepanjang era Reformasi, kata Haris, TNI membuktikan dirinya tunduk pada keputusan lembaga negara yang dikendalikan oleh sipil.
“Kenyataan itu menunjukkan bahwa supremasi sipil, bahkan tampak nyata di depan jidat dan dengkul kita ketika sedang berlangsung revisi UU TNI,” ujar Haris.
Ketiga, Haris menuturkan, berbeda dengan era Orde Baru, melalui peran Sosial Politik (Sospol) ABRI, ada jabatan Kasospol ABRI dan Fraksi ABRI di MPR-RI.
Ketika itu, disebut Dwi Fungsi ABRI, lantaran selain berfungsi sebagai institusi pertahanan negara, ABRI juga berfungsi sebagai kekuatan sosial dan politik, menjadi dinamisator dan stabilisator politik, konduktor dan terlibat langsung dalam membuat keputusan politik kenegaraan di lembaga tinggi dan tertinggi negara, termasuk keputusan yang mengatur tugas pokok dan fungsi ABRI.
“Sementara saat ini, ada Pilkada, Pilpres dan Pileg langsung. Institusi sipil seperti parpol yang memainkan peran sentral,” ungkapnya.
Keempat, Haris mengatakan salah kaprah jika revisi UU TNI dikaitkan dengan Dwi Fungsi ABRI rebound. Menurutnya, revisi UU TNI sama sekali tidak bertentangan dengan semangat reformasi, tidak mengembalikan peran Sospol TNI.
“Omong kosong tuduhan militerisme rebound yang distempel ke dalam naskah revisi UU TNI,” tegas Haris.
Oleh karena itu, Haris mengatakan para pihak yang mengobarkan ketakutan dan trauma terkait ancaman militerisme atau Dwi Fungsi Rebound, tidak memiliki alas teori kuat.
Baca juga : Salah Kaprah, Kaitkan Revisi UU TNI dengan Dwi Fungsi ABRI Rebound
“Persis si bolang ngelantur di siang bolong,” imbuhnya.
Kelima, Haris mengatakan, revisi UU TNI hanya mengatur terkait penugasan perwira TNI di wilayah operasional kementerian dan lembaga negara, yang membutuhkan profesionalitas dan keahlian khusus perwira TNI.
“Perlu dicatat perwira-perwira TNI tersebut disekolahkan dengan biaya oleh negara, mestinya negara dapat memaksimalkan keahliannya untuk terlibat memajukan kesejahteraan rakyat,” ucapnya.
Hal yang perlu juga diperhatikan, menurut Haris, jabatan-jabatan operasional di kementerian dan lembaga yang dapat diisi oleh perwira TNI, tidak mutlak di isi oleh perwira TNI. Semuanya tergantung pimpinan yang menggunakannya.
“Bahkan ketika menugaskan prajurit TNI di wilayah operasional di kementerian dan lembaga tersebut juga dilakukan oleh lembaga negara non militer dan dalam pengawasan institusi sipil,” ucapnya.
Haris mengatakan apabila diperhatikan, sebelum dilakukan revisi UU TNI, perwira TNI sudah sering kali ditugaskan di jabatan profesional operasional kementerian dan lembaga untuk tujuan membantu jalan program pembangunan.
Sebagai contoh, kata Haris, saat pandemi Covid-19, almarhum Letjen TNI Doni Monardo yang saat itu menjabat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ditunjuk menjadi Kepala Satgas Penanganan Covid-19.
“Jenderal Doni adalah tentara aktif yang memimpin menggerakan seluruh jajaran TNI dan Polri dalam penanganan Covid. Seluruh rakyat diperintah mengunci diri di dalam rumah, hanya prajurit TNI, Polri dan petugas kesehatan yang ditugaskan menantang maut,” katanya.
Baca juga : Dukung Revisi UU TNI, Massa Gerakan Rakyat Gelar Aksi Simpatik di Depan DPR
Doni diangkat dan tunduk pada keputusan Presiden RI, pejabat sipil. Jadi menurut dia, revisi UU TNI dilakukan agar penempatan perwira TNI yang dibutuhkan kapasitas dan keahliannya, terutama yang terkait dengan pertahanan negara, mempunyai landasan hukum atau tidak menyalahi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Kita patut mendukung pengisian jabatan profesional dan operasional di kementerian dan lembaga oleh perwira profesional TNI,” imbuhnya.
Keenam, Haris mengatakan dapat memaklumi aktivis LSM yang cara berpikirnya cenderung dikotomis dan parsial dalam melihat tata kelola negara.
Namun, dijelaskan Haris, negara adalah sebuah sistem yang berdiri di atas banyak aspek, unsur dan elemen saling menopang secara kompatibel antara satu dengan lainnya.
“Mestinya kita mulai belajar mempertimbangkan multi aspek, selain soal demokrasi dan hak-hak sipil, ada aspek pertahanan dan keamanan yang juga menopang sebuah negara dapat bertahan, juga patut menjadi pertimbangan dalam mengkritisi tata kelola negara,” imbaunya.
Haris menuturkan, revolusi digital mengajarkan sesuatu yang disebut sebagai kolaborasi. Menurutnya, kolaborasi sipil dan militer sangat dibutuhkan. Dikotomisasi, bahkan otonomisasi, kata Haris, sudah kehilangan relevansinya.
“Kita butuh kolaborasi, integrasi dan konsentrasi dari dan oleh semua kekuatan bangsa dalam mewujudkan sebuah gagasan bersama, membangun Indonesia menjadi negara maju, agar tidak terus menerus menjadi bangsa inlander yang dicucuk hidungnya persis kerbau oleh lembaga donor asing,” tegasnya.
“Go ahead revisi UU TNI, lanjut terus, kita dukung. Revisi UU TNI yang menempatkan perwira TNI di jabatan profesional dan operasional kementerian dan lembaga tidak mengancam supremasi sipil dan tidak bertentangan demokrasi,” tandas Haris.
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya