Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Catatan Haris Rusly Moti
Salah Kaprah, Kaitkan Revisi UU TNI dengan Dwi Fungsi ABRI Rebound
Senin, 17 Maret 2025 22:56 WIB

RM.id Rakyat Merdeka - “…Revisi Undang-Undang (UU) TNI tidak menyalahi semangat reformasi karena hanya mengatur penugasan TNI di wilayah jabatan operasional profesional Kementerian/Lembaga…”
Pertama, pada prinsipnya kami tetap menghormati partisipasi publik dalam mengkritisi dan memberi masukan untuk menyempurnakan revisi UU TNI dan Polri. Sikap kritis ini mesti diletakkan dalam pijakan dan arah yang sejalan dengan semangat Proklamasi Kemerdekaan 1945, Pancasila, dan UUD 1945.
Kedua, saya menilai salah satu ciri supremasi sipil yang tampak di depan kita adalah ketika revisi UU TNI dilakukan oleh lembaga tinggi negara, DPR, yang merupakan representasi kehendak sipil. Anggota DPR-nya berasal dari banyak parpol dan parpol adalah organisasi politik sipil.
TNI tak lagi mempunyai fungsi sosial dan politik. TNI tidak lagi mempunyai kewenangan terlibat langsung membuat peraturan yang mengatur dirinya sendiri seperti di era Orde Baru. TNI hanya dimintai masukan sebagai bahan pertimbangan terkait revisi UU yang mengatur dirinya. TNI hanya menjadi pelaksana dari UU yang dibuat dan diputuskan lembaga tinggi negara, DPR.
Dan sepanjang era reformasi, TNI membuktikan diri tunduk pada keputusan lembaga negara yang dikendalikan oleh sipil. Kenyataan itu menunjukkan bahwa supremasi sipil bahkan tampak nyata di depan jidat dan dengkul kita ketika sedang berlangsung revisi UU TNI.
Baca juga : Situasi Sosial Berpotensi Ditunggangi Kepentingan Geopolitik
Ketiga, jika kita perhatikan, berbeda dengan era Orde Baru, melalui peran sosial politik (Sospol) ABRI, ada jabatan Kasospol ABRI dan Fraksi ABRI di MPR. Ketika itu disebut Dwi Fungsi ABRI lantaran selain berfungsi sebagai institusi pertahanan negara, ABRI juga berfungsi sebagai kekuatan sosial dan politik, menjadi dinamisator dan stabilisator politik, menjadi konduktor dan terlibat langsung dalam membuat keputusan politik kenegaraan di lembaga tinggi dan tertinggi negar, termasuk keputusan yang mengatur tugas pokok dan fungsi ABRI.
Begitulah era supremasi militer, ketika kekuatan sipil tunduk diatur secara sosial dan politik oleh militer. Sementara, saat ini ada Pilkada, Pilpres dan Pileg langsung, saat institusi sipil seperti parpol yang memainkan peran sentral.
Keempat, jadi menurut salah kaprah, jika revisi UU TNI dikaitkan dengan Dwi Fungsi ABRI Rebound. Menurut saya, revisi UU TNI sama sekali tidak bertentangan dengan semangat reformasi, tidak mengembalikan peran sospol TNI. Omong kosong tuduhan militerisme rebound yang distempel ke dalam naskah revisi UU TNI.
Oleh karena itu, menurut saya, mereka yang mengobarkan ketakutan dan trauma terkait ancaman militerisme atau Dwi Fungsi Rebound tidak memiliki alas teori yang kuat.
Kelima, jika kita perhatikan revisi UU TNI hanya mengatur terkait penugasan perwira TNI di wilayah operasional kementerian dan lembaga negara, yang membutuhkan profesionalitas dan keahlian khusus perwira TNI.
Baca juga : Hambatan Utama Efisiensi, Tutup Devisit Akibat Kobocoran dengan Utang
Justru, menurut saya, sangat meritokrasi karena yang ditugaskan adalah perwira profesional yang mempunyai kapasitas dan keahlian yang dibutuhkan oleh kementerian dan lembaga. Perlu dicatat, perwira-perwira TNI tersebut disekolahkan dengan biaya oleh negara, mestinya negara dapat memaksimalkan keahliannya untuk terlibat memajukan kesejahteraan rakyat.
Perlu juga diperhatikan, jabatan-jabatan operasional di kementerian dan lembaga yang dapat di isi oleh perwira TNI, tidak mutlak di isi oleh perwira TNI, semuanya tergantung pimpinan yang menggunakannya, apakah TNI, Polri atau sipil kewenangan pengangkatannya ada pada pimpinan yang menggunaknnya, Bahkan ketika menugaskan prajurit TNI di wilayah operasional di kementerian dan lembaga tersebut juga dilakukan oleh lembaga negara non militer dan dalam pengawasan institusi sipil.
Kelima, jika kita perhatikan sebelum dilakukan revisi UU TNI, perwira TNI sudah sering kali ditugaskan di jabatan prifesional operasional kementerian dan lembaga untuk tujuan membantu jalan program pembangunanan.
Sebagai contoh di saat pandemi Covid, Letjen Doni Monardo (almarhum) yang saat itu menjabat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ditunjuk jadi Kepala Satgas Covid. Jenderal Doni adalah tentara aktif yang memimpin menggerakan seluruh jajaran TNI dan Polri dalam penangan Covid. Seluruh rakyat diperintah mengunci diri di dalam rumah, hanya prajurit TNI, Polri, dan petugas kesehatan yang ditugas menantang maut.
Jenderal Doni diangkat dan tunduk pada keputusan Presiden RI, pejabat sipil. Jadi menurut saya, revisi UU TNI dilakukan agar penempatan perwira TNI yang dibutuhkan kapasitas dan keahliannya, terutama yang terkait dengan pertahanan negara, mempunyai landasan hukum atau tidak menyalahi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kita patut menudukung pengisian jabatan profesional dan operasional di kementerian dan lembaga oleh perwira profesional TNI.
Baca juga : Mengembalikan Marwah Koperasi Di Tangan Budi Arie Setiadi
Keenam, kita memaklumi penyakit bawaan aktivis LSM yang cara berpikirnya cenderung dikotomis dan parsial dalam melihat tata kelola negara. Padahal negara itu sebuah sistem yang berdiri di atas banyak aspek, unsur dan elemen yang saling menopang secara kompatibel antar satu dengan yang lainya. Mestinya kita mulai belajar mempertimbangkan multi aspek, selain soal demokrasi dan hak hak sipil, ada aspek pertahanan dan keamanan yang juga menopang sebuah negara dapat bertahan, juga patut menjadi pertimbangan dalam mengkritisi tata kelola negara..
Revolusi digital mengajarkan pada kita apa yang disebut sebagai kolaborasi. Kita butuh kolaborasi sipil dan militer. Dikotomisasi, bahkan otonomisasi sudah kehilangan relevansinya. Kita butuh kolaborasi, integrasi dan kosentrasi dari dan oleh semua kekuatan bangsa dalam mewujudkan sebuah gagasan bersama, membangun Indonesia menjadi negara maju, agar tidak terus menerus menjadi bangsa inlander yang dicucuk hidungnya persis kebo oleh lembaga donor asing.
Go ahed revisi UU TNI. Lanjut terus, kita dukung! Revisi UU TNI yang menempatkan perwira TNI di jabatan profesional dan operasional kementerian dan lembaga tidak mengancam supremasi sipil dan tidak bertentangan demokrasi.
Haris Rusly Moti
Eksponen gerakan mahasiswa 1998, Yogyakarta
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya