Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Kinerja Ekspor Naik, Angka Kemiskinan Juga
Darmadi: Ada Yang Keliru, Ekonomi Dikuasai Oligarki
Kamis, 19 Januari 2023 07:45 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Anggota Komisi VI DPR Darmadi Durianto menyoroti melonjaknya angka kemiskinan di saat kinerja ekspor mengalami peningkatan di tahun 2022. Meningkatnya ekspor ternyata belum berdampak signifikan terhadap kesejahteraan rakyat.
Darmadi menjelaskan, peningkatan kinerja ekspor pada tahun 2022 bisa dilihat dari capaian neraca dagang Indonesia yang mengalami surplus hingga 54,64 miliar dolar Amerika Serikat (AS).
Surplus tersebut salah satunya ditopang oleh kenaikan sejumlah harga komoditas di pasar dunia. Seperti batubara, minyak sawit, bauksit, bijih besi, nikel, dan lainnya.
Sayangnya, capaian positif ini berbanding terbalik dengan jumlah angka kemiskinan yang terus mengalami peningkatan. Ini menunjukkan, kenaikan ekspor komoditas tersebut hanya dinikmati segelintir kelompok saja.
Baca juga : Ini Sederet Kinerja Kementan Sebagai Bantalan Ekonomi Nasional
“Jelas ada yang keliru. Aneh kalau rakyat masih miskin, sementara para taipan komoditas menikmati hasil yang berlimpah. Kondisi ini juga menyiratkan bahwa sektor ekonomi kita dikuasai oligarki,” ujar Darmadi di Jakarta, kemarin.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melansir angka kemiskinan di sejumlah daerah atau provinsi penghasil komoditas seperti pulau Kalimantan, Maluku, Papua, Sulawesi justru naik. Sementara Sumatera, angka kemiskinan turun 9,49 persen pada Maret 2022 dan 9,47 persen pada September 2022.
Darmadi menduga, meningkatnya angka kemiskinan di balik capaian positif komoditas tidak terlepas dari pola bagi hasil keuntungan komoditas yang tak transparan. Karena itu, dia mendorong dilakukaan kajian atas kontribusi para pengusaha komoditas ke daerah penghasil.
Apakah kontribusinya mandek di para pejabat daerah dan tidak dikucurkan ke rakyatnya atau faktor lainnya. “Ini yang perlu ditelaah,” jelas Politisi Fraksi PDI Perjuangan yang juga Ascociate Profesor ini.
Baca juga : Ganjar Ungkap Dana CSR Di Jateng Capai Rp 86 Miliar
Darmadi menilai, tidak mengalirnya limpahan kenaikan harga komoditas global ke masyarakat bawah karena selama ini pola pemerataan tidak berjalan efektif. Distribusi ekonomi dan rantai pasok yang tak terkonsolidasi dengan maksimal menjadi pemicu di balik naiknya angka kemiskinan.
“Rantai pasok hanya dikuasai segelintir kelompok dan bisa juga ada monopoli. Trickle down effect (tetesan ke bawah) tak dapat dirasakan masyarakat kalangan bawah. Sehingga, output-nya angka kemiskinan bertambah,” jelas pakar ekonomi dari Wiyatamandala Business School itu.
Politisi banteng daerah pemilihan DKI Jakarta ini juga tidak menampik naiknya angka kemiskinan tak terlepas dari kondisi global maupun domestik yang kurang bersahabat. Belum lagi badai pandemi Covid-19 ditambah lagi inflasi imbas kenaikan harga BBM. “Tentunya menyebabkan daya beli masyarakat melemah,” jelasnya.
Namun demikian, Darmadi yakin kondisi tersebut bisa diminimalisir jika saja negara sedari awal berpedoman pada konsep ekonomi yang digagas Bung Karno. Untuk itu, gagasan pembangunan semesta berencana yang digagas Bung Karno mesti menjadi panduan Pemerintah dalam menjalankan perekonomian.
Baca juga : Selain HET, Panic Buying Dan Perang Rusia Jadi Biang Keladi Kelangkaan Migor
“Jika itu jadi panduan utama, tidak ada lagi kita dengar angka kemiskinan naik. Justru kesejahteraan akan naik karena model pembangunan dititikberatkan berdasarkan prinsip kegotongroyongan. Satu sama lain saling topang bukan saling injak,” lanjut Bendahara Megawati Institute itu. ■
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya